Tampilkan postingan dengan label Cerita fabel. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerita fabel. Tampilkan semua postingan

Kamis, 18 Mei 2017

Ayo Kita Sambut Dan Sukseskan
Gerakan Tagar "2019 GANTI PRESIDEN"
Mari Selamatkan NKRI Tercinta Ini
Dari Makar Jahat Kaum Sepilis Atheis
Serta Intervensi Asing Dan Aseng

Keli Si Kelinci Kecil

Keli Si Kelinci Kecil
PAGI yang cerah di hari Minggu seperti hari biasanya, Keli si kelinci kecil yang lucu mulai membantu mamanya memungut sisa-sisa wortel yang telah di panen. Keli mulai bosan dengan apa yang telah dikerjakan. Dia kemudian duduk di sudut ladang wortel dekat pondok yang didirikan oleh si pemilik kebun. Ia mulai menatap langit cerah sambil bergumam, "Hmm, kenapa ya kelinci kerjanya cuma memungut wortel sisa panen manusia? Kenapa tidak seperti hewan yang lainnya yang mencari makanan yang berbeda?"

Lama ia melihat langit cerah yang tidak ada awannya. Tiba-tiba ia melihat elang terbang di langit membawa seekor anak ayam. "Kemarin bawa ikan, sekarang bawa anak aya. Huh, enak banget hidup si elang," gumamnya lirih.

Tanpa ia sadari, mamanya memperhatikan semua gerak-geriknya. Mama Keli mulai mendekati anaknya. "Nak, elang itu dikasih tuhan sebuah kelebihan yakni punya sayap, sehingga ia bisa terbang dengan sayapnya dan mencari makanan."

"Tuhan nggak adil ma. Masa elang saja yang dikasih sayap. Kenapa kelinci nggak dikasih sayap juga?" jawab Keli.

"Kata siapa Tuhan itu nggak adil. Tuhan itu adil terhadap ciptaannya. Setiap hewan diberikan kelebihan masing-masing. Elang dikasih sayap untuk terbang, harimau dan singa dikasih taring dan kecepatan untuk berlari juga untuk menangkap mangsanya. Kancil dikasih kecerdasan yang luar biasa sehingga ia bisa memecahkan setiap permasalahan yang ada di hutan." ujar mamanya menerangkan dengan panjang lebar.

"Lalu kelinci dikasih kelebihan apa sama Tuhan ma?"

Mamanya berpikir sejenak. "Kelinci dikasih kelincahan dalam berlari dan juga wajah yang lucu dan manis, Sama kayak Keli."

"Ihh mama, cuma dikasih itu saja? Keli pengen juga dikasih sayap kayak elang, pengen nangkap ayam dan ikan, ingin kayak harimau dan singa yang selalu ditakuti semua binatang di hutan."

Mendengar keluhan Keli, mamanya hanya tersenyum tipis.

Keesokan harinya, setelah memilih wortel di ladang yang berbeda. Keli berjalan di tengah hutan. Tiba-tiba datanglah pemburu. Ia mulai menembak elang yang sedang terbang. Tembakannya tepat mengenai badan si elang. Burung pemangsa itupun tumbang ke tanah. "Ha, ini dia si elang yang mencuri anak ayam saya dan ikan saya yang ada di kolam," gumam si pemburu.

Keli yang ketakutan, bersembunyi di balik pohon tepat di belakang si pemburu.

Setelah menembak elang, pemburu pun langsung memasukkan elang ke dalam karung dan dibawanya. Perjalanan pemburu itu pun dilanjutkan. Karena penasaran, Keli mengikuti sang pemburu dari belakang. Tiba-tiba pemburu melihat harimau. Dia bergumam, "Ini dia harimau yang mencuri kambing saya. "Pemburu itu langsung menembak si harimau. Door, harimau pun mati terkapar.

Karena terkejut, Keli terpeleset dan langsung mengenai tubuh si pemburu. Keli pun takut, takut kalau ia juga akan dibunuh seperti elang dan harimau. Si pemburu bergumam sambil tersenyum. "Ini dia si kelinci yang baik yang telah membantu saya memungut sisa wortel di kebun sehingga saya tidak merasa rugi."

Tiba-tiba si pemburu langsung menggendong Keli sambil menciumnya. "Kau kelinci yang manis, bulumu lembut, kau pantas hidup.

Lalu, si pemburu melepaskan kelinci. Keli berlari sekencang-kencangnya ke rumah. Sesampai di rumah Keli langsung terduduk di tempat tidur. Mamanya heran melihat kelakuan anaknya. Rupanya Keli bermimpi kalau ia bertemu kakeknya, dan kakeknya itu mengatakan, "Apa yang kau lihat hari ini, apakah setelah melihat kejadian hari ini kau masih mau menjadi elang, harimau. Kalau iya, biar saya ubah kau dengan kekuatan."

"Nggak kek, Keli hanya ingin jadi kelinci." Keli pun terbangun dari tidurnya, keringatnya pun bercucuran. Keesokan harinya Keli memungut wortel dengan semangat. Mamanya pun terheran-heran dengan apa yang dilakukan anaknya. Hanya Keli yang tahu bahwa ia bersyukur ditakdirkan sebagai seekor kelinci yang manis dan menjadi kesayangan si pemburu. Ia pun bersyukur kepada Tuhan atas segala kelebihan yang telah dikaruniakan kepadanya.

Sumber:
Harian Padang Ekspress, Minggu 10 Mei 2015
Penulis: Wetri Rahayu 

Minggu, 30 April 2017

Ayo Kita Sambut Dan Sukseskan
Gerakan Tagar "2019 GANTI PRESIDEN"
Mari Selamatkan NKRI Tercinta Ini
Dari Makar Jahat Kaum Sepilis Atheis
Serta Intervensi Asing Dan Aseng

Dua Ekor Kambing Yang Congkak

Dua Ekor Kambing Yang Congkak
Ada seekor kambing yang sangat sehat meskipun tubuhnya kecil. Karena tanduknya bagus seperti pisau, teman temannya memanggilnya dengan julukan si Tanduk. Dia sangat bangga dengan panggilan itu. Jika pergi minum air ke sungai bersama teman temannya, dia selalu pulang paling akhir. Teman temannya sudah naik dan kembali ke padang, dia masih tetap di sungai. Apa gerangan yang dia kerjakan di situ ? Dia asyik memandangi bayangan tubuhnya dan bayangan kedua tanduknya yang tergambar di permukaan air.

Pada saat mengagumi dirinya seperti itu, dia berkata dalam hati, "Sungguh indah kedua tandukku. Mungkin akulah kambing tergagah di seluruh dunia. Pantas, semua kawanku segan padaku karena mereka takut akan ketajaman tandukku."

Setelah puas memandangi bayang bayang dirinya, barulah dia menaiki tebing sungai dan berkumpul dengan teman temannya.

Padang tempat si Tanduk makan rumput itu terletak di sebelah timur sungai. Sesekali si Tanduk ingin berjalan jalan ke barat sungai untuk memperluas pengalaman. Selain itu, dia ingin memperlihatkan tanduknya yang bagus kepda bangsa kambing yang tinggal di sebelah barat sungai. Meskipun lebar sungai itu hanya lima meter, bangsa kambing agak sulit menyeberang karena sir sungai cukup dalam.
Jembatan yang dipasang manusia untuk menyeberang sungai itu hanya berupa jembatan bambu yang tidak mungkin dilewati kambing. Oleh karena itu, keinginan si Tanduk untuk berjalan jalan ke barat sungai tinggal impian belaka.

Pada bulan Februari, angin barat di Pulau Madura sangat keras bertiup. Curah hujan juga deras. Angin yang bertiup keras itu merobohkan banyak pohon. Sebtang pohon kelapa yang tumbuh di tebing barat sungai roboh. Batang pohon kelapa itu tepat melintang sungai. Orang orang yang akan melintasi sungai itu kini menggunakan pohon kelapa yang roboh itu sebagai jembatan . Enak sekali mereka berjalan di atas pohon kelapa itu.

Melihat manusia lalu lalang melintasi sungai, si Tanduk ingat akan ke inginannya untuk berjalan jalan ke barat sungai. Pikirnya,"Kini tibalah saatku untuk memperlihatkan tandukku ke barat sungai. Kambing kambing yang ada disana pasti kagum akan keindahan tandukku."

Tanpa bicara kepada teman temannya, si Tanduk cepat melangkah mendekati jembatan yang berasal dari pohon kelapa yang roboh itu. Ketika ia mulai naik dari ujung jembatan sebelah timur, dari tebing sebelah barat naik pula seekor kambing hitam berjenggot lebat.

"Hei, kambing hitam," tegur si Tanduk,. "mau kemana engkau?"

"Jangan seenaknya engkau memanggil aku kambing hitam. Apa engkau tidak melihat jenggotku yang lebat?"

"Ya, aku melihat," jawab si Tanduk.

"Karena itu, panggil aku si Jenggot. Semua kambing kagum akan kehebatan jenggotku yang indah ini. Aku akan berjalan jalan ke timur sungai. Kambing kambing di sana akan kagum pada jenggotku ini. Tolong Kawan, beri aku jalan. Turunlah engkau dari ujung titian sebelah timur itu!" kata si Jenggot.

" Aku yang lebih dulu menginjakkan kaki di atas jembatan ini, " kata si Tanduk bertahan," aku mau ke sebelah  barat sungai. Engkaulah yang harus turun dari jembatan di tebing sebelah barat itu."

" Engkau harus mengalah," kata si Jenggot.

" Engkau yang harus mengalah," desak si Tanduk.

"Apa engkau tidak kenal, siapa aku?"

"Akulah si Tanduk. Lihat tandukku, panjang dan tajam bukan?" kata si Tanduk.

Sambil berdebat, kedua kambing itu terus berjalan.
" Meskipun tandukmu hebat,"kata si Jenggot," aku minta engkau mundur dan memberikan jalan untuk ku."

"Tidak bisa, engkau harus mengalah," kata si Tanduk.

"Semua kambing hormat kepadaku. mentang mentang tandukmu hebat tidak memberikan jalan kepadaku. Ayo mundur!" kata si Jenggot.

"Tidak," jawab si Tanduk," aku tidak akan mundur."

Hati si Jenggot semakin panas. Dia berkata, " Kalau tidak mau mundur, engkau akan ku hantam."

"Baik," sahut si Tanduk," kalau engkau tidak mau mengalah dan tidak mau mundur, kedua matamu akan kutusuk dengan tandukku."

Di atas jembatan itu, si Jenggot menyerang si Tanduk. Si Tanduk pun tidak tinggal diam. Dia segera menanduk si Jenggot sehingga pelipis si Jenggot terluka dan berdarah. Kedua kambing itu terus berlaga dengan hati panas. Mereka lupa bahwa mereka bertarung di atas sungai.

Ketika si Jenggot menyerang dengan seluruh kekuatannya, si Tanduk bertubuh kecil itu tidak mampu bertahan. Akhirnya, dia jatuh ke sungai. Si Jenggot yang menyerang sekuat tenaga terpeleset dan jatuh ke sungai. Kedua kambing yang tidak bisa berenangitu tetap berusaha untuk hidup, tetapi air sungai yang deras menghanyutkan keduanya ke hilir. Beberapa menit kemudian kedua kambing yang malang itu menemui ajalnya.

Kesimpulan
Cerita ini termasuk fabel, yaitu dongeng tentang binatang yang bisa berbicara seperti manusia. Dalam ceritra ini kita mendapatkan pelajaran bahwa sifat sombong dan mementingkan diri sendiri bisa mendatangkan malapetaka. Seandainya kedua kambing itu rendah hati, atau salah satu di antaranya ada yang mau mengalah , tentu keduanya akan selamat.,

Sumber : Buku Cerita Rakyat Dari Sumatera
Oleh : James Danandjaya
Penerbit : Grasindo

Jumat, 28 April 2017

Ayo Kita Sambut Dan Sukseskan
Gerakan Tagar "2019 GANTI PRESIDEN"
Mari Selamatkan NKRI Tercinta Ini
Dari Makar Jahat Kaum Sepilis Atheis
Serta Intervensi Asing Dan Aseng

Persahabatan Empat Ekor Binatang

cerita fabel burung gagak, kura-kura, musang dan kijang
Pada suatu hari, burung gagak, kijang, musang, dan kura-kura berjanji bertemu di bawah pohon kesambi besar di kaki bukit. Mereka telah lama menjalin persahabatan dan saling membantu dalam kehidupan. Jika musang menginginkan buah mangga, burung gagak akan mencarikannya. Jika burung gagak memerlukan udang, kura-kura akan mencarikannya di sungai. Jika Kijang ingin makan rumput hijau, burung gagak akan terbang mencari padang dan lembah berumput hijau, kemudian menunjukkan tempat itu kepada sahabatnya. 

Binatang yang pertama datang di bawah pohon kesambi adalah kijang dan musang. Lama sekali mereka menunggu dua temannya yang lain di tempat itu. 

"Heran, biasanya gagak selalu datang lebih dahulu," kata Kijang. 

"Mungkin ia menjemput kura-kura," jawab musang. 

Saat kijang dan musang sedang mempercakapkan kedua temannya, dari kejauhan terdegar suara gagak berkaok-kaok. 

"Nah, gagak telah datang," ujar musang. 

"Ya, tapi suaranya tidak seperti biasanya," kata kijang. 

Beberapa detik kemudian burung gagak telah hinggap di punggung kijang.

"Mengapa terlambat, kawan?" tanya musang. 

"Kura-kura tidak ada di tempat," jawab gagak. 

"Tidak kau cari?" tanya kijang. 

"Telah kucari di sekitar kediamannya, tetapi tidak kutemukan. Aku segera kemari agar kalian tidak menunggu dengan penuh tanda tanya, Sekarang, aku akan kembali mencari kura-kura. Kalian sekarang berangkat juga. Nanti kita bertemu di dekat batu besar di tikungan sungai itu," kata burung gagak. 

"Ya, segeralah kauterbang," ujar kijang. 

Burung gagak segera membuka sayapnya, terbang cepat sambil berkaok-kaok di angkasa. Dia terbang berkeliling ke sana kemari, kemudian menuju sebuah lembah. Dengan mata jeli, dia memperhatikan ke bawah untuk menemukan kura-kura. Hampir satu jam lamanya dia berputar-putar di atas lembah itu, tetapi dia tidak melihat kura-kura. 

Pada saat burung gagak hampir putus asa mencari sahabatnya, tiba-tiba tampak satu titik kecil di tengah sawah. Dia segera membelokkan haluan menuju titik itu. Setelah dekat, ternyata tampak seorang laki-laki sedang menggendong sesuatu. Gagak tertarik pada gendongan orang itu. Setelah diperhatikan dengan cermat, ternyata gendongan itu berupa jaring perangkap. Burung gagak semakin ingin tahu isi jaring yang telah diikat dengan rapi itu. Dia pun terbang rendah mendekati lelaki itu. Alangkah terkejut hatinya setelah melihat kaki kura-kura tersembul dari sela-sela lubang jaring. 

Tanpa pikir panjang, burung gagak segera terbang menemui kedua sahabatnya, kijang dan musang. Mereka telah menunggu di dekat batu besar di tikungan sungai. Gagak hinggap dengan tergopoh-gopoh. 

"Malang sahabat kita," kata gagak dengan napas tersengal-sengal. 

"Apa yang terjadi pada kura-kura? Tanya Kijang. 

"Dia ditangkap seorang pemburu." 

"Di mana kaujumpai dia?" tanya musang. 

"Di tengah sawah yang luas itu. Kura-kura diikat dalam jaring perangkap. Pemburu itu menuju ke arah tenggara. Kira-kira ia akan lewat di jalan sebelah selatan karena tidak ada jalan lain yang bisa melintasi sungai ini." 

"Begitu pemburu itu lewat langsung akan kuserang," kata musang. 

"Pemburu itu biasanya membawa senjata," kata kijang. " Kalau kauserang, enak saja ia memukulmu dengan senjatanya. Apalagi pemburu itu sudah terlatih menggunakan senjatanya. Engkau bisa celaka kalau menyerang tanpa perhitungan." 

"Tidak apa aku mati demi membela sahabatku," jawab musang. 

"Kalau kaucinta kepada kura-kura," kata kijang, "Kita harus kompak, kita atur cara sebaik-baiknya sehingga kura-kura bisa terlepas dari si pemburu." 

"Ya, itu pikiran yang baik," ucap gagak."Ayo sekarang bermusyawarah mencari jalan terbaik untuk menolong kura-kura." 

Ketiga binatang itu bertukar pikiran untuk menolong kura-kura. Setelah bermusyawarah agak lama, mereka bertiga berangkat ke selatan untuk mengatur siasat. 

Kijang dan gagak siap di ladang dekat sungai, sedangkan musang bersembunyi di semak-semak dekat jalan yang akan dilalui si pemburu. 

Beberapa saat lamanya kijang dan gagak menunggu, muncullah si pemburu. Burung gagak berteriak keras-keras lalu pura-pura menyerang kijang. Kijang melompat kesana kemari untuk menghindari serangan gagak. 

Si pemburu sangat tertarik melihat gagak berkelahi dengan kijang. Pikirnya," Wah, kijang yang sedang bertarung dengan gagak itu gemuk sekali. Dagingnya pasti empuk dimakan. Pada saat berkelahi seperti itu dia pasti lalai dan mudah kutangkap." 

Pemburu meletakkan gendongannya ke tanah di tepi jalan. Pelan-pelan ia melewati sela-sela pohon perdu yang tumbuh di situ. Ia mengendap-ngendap mendekati kijang yang sedang berkelahi melawan gagak. Setelah agak dekat, kijang melompat dan gagak terbang agak menjauh. 

Ketika pemburu itu sedang berusaha mendekati kijang, musang pun keluar dari persembunyiannya dan menuju gendongan yang tadi diletakkan si pemburu. Dengan giginya yang tajam, musang cepat memutuskan tali yang mengikat kura-kura. Dalam beberapa menit saja kura-kura sudah bebas. 

"Terima kasih, Sahabatku," kata Kura-kura kepada musang. 

"Cepat ceburkan dirimu ke dalam sungai!" ujar musang."nanti kau tertangkap lagi." 

Dengan cepat, kura-kura berlari dan masuk ke dalam sungai. Sementara itu, musang segera masuk ke dalam rumpun bambu berduri sambil memekik nyaring. 

Mendengar suara musang yang kecil dan nyaring itu, Kijang dan gagak mengerti bahwa kura-kura sudah bebas dan aman. Burung gagak pun terbang ke udara sambil berkaok gembira, sedangkan kijang segera berlari kencang menuju semak belukar. 

Pemburu itu keheranan karena perkelahian kijang dan gagak selesai tanpa ada yang melerai. Kemudian, ia mengambil kura-kura yang tadi ditangkapnya, betapa terkejut hatinya karena ia hanya menemukan jaring perangkapnya yang koyak. 

Kesimpulan
Cerita ini termasuk fabel karena menceritakan kehidupan binatang yang bisa berbicara seperti manusia. Cerita ini menarik karena berisi pelajaran tentang pentingnya persahabatan yang penuh kesetiaan dan kekompakan. Banyak kesulitan hidup yang tidak bisa dipecahkan sendiri, tetapi dapat diselesaikan dengan baik setelah bantuan para sahabat. Oleh karena itu, kita perlu memperbanyak sahabat serta suka menolong orang lain. 

Sumber : Buku Cerita Rakyat Dari Sumatera
Oleh : James Danandjaya
Penerbit : Grasindo

Minggu, 16 April 2017

Ayo Kita Sambut Dan Sukseskan
Gerakan Tagar "2019 GANTI PRESIDEN"
Mari Selamatkan NKRI Tercinta Ini
Dari Makar Jahat Kaum Sepilis Atheis
Serta Intervensi Asing Dan Aseng

Timun Untuk Permintaan Maaf

Timun Untuk Permintaan Maaf
Jiji si anjing sakit. Ia tidak bisa melaksanakan tugasnya, menjaga kebun Pak Tani. Padahal, beberapa hari lagi sayur-sayuran akan siap dipanen. Jiji sangat takut, bagaimana kalau hewan-hewan mencuri sayuran itu. 

Dua hari kemudian, Jiji merasa tubuhnya sudah sehat. Sambil menggonggong riang, ia menuju kebun. Ketika sudah tiba. Ia bernapas lega, melihat terong ungu, kubis dan sawi yang besar-besar. Namun, betapa terkejutnya ia ketika sampai di kebun timun. Tananman yang merambat di bilah-bilah bambu itu dahan-dahannya banyak yang patah dan rusak. Timunnya sudah tidak ada satu pun. 

"Oh, tidak! Siapa yang berani mencuri semua timun? Awas kalau ketemu!" Jiji mengendus-endus tanah, mencari jejak pencurinya. Ia menemukan banyak jejak Pak Kaki Pak Tani. Ia juga menemukan jejak kaki lain. "Ini ... ini pasti jejak kaki kancil! Aku yakin!" 

"Awas kau kancil!" 

Dengan kencang, Jiji berlari ke hutan. Mencari keberadaan si Kancil. Setelah bertanya pada beberapa hewan, ia pun menemukan rumah kancil. Digedornya keras-keras pintu kayu itu, hingga Kaci si Kancil membukanya. 

"Kau harus bertanggung jawab dengan apa yang kau lakukan, Kaci. 

Kaci tampak bingung. "Memang apa yang aku lakukan?"

"Kau jangan pura-pura tidak tahu!" bentak Jiji. "Dasar pencuri".

"Apa? Pencuri ?" Kaci semakin tampak bingung. 

"Aku tahu, kau yang mencuri timun Pak Tani kan!" 

"Tidak! Aku tidak melakukannya, aku tidak mencuri!" Kaci menggelengkan kepalanya. 

"Mana ada pencuri yang mengaku!" Jiji mendengus kesal. "Kau terkenal suka mencuri timun! Sudah akui saja!" 

"Sungguh aku tidak mencurinya, Jiji. Aku bisa mencari makanan di hutan. Di sana banyak sekali makanan. Aku tidak perlu mencuri di kebun Pak Tani lagi. "Kaci terus mencoba meyakinkan. 

"Alah, berhenti pura-pura! Kau memang pencurinya, aku punya buktinya." 

"Mana? Coba tunjukkan!" 

"Baik, ikut aku!" 

Jiji membawa kaci menuju ke kebun timun dan menunjukkan jejak kai kancil. "Ini jejak kakimu kan?" 

Kaci melihat jejak kaki itu lebih dekat dan membandingkannya dengan telapak kakinya. Kok sama, pikirnya. 

"Betul kan itu jejak kakimu?" tanya Jiji diulang. "Kau pencurinya!" 

"Aku memang pernah melewati kebun ini saat pulang dari sungai. Jujur, saat itu aku memang lapar dan tergiur mengambil timun. Tetapi, tidak jadi. Aku ingat kejadian terakhir aku mencuri. "Aku kapok".

Jiji tertawa mengejek. "Jangan mengarang cerita, Kaci! Sudah akui saja kau mencuri semua timun di kebun ini." 

"Sungguh, aku tidak mencuri! Dan bagaimana mungkin hewan kecil seperti aku bisa mencuri semua timun di kebun yang luas ini?" kata Kaci membela diri. 

"Kau pasti mencuri bersama teman-temanmu ." 

"Kalau seperti itu harusnya banyak jejak kaki kancil di sini?" 

Jiji Bingung menjawab pertanyaan Kaci. Ia hanya menemukan jejak kaki seekor kancil. Tetapi, Jiji ingat, Kancil terkenal sangat licik. 

"Jangan mencoba menjebakku, Kaci! Kau memang pencurinya!" Nada suara Jiji semakin keras. "Ikut aku! Kau harus aku adukan kepada Pak Tani." 

Dengan gonggongannya yang seram, Jiji memerintahkan Kaci menuju halaman rumah Pak Tani. Kaci tanpak gemetaran. Ia ingat dulu saat ia hampir dihajar Pak Tani karena ketahuan mencuri timun. Untungnya ia bisa kabur. 

Mereka berhenti, melihat mobil bak terbuka di halaman rumah Pak Tani. Pak Tani dan si sopir keluar dari rumah sambil memikul keranjang dan menaikkannya ke mobil. Ada benda hijau tak sengaja jatuh dari keranjang. Jiji menghampiri dan ternyata benda hijau itu timun. Ia ingat, kalau banyak jejak kaki Pak Petani di kebun Timun. Itu pasti karena Pak Tani sudah memanen timunnya. 

Ia menoleh ke arah Kaci. Jiji merasa bersalah tetapi ia malu mengakuinya. Ia menggigit timun yang terjatuh itu dan mendekati Kaci. 

"Ini untukmu, timun permintaan maaf," kata Jiji sambil meletakkan timun dari mulutnya ke tanah. "Maafkan aku telah menuduhmu mencuri. Aku menyesal." 

"Kau tahu sekali, aku sangat lapar!" seru Kaci riang sambil menggigit timun pemberian Jiji. 
"Terima kasih, Aku sudah memaafkanmu." 

Jiji merasa lega. Kaci tidak marah. Ia janji tidak akan bersikap gegabah dan menuduh sembarang lagi. 

Sumber: Padang Ekspress, Minggu 12 April 2015
Oleh : Diy Ara 



Sabtu, 08 April 2017

Ayo Kita Sambut Dan Sukseskan
Gerakan Tagar "2019 GANTI PRESIDEN"
Mari Selamatkan NKRI Tercinta Ini
Dari Makar Jahat Kaum Sepilis Atheis
Serta Intervensi Asing Dan Aseng

Pak Jago Sakit

pak jago sakit
Tidak seperti pagi biasanya, hari pak jago tidak berkokok kencang. Apakah Pak Jago lupa? Tidak. Pak Jago bukan ayam pelupa. Ia juga bukan pemalas. Hanya ada satu sebab, Pak Jago Sakit. 

Sakit?" tanya Bella. 

"Ya, sakit tenggorokan," kata Otekotek, istri Pak Jago menjelaskan. 

"Apakah badannya demam?" tanya Weki Bebek. 

"Ya, badannya demam, napasnya berat." 

"Menular?" 

"Aku tidak tahu." 

"Jangan-jangan ..." Bella tidak melanjutkan kata-katanya. Tapi Otekotek sempat melihat sekilas ada kecurigaan di mata Bella dan Weki. Lebih tepatnya takut. Otekotek tahu ke arah mana jalan pikiran teman-temannya. 

"Kalian jangan berpikir seperti itu. Pak Jago tidak mungkin SARS, seperti yang sekarang ramai dibicarakan . Dan kalaupun Pak Jago kena, tidak pantas kalian menjauhinya. Coba bayangkan, Pak Jago bisa tersinggung," kata Otekotek.

"Jadi,Pak Jago memang terkena SARS?"tanya Weki.

"Huh, sulit sekali menjelaskan kalian ini!"

"Lho,tadi katanya sakit tenggorokan, kok sekarang sakit yang menular itu. Mana yang benar?"tanya Bella tak kalah bingung.

"Terserah kalianlah mau bilang apa. Yang jelas aku akan tetap menungguinya sampai sembuh.Titik!"
Otekotek meninggalkan Bella dan Weki yang kebingugan. 

Kabar yang belum pasti biasanya lebih cepat tersebar. Berita tentang penyakit menular yang diderita Pak Jago juga demikian. Akibatnya seluruh isi peternakan menjauhinya. Beberapa hari kemudian, seluruh hewan ternak di desa itu menjauhinya, tidak satupun yang menengok. Hanya Otekotek yang menunggui, itulah yang membuatnya bersedih.

"Oh, sungguh malang nasib kita Pak Jago. Bahkan teman-teman dekat kita sendiri tidak mau menengok. Mereka semua ketakutan sebelum tahu berita sebenarnya," kata Otekotek meratapi nasibnya. 

"Ya, tidak apa-apa. Kan jadi ketahuan siapa teman setia, siapa bukan," kata Pak Jago dengan lemah. 
"Tapi, kan Pak Jago belum tentu kena SARS?" 
"Ya, mungkin saja. Aku juga belum tahu." 
Jawaban Pak Jago makin membuat Otekotek sedih. Ia juga sangat menyayangkan sikap teman-temannya yang menjauh. Ia ingin berkeluh kesah, tapi pada siapa? 

"Saat menunggui orang sakit, sebaiknya kita lebih bersemangat. Kalau terus-terusan sedih lama-lama kita akan ikut sakit, dua kali merepotkan," kata Pak Panjul saat menengok kandang. 

Dengan berderai air mata Otekotek menceritakan semua yang dialaminya. Pak Panjul mendengarkan dengan seksama. 

"Aku sudah mengerti kok. Bella dan Weki hanya salah paham. Mereka boleh saja merasa takut, itu hak mereka. Tapi aku yakin, mereka tidak bermaksud menjauhi kalian," kata Pak Panjul. 

Tak berapa lama setelah Pak Panjul mengatakan hal itu, Bella dan Weki datang menjenguk sambil membawa buah-buahan segar. 

"Kami datang! Cepat sembuh ya, Pak Jago!" Kata Bella dan Weki bersamaan. 

"Awas lho, nanti ketularan!" kata Otekotek sambil melengos. 

"Hihihi, kalau mau ketularan sih sudah dari kemarin!" kata Weki tak mau kalah. 

"Sudah, sudah, kok malam berantem lagi. Tuh, yang sakit jadi nggak bisa tidur," kata Pak Panjul sambil melirik Pak Jago. 

"Aku senang mendengar kalian berantem lagi, itu artinya semua sudah normal," kata Pak Jago sambil tersenyum. 

Keesokan harinya, Pak Jago sudah bisa berkokok lagi. 
"Kukuruyuuuuuk, selamat pagi kalian semua!" 

Sumber: Majalah Bobo Edisi 02 tahun III, 27 Mei - 3 Juni 2003
Penulis : Sony 
Ilustrasi : Andres


Kamis, 06 April 2017

Ayo Kita Sambut Dan Sukseskan
Gerakan Tagar "2019 GANTI PRESIDEN"
Mari Selamatkan NKRI Tercinta Ini
Dari Makar Jahat Kaum Sepilis Atheis
Serta Intervensi Asing Dan Aseng

Akibat Keserakahan Liset

akibat keserakahan liset
Liset, itulah nama seekor kucing yang sangat rakus. Liset mempunyai dua orang adik bernama Meti dan Pulsi. Sebagai anak tertua, Liset sering bertindak sewenang-wenang pada kedua adik-adiknya. Walaupun demikian, adik-adiknya sangat sayang pada Liset. 

Pada Suatu siang yang terik, ketika Ayah mereka sedang pergi, Ibu tampak kebingungan. Sebab hari ini ia hanya mendapatkan tiga ekor ikan. Dua ekor ikan kecil dan satu ekor ikan yang sangat besar. 

"Bagaimana cara membaginya nanti?" pikir ibu sambil berjalan menuju rumah. 

Dari kejauhan, Liset, Meti dan Pulsi berteriak-teriak menyambut kedatangan ibunya. 

"Hore....Ibu sudah pulang!" ujar mereka serempak. 

"Ibu, mana makanan untuk kami hari ini? Aku sudah sangat lapar," ujar Liset tidak sabar. 

Lalu Ibu pun segera menyiapkan makan. Sambil merapikan meja, Ibu terus berpikir. Akhirnya Ibu mendapat akal untuk membagi ikan besar itu menjadi dua bagian. Sekarang kita mempunyai empat potong ikan. Ibu serahkan pada kalian untuk memilihnya," ujar ibu panjang lebar.

"Liset mau yang besar, Bu," ujarnya sambil mengambil ikan yang paling besar tanpa minta persetujuan pada adik-adiknya. 

"Bagaimana dengan kalian?" tanya Ibu kemudian. 

"Tak apa-apa, Bu. Kami makan ikan yang kecil saja," jawab Meti Singkat. 

"Sekarang mari kita makan!" ajak Liset tak sabar. 

Mereka pun makan dengan lahap. Di tengah keheningan, tiba-tiba saja Liset berteriak-teriak kesakitan. 

"Aduh, tolong...tolong!" ujar Liset sambil memegangi lehernya. 

"Ada apa Liset ?" tanya ibu seraya menghampiri. 

"Ada duri ikan nyangkut di tenggoranku. Aduh, sakit sekali rasanya, Bu!" 

"Coba buka mulutmu!" perintah Ibu. "Wah, besar sekali duri ikan yang nyangkut itu. Seharusnya kamu tidak menelannya. Kamu masih terlalu kecil sehingga belum dapat mencerna duri yang besar," ujar Ibu menasehati. 

Kemudian Ibu pun mengelus-ngelus leher Liset. Meti dan Pulsi memperhatikannya dengan wajah cemas. 

"Kalian tak perlu terlalu cemas, Kakak kalian akan baik-baik saja. Ibu akan menekan-nekan leher Liset sehingga ia dapat memuntahkan duri ikan itu," ujar Ibu kucing. 

Tak lama kemudian dari mulut Liset terdengar suara serak. 

"Huk...huk....huk. Durinya sudah keluar, Bu," ujar Liset dengan gembira,"terima kasih, Bu. Liset berjanji tidak akan rakus lagi. 

Ibu tersenyum bahagia karena akhirnya Liset dapat sadar dengan sendirinya. Jika dia tidak rakus mungkin teman-teman dan adik-adiknya akan lebih sayang padanya. 

Sumber : Bobo Edisi 02 Thn III, 27 Mei - 3 Juni 2003
Penulis (Diceritakan kembali oleh) : Yuniarti 
Ilustrasi : Rudin

Minggu, 05 Maret 2017

Ayo Kita Sambut Dan Sukseskan
Gerakan Tagar "2019 GANTI PRESIDEN"
Mari Selamatkan NKRI Tercinta Ini
Dari Makar Jahat Kaum Sepilis Atheis
Serta Intervensi Asing Dan Aseng

Ujian Akhir Fija

Ujian Akhir Fija
Fija gemetaran memasuki area ujian praktik di pinggir sungai. Tubuhnya berkeringat dingin. Matanya serasa berbintang-bintang memusingkan. Ujian kali ini adalah praktik bekerja menggunakan belalai. Jantung Fija tak henti-hentinya berdebam tak tenang. Bisakah dia ujian tanpa salah? 

Fija mengingat-ingat semua teori yang sudah dipelajari. Dia sudah membaca tuntas buku Tips 1001 Lulus Ujian Akhir. Kepalanya terayun-ayun saat hafalan. Matanya sipit sekali saat ia pejamkan. 

"Belalai gajah memiliki 50.000 otot. Fungsinya untuk menyedot air, mengangkat kayu berat, dan menjumput makanan. Cara menyedot air yang benar adalah.....".

Fiji begitu khawatir tidak lulus ujian akhir sekolah gajah. Jika tidak lulus, dia akan tinggal kelas. Keluarganya pun pasti kecewa. 
****
KREEEEK! Kreek! Kreeek! 
"Fija, stop! lihat jalanmu!" teriak teman-teman Fija dari kejauhan. 

Fija tidak konsentrasi memperhatikan jalan. Dia jalan terlalu jauh sampai menyeberangi sungai. Celakanya dia menginjak-nginjak bendungan keluarga berang-berang. Bendungan itu rusak parah karena injakan kakinya yang besar. Ranting dan pohon bendongan terbawa arus sungai yang deras. Keluarga berang-berang segera menyelamatkan diri ke tepi sungai. 

Fija tercengang dengan tindakan yang dia lakukan. Dia cepat-cepat minta maaf kepada Pak Beri berang-berang yang muncul dari air diikuti 10 anggota keluarganya. Pak Beri menggeleng. Dia menunjuk jauh ke ujung sungai. "Aku lebih khawatir pada keluarga binatang yang tinggal di daerah muara. Rumah mereka pasti kebanjiran karena air sungai tiba-tiba meluap."

****

"ASTAGA, aku harus memberitahu para binatang di daerah hilir. "Fija meniup belalainya keras-keras. Dia mengeluarkan bunyi terompet peringatan. Beberapa binatang terdekat cepat-cepat menyingkir dari tepi sungai. 

Fija membayangkan keluarga binatang di daerah hilir kuyup karena banjir yang tiba-tiba. Dia tidak bisa diam saja. Bendungan baru harus segera dibangun. 

Fija merobohkan dua batang pohon berukuran sedang. Dia memasang pohon melintang di tengah sungai. Dia juga memungut ranting-ranting pohon untuk mengurangi air yang deras. 

Keluarga berang-berang berenang memasang ranting yang tidak bisa dicapai belalai gajah. Mereka terus bekerja sama membangun bendungan. Tak lama, aliran air sungai mengalir tenang seperti sedia kala. 

Pak Beri menyalami belalai Fija sebagai ucapan terima kasih. Keluarga berang-berang sudah mendapat bendungan baru untuk mereka tinggali. Binatang di daerah hilir juga lega sungai tidak meluap lagi. Telinga lebar Fija melambai-lambai karena bangga. 

"Astaga, ujianku!" Fija menepok belalai ke kepalanya yang botak. 

Dia menoleh ke seberang sungai. Pak Harja, guru ujian praktek, melotot padanya. Begitu juga sembilan teman-teman yang mengikuti ujian akhir. Mereka melongo melihat tragedi bendungan rusak tadi. 
****
FIJA segera menyeberang sungai dengan hati-hati. Dia mengingatkan dirinya untuk konsentrasi melihat jalan. Jika menginjak bendungan lagi, bisa-bisa dia tak jadi ujian. 

"Kita pindah agak ke tengah hutan saja. Kasihan keluaga berang-berang terganggu ujian kita," kata Pak Harja saat Fija tiba di area ujian kembali. 

Pak Harja memasuki hutan diikuti Fija dan kesembilan temannya. Fija berusaha fokus melewati jalan yang mereka lalui. Tidak lagi melamunkan isi buku-buku yang sudah dipelajari sebelumnya. 

Setelah menemukan tempat luas, ujian dimulai. Pak Harja memanggil semua murid satu per satu untuk ujian. Fija menunggu giliran dengan cemas. 

Anehnya, Pak Harja tak jua memanggilnya. Bahkan sampai buku daftar ditutup, namanya tidak disebut. Jangan-jangan dia melamun lagi waktu ujian tadi. Atau dia tidak diperbolehkan ujian karena kesalahan tadi pagi ? 

"Ehm, anu..., Pak Harja. Saya belum dipanggil ujian?" Fija mendekati Pak Harja yang sedang mengemas barang-barang dan bersiap pergi. 

Pak Harja memandang Fija dengan tertawa. "Kamu kan sudah ujian paling awal tadi. Mengangkat kayu, menjumput ranting, menyedot air sungai. Bendungan buatanmu tadi sempurna, Fija. Kamu lulus ujian akhir sekolah gajah." 

Fija melongo. Dipandangnya Pak Harja yang beranjak meninggalkan lapangan dengan tak percaya. Kesembilan temannya menerompet dengan gembira dengan kelulusan Fija yang luar biasa. 

Sumber : Kompas Minggu, 1 Maret 2015. 
Penulis : FiFadilla 
Ilustrasi : Alia Putri