Cerpen yang gua tulis barusan, terinspirasi dari cerita misteri seorang yang pernah menjadi joki para pencari harta gaib di Gunung Jati, Cirebon. Joki disini merujuk pada orang yang menggantikan tugasnya untuk bertapa di tempat wingit (angker), sehingga harta gaib bisa didapatkan. Cerpen Indonesia ini gue bagi menjadi dua. Dan, selamat membaca ^^
Cerpen Horor: Harta Karun Gaib [Part 1]
"Percuma aku dinikahi kamu mas, kalau kamu tidak mau kerja!" pekik Marni.
"Ya, sabar tho, Bu. Toh, aku tetep ubek, nggak diem aja," timpal Kadali, mencoba menetralkan keadaan.
Namun, sepertinya Marni sudah kehilangan kesabaran. Diladeninya sahutan Kadali dengan sahutan lagi, "Kalau begitu ubek-nya yang giat, yang lebih sering, dan kalau ubek tuh yang hasilnya banyak! Jangan yang dikit diambil juga."
Kadali mendesah mendengar ceriwitan Marni. Ia tidak tahu mesti berbuat apa lagi. Sebetulnya, Kadali bukanlah pemalas. Ia terus bekerja membanting tulang dengan bekerja serabutan. Namun, nasib memang belum berpihak padanya. Pekerjaannya sebagai pekerja serabutan hanya cukup untuk makan sehari-hari, itu pun sangat nge-press.
"Lama-lama begini, aku kembali ke rumah orang tuaku saja!" pekik Marni.
Kadali bangkit. "Yo wes, yo wes, aku cari kerja nih!" Kadali lalu mengambil t-shirt-nya yang sudah tidak baru lagi.
"Mau kemana kamu?!" tanya Marni, saat Kadali sampai di pintu keluar.
"Katanya, disuruh cari kerja, ya harus keluar kan? Ketemu orang, ngobrol, tanya-tanya..."
"Cari kerja yang bener, jangan mampir-mampir ke warung Nyai. Awas!" ancam Marni.
Kadali cuma garuk-garuk kepala sambil berjalan. Serba salah sepertinya jadi suami tanpa pekerjaan. Duduk di rumah saja, salah! Mau cari kerja, belum-belum sudah diprasangkai! Kapan benernya.
Kali ini, ketika keluar rumah Kadali memang sudah sangat berniat mencari pekerjaan, makanya ia menemui beberapa orang teman sebayanya yang sekiranya bisa membantunya. Walaupun, tentu saja, tidak ada orang yang bisa membantunya. Yono sedang tidak ada di rumah, Yanto sedang tidak ada di rumah juga, Agung tengah di rumah memang, tapi ia juga sedang jobless. Alhasil, Kadali hanya bisa masgul menemui kenyataan pahit seperti itu.
Ia lalu memeriksa kantong celananya. Siapa tahu ada uang di dalamnya. Cuma ada 2000 perak. Uang segitu hanya cukup dibelikan pisang goreng dan segelas es teh manis. Kadali berpikir, jika dibawa pulang pun tentu tidak cukup untuk dimakan berdua. Makanya, ia memutuskan untuk makan langsung saja di warung Nyai, yang menyediakan beragam jajanan desa.
***
Di warung Nyai, Kadali melihat beberapa orang tengah jajan. Namun, orang yang ditemuinya di warung bukanlah orang yang berasal dari kampungnya. Ya, selain ia belum pernah melihatnya, orang-orang itu membicarakan tentang harta karun gaib yang bisa didapatnya di Gunung Jati.
"Tapi, kira-kira siapa orang yang bisa kita mintai tolong untuk perkara ini?" tanya salah seorang dari mereka.
Kadali berpikir bahwa kedua orang itu adalah uang yang datang. Kadali, yang duduk tidak jauh dari mereka, bangkit dan menghampiri mereka.
"Kenalin, nama saya Kadali," kata Kadali mengajak kedua orang itu kenalan.
Ternyata kedua orang itu bernama Wiguna Arya dan Slamet Adi yang berasal dari Semarang. Keduanya mendapat kabar kalau di Gunung Jati Cirebon ada harta karun gaib yang bisa disedot melalui ritual tertentu. Permasalahannya mereka tidak tahu harus melakukannya dari mana.
"Hmm, saya bisa bantu bapak-bapak sekalian," kata Kadali.
"Benarkah?" tanya Kasman, matanya berbinar-binar.
"Bagaimana caranya?" tanya Kurip.
"Bapak-bapak saya antar ke kuncennya ya? Asal cocok sama cocok aja," tawar Kadali tanpa tedeng aling-aling.
Dipikir-pikir selama beberapa jenak, kedua orang tersebut akhirnya menyetujui penawaran Kadali. Maka, Kadali mengantarkan mereka ke rumah kuncen yang tidak jauh letaknya dari warung Nyai.
"Tunggu di sini sebentar, saya menemui Mbah Kuncen dulu," kata Kadali kepada kedua orang itu.
Wiguna Arya dan Slamet Adi menunggu Kadali di depan rumah Mbah Kuncen. Sementara, Kadali sedang rembug dengan Mbah Kuncen di dalam rumah.
“Permisi. Mbah… Mbah…” panggil Kadali.
“Ya, siapa ya?” tanya seorang laki-laki tua yang keluar dari dalam rumah.
“Saya, Kadali, Mbah.”
“Oh, silakan masuk Nak Kadali,” Mbah Kuncen mempersilakan Kadali masuk dan mempersilakannya duduk, “Ada apa Nak Kadali?”
“Begini Mbah, saya punya temen yang katanya mau mencari harta gaib di Gunung Jati. Kira-kira bagaimana?”
“Bisa saja.”
Lalu, Mbah Kuncen menerangkan beberapa hal kepada Kadali. Setelah itu, Kadali menyampaikan kepada Wiguna Arya dan Slamet Adi. Tanpa pikir panjang kedua orang itu sepakat dengan Kadali.
“Jadi, bagaimana?” tanya Kadali.
“Baiklah. Tapi, pencari harta tidak cuma kami berdua. Ada sekitar 30-an orang. Apakah harus ke sini semua?”
“Soal itu, ditanyakan langsung saja sama Mbah Kuncen. Silakan masuk…” pinta Kadali.
Wiguna Arya dan Slamet Adi segera masuk ke dalam rumah Mbah Kuncen. Di dalam mereka berdua mendapat wejangan, yang intinya berapa pun orang yang mencari harta karun tidak menjadi persoalan. Asalkan semua syarat terpenuhi. Seperti, membawa peti mati, kain putih, dan menjadikan Kadali sebagai joki. Joki yang menggantikan orang bertapa untuk mendapatkan harta gaib.
Bersambung ke cerpen horor: Harta Karun Gaib [Part 2].[]
"Ya, sabar tho, Bu. Toh, aku tetep ubek, nggak diem aja," timpal Kadali, mencoba menetralkan keadaan.
Namun, sepertinya Marni sudah kehilangan kesabaran. Diladeninya sahutan Kadali dengan sahutan lagi, "Kalau begitu ubek-nya yang giat, yang lebih sering, dan kalau ubek tuh yang hasilnya banyak! Jangan yang dikit diambil juga."
Kadali mendesah mendengar ceriwitan Marni. Ia tidak tahu mesti berbuat apa lagi. Sebetulnya, Kadali bukanlah pemalas. Ia terus bekerja membanting tulang dengan bekerja serabutan. Namun, nasib memang belum berpihak padanya. Pekerjaannya sebagai pekerja serabutan hanya cukup untuk makan sehari-hari, itu pun sangat nge-press.
"Lama-lama begini, aku kembali ke rumah orang tuaku saja!" pekik Marni.
Kadali bangkit. "Yo wes, yo wes, aku cari kerja nih!" Kadali lalu mengambil t-shirt-nya yang sudah tidak baru lagi.
"Mau kemana kamu?!" tanya Marni, saat Kadali sampai di pintu keluar.
"Katanya, disuruh cari kerja, ya harus keluar kan? Ketemu orang, ngobrol, tanya-tanya..."
"Cari kerja yang bener, jangan mampir-mampir ke warung Nyai. Awas!" ancam Marni.
Kadali cuma garuk-garuk kepala sambil berjalan. Serba salah sepertinya jadi suami tanpa pekerjaan. Duduk di rumah saja, salah! Mau cari kerja, belum-belum sudah diprasangkai! Kapan benernya.
Kali ini, ketika keluar rumah Kadali memang sudah sangat berniat mencari pekerjaan, makanya ia menemui beberapa orang teman sebayanya yang sekiranya bisa membantunya. Walaupun, tentu saja, tidak ada orang yang bisa membantunya. Yono sedang tidak ada di rumah, Yanto sedang tidak ada di rumah juga, Agung tengah di rumah memang, tapi ia juga sedang jobless. Alhasil, Kadali hanya bisa masgul menemui kenyataan pahit seperti itu.
Ia lalu memeriksa kantong celananya. Siapa tahu ada uang di dalamnya. Cuma ada 2000 perak. Uang segitu hanya cukup dibelikan pisang goreng dan segelas es teh manis. Kadali berpikir, jika dibawa pulang pun tentu tidak cukup untuk dimakan berdua. Makanya, ia memutuskan untuk makan langsung saja di warung Nyai, yang menyediakan beragam jajanan desa.
***
Di warung Nyai, Kadali melihat beberapa orang tengah jajan. Namun, orang yang ditemuinya di warung bukanlah orang yang berasal dari kampungnya. Ya, selain ia belum pernah melihatnya, orang-orang itu membicarakan tentang harta karun gaib yang bisa didapatnya di Gunung Jati.
"Tapi, kira-kira siapa orang yang bisa kita mintai tolong untuk perkara ini?" tanya salah seorang dari mereka.
Kadali berpikir bahwa kedua orang itu adalah uang yang datang. Kadali, yang duduk tidak jauh dari mereka, bangkit dan menghampiri mereka.
"Kenalin, nama saya Kadali," kata Kadali mengajak kedua orang itu kenalan.
Ternyata kedua orang itu bernama Wiguna Arya dan Slamet Adi yang berasal dari Semarang. Keduanya mendapat kabar kalau di Gunung Jati Cirebon ada harta karun gaib yang bisa disedot melalui ritual tertentu. Permasalahannya mereka tidak tahu harus melakukannya dari mana.
"Hmm, saya bisa bantu bapak-bapak sekalian," kata Kadali.
"Benarkah?" tanya Kasman, matanya berbinar-binar.
"Bagaimana caranya?" tanya Kurip.
"Bapak-bapak saya antar ke kuncennya ya? Asal cocok sama cocok aja," tawar Kadali tanpa tedeng aling-aling.
Dipikir-pikir selama beberapa jenak, kedua orang tersebut akhirnya menyetujui penawaran Kadali. Maka, Kadali mengantarkan mereka ke rumah kuncen yang tidak jauh letaknya dari warung Nyai.
"Tunggu di sini sebentar, saya menemui Mbah Kuncen dulu," kata Kadali kepada kedua orang itu.
Wiguna Arya dan Slamet Adi menunggu Kadali di depan rumah Mbah Kuncen. Sementara, Kadali sedang rembug dengan Mbah Kuncen di dalam rumah.
“Permisi. Mbah… Mbah…” panggil Kadali.
“Ya, siapa ya?” tanya seorang laki-laki tua yang keluar dari dalam rumah.
“Saya, Kadali, Mbah.”
“Oh, silakan masuk Nak Kadali,” Mbah Kuncen mempersilakan Kadali masuk dan mempersilakannya duduk, “Ada apa Nak Kadali?”
“Begini Mbah, saya punya temen yang katanya mau mencari harta gaib di Gunung Jati. Kira-kira bagaimana?”
“Bisa saja.”
Lalu, Mbah Kuncen menerangkan beberapa hal kepada Kadali. Setelah itu, Kadali menyampaikan kepada Wiguna Arya dan Slamet Adi. Tanpa pikir panjang kedua orang itu sepakat dengan Kadali.
“Jadi, bagaimana?” tanya Kadali.
“Baiklah. Tapi, pencari harta tidak cuma kami berdua. Ada sekitar 30-an orang. Apakah harus ke sini semua?”
“Soal itu, ditanyakan langsung saja sama Mbah Kuncen. Silakan masuk…” pinta Kadali.
Wiguna Arya dan Slamet Adi segera masuk ke dalam rumah Mbah Kuncen. Di dalam mereka berdua mendapat wejangan, yang intinya berapa pun orang yang mencari harta karun tidak menjadi persoalan. Asalkan semua syarat terpenuhi. Seperti, membawa peti mati, kain putih, dan menjadikan Kadali sebagai joki. Joki yang menggantikan orang bertapa untuk mendapatkan harta gaib.
Bersambung ke cerpen horor: Harta Karun Gaib [Part 2].[]
EmoticonEmoticon