Nasi Goreng ruwet.
Kurang sedap jika tidak ditambah terasi
Bahan : Nasi putih, Mie, kol,onclang, tomat, kecap manis, minyak untuk menggongso.
Bumbu: Cabai merah/rawit,bawang merah, bawang putih, terasi, merica, kemiri, garam, gula (diulek),
Bawang merah iris (digoreng), setengah untuk bumbu dan setengahnya untuk taburan.
Cara Membuat : Rebus mie hingga lunak lalu tiriskan. Siapkan nasi putih. Bawang merah di goreng hingga harum baunya.
Setelah itu masukkan bumbu yang diulek. Satu persatu masukkan nasi putih , mie, tomat dan kol.
Aduk hingga bercampur lalu tambahkan kecap manis. Saat mau diangkat masukkan onclang.
Hidangkan dengan taburan bawang goreng
Mengolah rebon menjadi Terasi, lalu kita pakai untuk Memasak
Terasi tak asing bagi masyarakat Juwana. Juwana memang daerah penghasil terasi. Terasinya asli dari rebon dan tanpa campuran. Mau tahu ciri ciri terasi yang asli dan enak? Warnanya merah kehitam-hitaman , teksturnya halus, tidak berasa asin, baunya tidak menyengat. Tapi tetep saja ya rasanya gurih. Tapi gurihnya lain lho sama MSG.
Gimana sebenarnya rebon ini masuk ke Tambak?
Petani tambak yang memelihara ikan bandeng dan udang , harus rajin menjaga tambaknya setiap hari. Sebab kondisi alam yang berubah ubah, setiap saat berpengaruh pada kehidupan ikan. Memelihara makhluk hidup itu, mesti punya kiat kiat khusus agar peliharaannya dapat tumbuh baik. Seperti menangani anak kecil yang butuh penjagaan , udang dan bandeng juga demikian. Nah, salah satu hal yang diperhatikan para petani tambak di Juwana adalah kondisi air. Jika kondisi air jelek atau membahayakan bagi bandeng dan udang maka petani akan segera mengganti air tersebut. Cara pergantian yaitu,
1. Mbedhahi atau ngejog : membuang atau mengeluarkan air tambak ke sungai
2. Nyoroti : memasukkan air dari sungai.
Keluar dan masuknya air tambak ini melalui sebuah pintu masuk yang di sebut panggelan. Panggelan (kalau tidak salah) mempunyai tiga pintu yang mempunyai fungsi berbeda. Hal ini agar air yang jelek dan air yang baru masuk tidak bercampur.
Ternyata rebon rebon ini menjadi penumpang gelap yang mengikuti arus air yang masuk saat petambak memasukkan air dari sungai. Karena keenakan tinggal di tambak, mereka lalu mecah. Mecah itu maksudnya menikah, berkembang biak dan beranak pinak hingga populasinya meledak. Rebon inilah yang disebut Rebon tambak.
Petanipun harus mengatasi masalah ini dengan jernih. Tak bisa asal buang dan masukkan air lho? Kudu ada solusi yang tepat. Kalau asal asalan caranya, udang dan bandeng bisa stress dan mati mendadak. Nah , itu kan, tak hanya manusia yang terkena serangan jiwa model ini? Makanya jadi petambak juga mesti profesional....hehehe. (Ini kata Bapakku :D)
Terus gimana caranya mengatasi rebon rebon ini?
Pertama, petambak harus kembali meriksa kondisi air tambak. Jika kondisi air masih bagus, rebon rebon itu cukup dijangoni (diseroki dengan jaring). Waktu yang tepat untuk njangoni ternyata saat fajar (Shubuh), saat dimana rebon rebon sedang melakukan aksi " unjuk rasa " dengan cara bergerombol membentuk koloni dan ngrambyang (mengapung). Di sini petambak harus sigap dan bekerja keras untuk menangkapi mereka terutama provokator rebon.
Ternyata repot juga ya, mesti bekerja di air ketika udara dingin masih menusuk kulit. Kenapa tidak siang hari saja? Ternyata kalau siang rebon rebon ini sibuk dengan urusannya sendiri. Mereka menyebar ke seluruh tambak dan tak memperlihatkan batang hidungnya.
Cara kedua, jika air benar benar jelek kondisinya, maka air tambak harus dibuang. Untuk menangkap rebon harus menggunakan cara lain. Petambak harus memasang cathok (semacam jaring) di panggelan (pintu masuk dan keluar air). Begitu pintu panggelan dibuka maka rebon rebon akan mengikuti arus dan terjaring dengan sendirinya.
Sebenarnya kondisi yang bagaimana hingga petambak memutuskan mengganti air?
Kondisi saat air jelek adalah saat rebon rebon itu menjadi tak terkendali jumlahnya. Mereka bisa mencemari mutu air dan menyebabkan terganggunya pertumbuhan udang atau bandeng. Kondisi lainnya adalah berkembangnya ikan laosan, cukil, udang tambak, juga mujair tambak. Jika dibiarkan ikan ikan tersebut akan tumbuh menjadi hama dan akan memakan bandeng dan udang yang masih kecil. Hama ikan ini juga berebut makanan dengan ikan yang dipelihara. Untuk mengambil udang tambak, dilakukan dengan cara nganco (Menjaring udang saat malam hari). Kenapa malam? Udang kalau malam ternyata melakukan aktivitas yang di sebut nyeser (jalan jalan). Ketika malam hari petambak akan menggunakan cahaya untuk menjaring udang ini. Udang yang nyeser ini akan mendekat dan terdiam saat melihat cahaya terang. Pingin dugem kali ya ..hihihi. Padahal mau ditangkep. Makanya jadi orang jangan berotak udang? Mudah diboongi kan?
Gimana cara membuat terasi dari rebon ini?
Rebon rebon yang di dapat di taruh di tempat yang berongga agar air menuju ke bawah semua dan habis. Rebon rebon ini lalu di jemur, dengan cara dikemplengi (di pisah menjadi bagian bagian kecil dan dipipihkan). Setelah 2 hari maka rebon sudah mulai mengering. Rebon rebon yang kering ini lalu dicocoh (ditumbuk) kasar. Kembali rebon kasar di keringkan dan dijemur kurang lebih 2 hari lagi. Setelah itu di cocoh lagi menjadi agak halus. Dikeringkan dengan cara dikempleng lagi ( dibagi menjadi kecil dan dipipihkan dengan memencet menggunakan jempol tangan). Setelah kering, dilakukan penumbukan lagi. Jadi rebon rebon itu dicocoh sampai 3 kali. Proses ini sekaligus proses terakhir pembuatan terasi. Setelah halus, terasi bisa digunakan dan bisa di simpan dalam waktu yang cukup lama.
Dari cara pembuatan ini, kita dapat mengetahui jika terasi Juwana, benar benar asli terbuat dari rebon tanpa bahan campuran lainnya.
Gimana sebenarnya rebon ini masuk ke Tambak?
Petani tambak yang memelihara ikan bandeng dan udang , harus rajin menjaga tambaknya setiap hari. Sebab kondisi alam yang berubah ubah, setiap saat berpengaruh pada kehidupan ikan. Memelihara makhluk hidup itu, mesti punya kiat kiat khusus agar peliharaannya dapat tumbuh baik. Seperti menangani anak kecil yang butuh penjagaan , udang dan bandeng juga demikian. Nah, salah satu hal yang diperhatikan para petani tambak di Juwana adalah kondisi air. Jika kondisi air jelek atau membahayakan bagi bandeng dan udang maka petani akan segera mengganti air tersebut. Cara pergantian yaitu,
1. Mbedhahi atau ngejog : membuang atau mengeluarkan air tambak ke sungai
2. Nyoroti : memasukkan air dari sungai.
Keluar dan masuknya air tambak ini melalui sebuah pintu masuk yang di sebut panggelan. Panggelan (kalau tidak salah) mempunyai tiga pintu yang mempunyai fungsi berbeda. Hal ini agar air yang jelek dan air yang baru masuk tidak bercampur.
Ternyata rebon rebon ini menjadi penumpang gelap yang mengikuti arus air yang masuk saat petambak memasukkan air dari sungai. Karena keenakan tinggal di tambak, mereka lalu mecah. Mecah itu maksudnya menikah, berkembang biak dan beranak pinak hingga populasinya meledak. Rebon inilah yang disebut Rebon tambak.
Petanipun harus mengatasi masalah ini dengan jernih. Tak bisa asal buang dan masukkan air lho? Kudu ada solusi yang tepat. Kalau asal asalan caranya, udang dan bandeng bisa stress dan mati mendadak. Nah , itu kan, tak hanya manusia yang terkena serangan jiwa model ini? Makanya jadi petambak juga mesti profesional....hehehe. (Ini kata Bapakku :D)
Terus gimana caranya mengatasi rebon rebon ini?
Pertama, petambak harus kembali meriksa kondisi air tambak. Jika kondisi air masih bagus, rebon rebon itu cukup dijangoni (diseroki dengan jaring). Waktu yang tepat untuk njangoni ternyata saat fajar (Shubuh), saat dimana rebon rebon sedang melakukan aksi " unjuk rasa " dengan cara bergerombol membentuk koloni dan ngrambyang (mengapung). Di sini petambak harus sigap dan bekerja keras untuk menangkapi mereka terutama provokator rebon.
Ternyata repot juga ya, mesti bekerja di air ketika udara dingin masih menusuk kulit. Kenapa tidak siang hari saja? Ternyata kalau siang rebon rebon ini sibuk dengan urusannya sendiri. Mereka menyebar ke seluruh tambak dan tak memperlihatkan batang hidungnya.
Cara kedua, jika air benar benar jelek kondisinya, maka air tambak harus dibuang. Untuk menangkap rebon harus menggunakan cara lain. Petambak harus memasang cathok (semacam jaring) di panggelan (pintu masuk dan keluar air). Begitu pintu panggelan dibuka maka rebon rebon akan mengikuti arus dan terjaring dengan sendirinya.
Sebenarnya kondisi yang bagaimana hingga petambak memutuskan mengganti air?
Kondisi saat air jelek adalah saat rebon rebon itu menjadi tak terkendali jumlahnya. Mereka bisa mencemari mutu air dan menyebabkan terganggunya pertumbuhan udang atau bandeng. Kondisi lainnya adalah berkembangnya ikan laosan, cukil, udang tambak, juga mujair tambak. Jika dibiarkan ikan ikan tersebut akan tumbuh menjadi hama dan akan memakan bandeng dan udang yang masih kecil. Hama ikan ini juga berebut makanan dengan ikan yang dipelihara. Untuk mengambil udang tambak, dilakukan dengan cara nganco (Menjaring udang saat malam hari). Kenapa malam? Udang kalau malam ternyata melakukan aktivitas yang di sebut nyeser (jalan jalan). Ketika malam hari petambak akan menggunakan cahaya untuk menjaring udang ini. Udang yang nyeser ini akan mendekat dan terdiam saat melihat cahaya terang. Pingin dugem kali ya ..hihihi. Padahal mau ditangkep. Makanya jadi orang jangan berotak udang? Mudah diboongi kan?
Gimana cara membuat terasi dari rebon ini?
Rebon rebon yang di dapat di taruh di tempat yang berongga agar air menuju ke bawah semua dan habis. Rebon rebon ini lalu di jemur, dengan cara dikemplengi (di pisah menjadi bagian bagian kecil dan dipipihkan). Setelah 2 hari maka rebon sudah mulai mengering. Rebon rebon yang kering ini lalu dicocoh (ditumbuk) kasar. Kembali rebon kasar di keringkan dan dijemur kurang lebih 2 hari lagi. Setelah itu di cocoh lagi menjadi agak halus. Dikeringkan dengan cara dikempleng lagi ( dibagi menjadi kecil dan dipipihkan dengan memencet menggunakan jempol tangan). Setelah kering, dilakukan penumbukan lagi. Jadi rebon rebon itu dicocoh sampai 3 kali. Proses ini sekaligus proses terakhir pembuatan terasi. Setelah halus, terasi bisa digunakan dan bisa di simpan dalam waktu yang cukup lama.
Dari cara pembuatan ini, kita dapat mengetahui jika terasi Juwana, benar benar asli terbuat dari rebon tanpa bahan campuran lainnya.
terasi yang sudah dikukus siap di buat sambal
Nah, bercerita soal terasi dan masakan, keduanya tak bisa dipisahkan. Bumbu masakan Juwana sebagian besar menggunakan terasi untuk menambah cita rasa. Resep masakan yang mungkin tak menggunakan terasi dalam bumbunya oleh ibu ibu di Juwana ini akan diubah tanpa ragu. Sayur asam, sayur lodeh, sambal goreng dll rasanya menjadi tak mantap jika meninggalkan terasi . Memang tidak semua, tapi terasi tetap tak bisa ditinggalkan. Terlebih aneka jenis sambal khas Juwana sangat memerlukan kehadiran terasi ini. Masakan masakan yang diberi terasi selain sambal terasi antara lain:
Rujak
Cemeding
Kering Tempe
Rujak
Bahan dan Bumbu : aneka macam buah (sesuai selera), cabai merah/rawit, asam jawa. terasi, gula merah, garam.
Cara membuat: Bersihkan buah dan potong potong. Haluskan semua bumbu. Setelah halus jangan diberi air tapi ambil sepotong mentimun atau belimbing lalu diulek bersama bumbu agar gula dan kandungan air buah tetap menyatu
Cemeding
Bahan : daun ketela rambat (ubi jalar), jeruk sambal/jeruk pecel
Bumbu: Cabai rawit, asam jawa, terasi bakar, gula merah, bawang merah bakar, garam
Cara membuat: Kukus daun ketela yang sudah dipetik dan dicuci. Semua bumbu dihaluskan. Setelah halus beri tambahan jeruk. Sajikan cemeding dengan menuang bumbu yang sudah halus di atas daun ketela.
Kering Tempe
Bahan : Tempe, petai. minyak untuk menggoreng.
Bumbu : Cabai merah,terasi, asam jawa, garam, gula merah (diulek), bawang merah dan bawang putih (diiris), daun salam, lengkuas.
Cara membuat : Goreng tempe hingga kering, lalu tiriskan. Gongso bawang merah dan bawang putih, daun salam dan lengkuas hingga harum baunya. Masukkan petai. Aduk sebentar lalu masukkan bumbu yang diulek hingga gula mencair rata. Setelah itu masukkan tempe hingga semua bumbu merata. Di bolak balik hingga matang dan sajikan.
EmoticonEmoticon