Rumah Leluhur Jawa
Sejak aku menulis tentang Rumah Joglo Juwana, rasa rasanya beberapa hari ini aku terus menerus diliputi rasa penasaran. Sebab Rumah yang kemarin aku tulis itu adalah bagian dari omah njaba (rumah depan), sementara omah mburi sudah dibongkar dan diberikan kepada salah satu ahli waris lainnya. Padahal dalam hati aku ingin sekali menulis tentang Rumah Joglo di wilayah Kabupaten Pati yang masih utuh. Aku ingin semua orang tahu bahwa Kabupaten Pati juga memunyai rumah adat yang layak diketahui. Karena kebetulan keluargaku di Juwana banyak yang masih menempapti rumah Joglo, maka aku mencoba menelisik kembali tentang rumah ini. Masalahnya ya itu tadi, terbentur dengan bangunan yang sudah tak utuh lagi. Hanya ada dua cara untuk menyiasati keinginanku ini. Pertama, aku akan mengambil gambar di rumah sepupu ibuku khusus bagian omah mburi saja dan yang kedua aku harus mencari rumah lain yang masih lengkap. Aku ingin melakukannya, karena aku tidak ingin membohongi para pembaca tentang rumah Joglo Juwana, yang juga berukir indah.
Rumah Joglo Juwana
Dari cerita yang aku dengar waktu kecil, aku tahu jika omah mburi yang sudah dibongkar itu, juga dibuat rumah lagi. Fungsinya tetap sebagai omah mburi. Sedang bangunan omah ngarep, galang (membuat) yang baru. Rumah itu sekarang menjadi milik adik sepupu, ibuku. Dulu aku masih menyaksikan rumah bagian tengah jika pas main ke sana. Ukiran di dalamnya sangat indah dan antik.
Seiring waktu yang berjalan aku bahkan melupakannya. Ingatanku akan kembali membayangkan rumah yang aku tinggali waktu kecil itu, jika keluarga tengah mencuci gebyok( dinding rumah dari kayu ) saat menjelang bulan puasa. Aku kadang menyesali kenapa rumah besar yang nyeni (artistik dan antik) ini harus tak utuh lagi. Padahal empat soko guru yang besar itu, mencerminkan betapa kakek buyutku saat itu termasuk orang yang cukup terpandang. Sebab, tidak semua orang bisa membangun sebuah rumah dengan kualitas kayu jati yang top. (bukan untuk menyombongkan diri hehehe...kan itu punya nenek moyang ku. Tapi Alhamdullillah aku termasuk ahli warisnya :D).
lawang tengah , di atasnya tertulis nama pemilik dan tgl pembuatan
lincak/mbangko (tempat duduk) di emper
lawang tengen dan lawang tengah
emper
Setelah beberapa tahun tak kesana, aku jadi terkejut dengan keadaan rumah sekarang. Betapa kecewanya hatiku setelah kulihat dengan mata kepala sendiri jika ornamen antik yang penuh ukiran indah itu sudah di bongkar. Sudah berganti kamar masa kini dan jendela yang tidak menarik lagi. Akupun bertanya, di mana kerangka itu sekarang? Jawabnya di biarkan teronggok sebagai barang tak bernilai. Kayu kayunya sudah rusak karena tak terawat. Hatiku mendadak sedih, teringat pada Kakek Buyutku Sowidjojosardjan, yang harus ngupi-upi (menabung sedikit demi sedikit) harta dengan bekerja keras, untuk bisa membangun rumah kebanggan yang sebagus ini. Dalam hati aku sempat protes dengan sikap orang jaman sekarang yang tak mau nguri-uri (merawat dan menjaga) harta benda milik leluhurnya.Tapi apa yang Bisa kulakukan? Rumah itu bukan milikku.
Sepertinya ibuku tahu tentang kegalauanku. Ibu langsung memberitahuku tentang rumah Joglo yang masih utuh. Aku sempat menebak rumah siapa gerangan? Ternyata rumah itu masih rumah tetangga ibuku sendiri. Rumah yang waktu kecil, halamanannya sering aku kunjungi. Halaman yang dulu sering menjadi jujugan (pusat) saat bermain layang layang dan membuat petasan dari bambu. Memoriku langsung muncul saat kakiku yang masih anak anak selalu terdampar di rerumputan hijau di depan rumah yang kata ibuku itu masih utuh itu.
Di gang yang sama dengan rumah ibuku memang ada 6 rumah berbentuk Joglo Tapi aku lupa jika salah satu rumah itu masih lengkap. Kebetulan juga, 1 rumah lagi , lantainya masih berbentuk geladhak (rumah berlantai kayu). Sayang kata ibuku rumah itu tidak terawat setelah pemiliknya meninggal. Rumah itu juga sudah bercat jadi warna kayunya tak lagi menarik
Saat aku dolan ke rumah ibu, ibu langsung mengajakku melihat rumah itu. Ibu bahkan sudah membuat janji dengan pemilik rumah. Meski hanya 6 rumah, jarak satu rumah dengan rumah lainnya seperti jarak dari Sabang sampai Merauke,...hihihi. Pemilik rumah itu sudah meninggal saat aku masih kecil dan sekarang rumah itu ditempati oleh anak lelakinya. Ternyata anaknya ini peduli dengan peninggalan orang tuanya yang bernilai tinggi ini. Dengan pekerjannya di pelayaran, rasanya tak susah untuk merawat Rumah Joglo yang sekarang sudah menjadi miliknya tersebut. Katanya Ia ingin tetap mempertahankan keasliannya. Makanya aku benar benar terpesona begitu memasuki rumah yang waktu aku masih kecil masih berlantai tanah dan kayu kayu yang tidak bercat itu lusuh ditelan waktu. Rumah ini dibangun sekitar tahun 1925an Yang kulihat sekarang Rumah Joglo itu berubah terang dan bersinar. Ukiran kayu di omah mburi tepatnya di gedhongan/peturon (tempat tidur) super keren abis. Aku bahkan berkali kali berkata pada ibuku "Apik Tenan Yo?" (Indah sekali ya?). Gambar gambar yang kuambil inipun kalah bagus dengan aslinya. Andai aku jadi fotografer ternama, tak akan kusia-siakan keahlianku untuk membingkai setiap detil sudut sudut ruangannya.
omah njaba (rumah bagian depan)
lampu kuno
mahkoto / skesel (merupakan hiasan untuk penyekat omah ngarep dengan omah mburi)
Bentuknya aneka macam dan berukir
midhangan dan soko
midhangan
Bagian omah njaba
omah njaba dan perabotan
lawang butulan ke ruang barong
Rumah Joglo yang sudah besar makin bertambah besar karena adanya ruang barong di sisi kiri kanan rumah.
Mungkin ini yang membedakan rumah Joglo di Juwana dengan rumah Joglo di Jawa Tengah lainnya.
gedhongan tengah yang merupakan kamar tidur. Gedhongan tengah mempunyai pintu yang lebih lebar dengan model dua daun pintu.
Sedang Gedhongan kiwa dan tengen pintunya lebih kecil dengan bentuk satu daun pintu.
gedhongan tengen di bagian omah mburi
soko omah mburi (soko omah mburi ada 2, terletak di tengah ruang
gedhongan bagian atas dan blandar
Soko di ruang tengah ada 2. Terletak di kiri dan kanan ruangan. Kayu yang digunakan tidak sebesar kayu untuk soko guru
soko di omah mburi
ruangan omah mburi (Rumah belakang/rumah tengah)
ukiran pada gedhongan
Karena aku tak mungkin bisa menerbitkan buku, aku hanya Bisa berbagi cerita lewat blog ini. Semoga Bisa menambah wawasan para pembaca tentang Juwana. Juwana yang mempunyai sejarah dan menyimpan cerita tentang hidupnya. Satu persatu sepertinya bisa aku ungkapkan dengan ceritaku bahwa di Juwana ada Batik, Kuningan, Kapal, Bandeng, Stasiun, dan Rumah Joglo. Sayang aku bukan ahli tentang tata ruang, jadi ulasan tentang rumah Joglo ini pasti banyak kekurangan. Sebab detil bagian bagian rumah hanya bisa aku tanyakan pada Bapak dan ibuku yang dulu memang tinggal di rumah Joglo.
EmoticonEmoticon