Tampilkan postingan dengan label Nyamuk. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Nyamuk. Tampilkan semua postingan

Minggu, 21 Juli 2019

Ayo Kita Sambut Dan Sukseskan
Gerakan Tagar "2019 GANTI PRESIDEN"
Mari Selamatkan NKRI Tercinta Ini
Dari Makar Jahat Kaum Sepilis Atheis
Serta Intervensi Asing Dan Aseng

Dongeng Seekor Nyamuk

Di suatu negeri antah-berantah bertahtalah seorang raja yang arif bijaksana. Raja itu hidup bersama permaisuri dan putra-putrinya. Rakyat sangat mencintainya. Istananya terbuka setiap waktu untuk dikunjungi siapa saja. Ua mau mendengar pendapat dan pengaduan rakyatnya. Anak-anak pun boleh bermain-main di halaman sekitar istana.



Di negeri itu hidup juga seorang janda dengan seorang anaknya yang senang bermain di sekitar istana. Setiap pergi ke istana, ia selalu membawa binatang kesayangannya, seekor nyamuk. Leher nyamuk itu diikat dengan tali dan ujung tali dipegangnya. Nyamuk akan berjalan mengikuti ke mana pun anak itu pergi.

Pada suatu sore, anak itu sedang bermain di sekitar halaman istana. Karena asyik bermain, ia lupa hari sudah mulai gelap. Raja yang baik itu mengingatkannya dan menyuruhnya pulang.

“Orang tuamu pasti gelisah menantimu,” kata raja.

“Baik, Tuanku,” sahutnya, “karena hamba harus cepat-cepat pulang, nyamuk ini hamba titipkan di istana.”

“Ikatkan saja di tiang dekat tangga,” sahut raja.

Keesokan harinya, anak itu datang ke istana. Ia amat terkejut melihat nyamuknya sedang dipatuk dan ditelan seekor ayam jantan. Sedih hatinya karena nyamuk yang amat disayanginya hilang. Ia mengadukan peristiwa itu kepada raja karena ayam jantan itu milik raja.

“Ambillah ayam jantan itu sebagai ganti,” kata raja.

Anak itu mengucapkan terima kasih kepada raja. Kaki ayam jantan itu pun diikat dengan tali dan dibawa ke mana saja. Sore itu ia kembali bermain-main di sekitar istana. Ayam jantannya dilepas begitu saja sehingga bebas berkeliaran ke sana kemari. Ayam jantan itu melihat perempuan-perempuan pembantu raja sedang menumbuk padi di belakang istana, berlarilah dia ke sana. Dia mematuk padi yang berhamburan di atas tikar di samping lesung, bahkan berkali-kali dia berusaha menyerobot padi yang ada di lubang lesung.

Para pembantu raja mengusir ayam jantan itu agar tidak mengganggu pekerjaan mereka. Akan tetapi, tak lama kemudian ayam itu datang lagi dan dengan rakusnya berusaha mematuk padi dalam lesung.

Mereka menghalau ayam itu dengan alu yang mereka pegang. Seorang di antara mereka bukan hanya menghalau, tetapi memukulkan alu dan mengenai kepala ayam itu. Ayam itu menggelepargelepar kesakitan. Darah segar mengalir dari kepala. Tidak lama kemudian, matilah ayam itu.

Alangkah sedih hati anak itu melihat ayam kesayangannya mati. Ia datang menghadap raja memohon keadilan. “Ambillah alu itu sebagai ganti ayam jantanmu yang mati!” kata raja kepadanya.

Anak itu bersimpuh di hadapan raja dan menyampaikan rasa terima kasih atas kemurahan hati raja.

“Hamba titipkan alu itu di sini karena di rumah ibu hamba tidak ada tempat untuk menyimpannya,” pintanya.

“Sandarkanlah alu itu di pohon nangka,” kata raja. Pohon nangka itu rimbun daunnya dan lebat buahnya.

Keesokan harinya, ketika hari sudah senja, ia bermaksud mengambil alu itu untuk dibawa pulang. Akan tetapi, alu itu ternyata patah dan tergeletak di tanah. Di sampingnya terguling sebuah nangka amat besar dan semerbak baunya.

“Nangka ini rupanya penyebab patahnya aluku,” katanya, “aku akan meminta nangka ini sebagai ganti aluku kepada raja!”

Raja tersenyum mendengar permintaan itu. “Ambillah nangka itu kalau engkau suka,” kata raja.

“Tetapi, hari sudah mulai gelap!” kata anak itu. “Hamba harus cepat tiba di rumah. Kalau terlambat, ibu akan marah kepada hamba. Hamba titipkan nangka ini di istana.”

“Boleh saja,” ujar raja, “letakkan nangka itu di samping pintu dapur!”

Bau nangka yang sedap itu tercium ke seluruh istana. Salah seorang putri raja juga mencium bau nangka itu. Seleranya pun timbul.

“Aku mau memakan nangka itu!” kata putri berusaha mencari dimana nangka itu berada. “Kaiau nangka itu masih tergantung di dahan, aku akan memanjat untuk mengambilnya!”

Tentu saja putri raja tidak perlu bersusah payah memanjat pohon nangka karena nangka itu ada di samping pintu dapur. Ia segera mengambil pisau dan nangka itu pun dibelah serta dimakan sepuas-puasnya.

Kita tentu dapat menerka kejadian selanjutnya. Anak itu menuntut ganti rugi kepada raja. Pada mulanya raja bingung, tetapi dengan lapang dada beliau bertitah, “Ketika nyamukmu dipatuk ayam jantan, ayam jantan itu menjadi gantinya. Ketika ayam jantan mati karena alu, kuserahkan alu itu kepadamu. Demikian pula ketika alumu patah tertimpa nangka, nangka itu menjadi milikmu. Sekarang, karena putriku menghabiskan nangkamu, tidak ada jalan lain selain menyerahkan putriku kepadamu.”

Putri raja sebaya dengan anak itu. Akan tetapi, mereka belum dewasa sehingga tidak mungkin segera dinikahkan. Ketika dewasa, keduanya dinikahkan. Raja merayakan pesta secara meriah. Setelah raja meninggal, anak itu menggantikan mertuanya naik takhta. Ibunya juga diajak untuk tinggal di istana.

Kamis, 21 Maret 2019

Ayo Kita Sambut Dan Sukseskan
Gerakan Tagar "2019 GANTI PRESIDEN"
Mari Selamatkan NKRI Tercinta Ini
Dari Makar Jahat Kaum Sepilis Atheis
Serta Intervensi Asing Dan Aseng

Asal Mula Nyamuk Berdengung

Nyamuk adalah sejenis serangga pembawa penyakit yang mempunyai dua sayap bersisip, tubuh yang langsing, dan enam kaki yang panjang. Dari berbagai jenis nyamuk yang ada, jarang sekali yang memiliki ukuran tubuh melebihi 15 mm. Menurut cerita masyarakat Yogyakarta, dahulu ukuran nyamuk besarnya sebesar kambing dan dapat berbicara layaknya manusia. Namun karena tersebab oleh sebuah peristiwa, tubuh nyamuk yang semula besarnya sebesar kambing tersebut berubah menjadi kecil dan suaranya pun berubah menjadi berdengung. Peristiwa apakah yang menyebabkan nyamuk berubah menjadi kecil dan suaranya menjadi berdengung? Ikuti kisahnya dalam cerita Asal Mula Nyamuk Berdengung berikut ini.


Alkisah, di kaki bukit di daerah Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, terdapat sebuah dusun terpencil yang jauh dari keramaian. Penduduk dusun tersebut senantiasa hidup rukun, damai, dan sejahtera. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, mereka berladang dan beternak hewan seperti sapi dan kambing. Setiap hari mereka pergi ke ladang dan ngarit (mencari rumput) untuk ternak mereka dengan perasaan aman dan tenang. 
Suatu ketika, suasana damai dan tenang tersebut terusik oleh kabar akan kedatangan seekor Ratu Nyamuk ke dusun itu. Seluruh warga pun menjadi cemas dan takut keluar rumah untuk mencari nafkah. Bagaimana mereka tidak takut, tubuh Ratu Nyamuk itu amat gemuk dan ukurannya sebesar kambing. Ratu Nyamuk itu juga memiliki kaki yang panjang dan berbulu. Demikian pula paruhnya amat runcing dan tajam sehingga dapat mencucuk kulit hewan yang kasar seperti kuda sekalipun. Oleh karena itu, setiap orang atau hewan yang dihisapnya akan meninggal karena kehabisan darah. 
Merasa terancam keselamatannya, para warga pun segera mengadakan rembug desa (musyawarah desa) yang dipimpin langsung oleh kepala dusun setempat.
“Bagaimana kalau Ratu Nyamuk itu kita jebak dan binasakan beramai-ramai?” usul salah seorang warga.
“Maaf, saudara. Saya kira apa yang Anda usulkan itu tidak akan berhasil,” sanggah seorang warga lainnya, “Ratu Nyamuk itu dapat terbang tinggi sehingga sulit untuk menjebaknya, apalagi membinasakannya.”
Suasana musyawarah tersebut cukup menegangkan. Sudah banyak usulan yang disampaikan oleh warga, namun belum satu pun yang disepakati secara bersama-sama oleh seluruh peserta rapat. Sebagian dari warga sudah ada yang merasa cemas dan putus asa karena belum juga menemukan cara yang tepat untuk membinasakan si Ratu Nyamuk
“Tenang, saudara-saudara! Kita tidak perlu berputus asa,” ujar Kepala Dusun, “Setahu saya, Ratu Nyamuk itu memakai sebuah subang yang menjadi rahasia kesaktiannya. Jika subang itu kita ambil, tentu kekuataannya akan hilang dan akan berubah menjadi kecil. Dengan demikian, kita dapat menghalaunya dengan mudah.”
“Tapi, Pak Dukuh. Siapa yang akan berani mengambil subang Ratu Nyamuk itu?” tanya seorang warga.

Mendengar pertanyaan itu, seluruh peserta rapat terdiam seraya saling memandang satu sama lain. Mereka semua bingung karena takut darahnya dihisap oleh si Ratu Nyamuk. Di tengah kebingungan para warga, sang kepala dusun melanjutkan pembicaraannya.
“Saya juga mendengar kabar bahwa saat ini si Ratu Nyamuk sedang siap bertelur. Dengan demikian, dia pasti memerlukan pertolongan saat akan mengeluarkan telurnya. Satu-satunya orang yang dapat menolongnya adalah seorang dukun bayi,” ungkap sang Kepala Dusun.
“Lalu, bagaimana si dukun bayi dapat mengambil subang Ratu Nyamuk itu?” tanya seorang yang lain dengan bingung.
Dengan tenang Kepala Dusun menjawab, “Sebelum menolongnya, dukun bayi itu harus meminta sebuah syarat kepada si Ratu Nyamuk yaitu menyerahkan subangnya,” jelas sang Kepala Dusun.
Mendengar penjelasan itu, seluruh peserta rapat mengangguk-anggukkan kepala pertanda setuju. Akhirnya, para warga bersepakat untuk meminta pertolongan kepada Mbok Surti, satu-satunya dukun bayi yang ada di dusun tersebut. Mbok Surti dikenal sebagai dukun bayi yang pemberani dan memiliki banyak pengetahuan.   
“Bagaimana Mbok Surti, apakah kamu bersedia untuk melaksanakan tugas ini?” tanya Kepala Dusun kepada Mbok Surti yang juga hadir dalam musyawarah itu.
“Demi keamanan dan ketenteraman bersama, saya bersedia melaksanakan amanat para warga ini,” jawab Mbok Surti. 
Suatu hari, saat hendak bertelur, Ratu Nyamuk datang menemui Mbok Surti untuk meminta pertolongan. Sesuai dengan yang diamanatkan kepadanya, Mbok Surti pun mengajukan persyaratan itu kepada Ratu Nyamuk.
“Saya bersedia membantumu wahai Ratu Nyamuk, tapi dengan syarat kamu harus menyerahkan subangmu kepadaku,” tegas Mbok Surti.
“Baiklah, Mbok Surti. Aku terima persyaratanmu,” kata Ratu Nyamuk.
Setelah menyerahkan subangnya kepada Mbok Surti, Ratu Nyamuk itu segera terbang ke ke atas sebuah pohon. Sementara itu, Mbok Surti segera menyimpan subang itu baik-baik. Ia kemudian mengambil seonggok jerami dan meletakannya di bawah pohon tempat Ratu Nyamuk bertengger.
“Hai, Mbok Surti! Untuk apa jerami itu?” tanya Ratu Nyamuk.
“Kamu akan bertelur di atas tumpukan jerami ini agar telur-telurmu aman,” ujar Mbok Surti.
Tanpa merasa curiga sedikit pun, Ratu Nyamuk itu segera terbang rendah di atas tumpukan jerami setelah Mbok Surti memintanya. Begitu ia hendak mengeluarkan telurnya, Mbok Surti dengan cepat membakar tumpukan jerami itu. Api pun menyala sangat besar dan kemudian padam dengan cepat sehingga menimbulkan kepulan asap tebal yang berwarna hitam. Tak ayal, si Ratu Nyamuk pun jatuh ke tanah dan menggelepar-gelepar terkena kepulan asap jerami. Beberapa saat kemudian, telur sebesar jagung keluar dari tubuhnya dengan jumlah yang sangat banyak. Pada saat yang bersamaan, tubuh Ratu Nyamuk itu perlahan-lahan berubah menjadi kecil hingga sebesar telurnya. Hal itu dikarenakan tubuhnya yang amat lemah, sementara subang saktinya sudah tidak melekat padanya.
Beberapa saat kemudian, telur Ratu Nyamuk yang jumlahnya banyak itu tiba-tiba menetas menjadi nyamuk-nyamuk kecil. Ratu Nyamuk kemudian mengajak anak-anaknya untuk mengelilingi Mbok Surti dan merebut kembali subangnya. Namun, saat ia hendak meminta subangnya kepada Mbok Surti, suara yang keluar dari mulutnya hanya suara dengungan.
“Ngung... ngung... ngung...,” demikian suara dengungan Ratu Nyamuk itu.
Suara dengungan tersebut kemudian ditiru oleh seluruh anak-anaknya. Mbok Surti yang tidak mengerti maksud suara dengungan itu segera meninggalkan mereka. Namun, Ratu Nyamuk dan anak-anaknya terus mengejar dan mengelilinginya sambil berdengung-dengung. Oleh karena merasa terganggu oleh suara dengungan itu, Mbok Surti segera mengumpulkan jerami lalu membakarnya. Begitu api yang membakar jerami tersebut padam asap tebal pun mengepul dan mengenai Ratu Nyamuk dan anak-anaknya. Mereka pun beterbangan meninggalkan Mbok Surti karena tidak tahan dengan asap jerami itu. Berkat bantuan Mbok Surti mengusir nyamuk-nyamuk tersebut, penduduk di dusun itu kembali hidup aman dan tenteram. Mereka pun dapat mencari nafkah dan mencari rumput di ladang tanpa dihantui oleh perasaan cemas. 
Sejak peristiwa tersebut, nyamuk bertubuh kecil dan hanya bisa berdengung. Nyamuk-nyamuk tersebut hanya bisa mengeluarkan suara dengungan. Meski demikian, mereka akan terus mengejar Mbok Surti untuk meminta subangnya. Itulah sebabnya mereka selalu mengganggu manusia hingga saat ini dengan berdengung di dekat telinganya. Demikian pula, hingga saat ini masih banyak penduduk desa yang menggunakan asap jerami untuk mengusir nyamuk.

Demikian cerita legenda Asal Mula Nyamuk Berdengung dari daerah Yogyakarta. Sedikitnya ada dua pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas yaitu keutamaan musyawarah untuk mufakat dan keutamaan suka membantu demi kepentingan umum. Pertama, keutamaan musyawarah untuk mufakat terlihat pada sikap dan perilaku para warga dusun. Pada saat menghadapi sebuah masalah, mereka senantiasa mengadakan musyawarah untuk mencari pemecahannya secara bersama-sama. Kedua, keutamaan suka menolong terlihat pada sikap dan perilaku Mbok Surti. Demi ketenteraman seluruh warga, ia bersedia menolong para warga dari gangguan Ratu Nyamuk dengan keberanian dan pengetahuan yang dimilikinya. Berkat pertolongannya, warga dusun pun kembali hidup aman dan tenteram.