Ratu Adioa adalah seorang pemuda yang selalu berperilaku santun dan hormat kepada kedua orang tuanya. Ia tidak pernah membantah dan menyakiti hati keduanya karena mereka telah mendidik dan membesarkannya. Suatu ketika, ia ditantang oleh empat orang sahabatnya agar menghabisi nyawa kedua orangnya. Jika ia tidak menerima tantangan itu, maka nyawanya sendiri yang akan terancam. Apa yang akan dilakukan Adioa? Temukan jawabannya dalam cerita Ratu Adioa berikut ini.
Alkisah, di sebuah kampung di daerah pesisir Sulawesi Utara, Indonesia, terdapat lima orang pemuda yang bersahabat, yaitu Ratu Wulanwanna, Wonte Ulu, Wonte Hall, Wonte Tembaga, dan Ratu Adioa. Mereka rata-rata hidup berkecukupan. Ratu Adioa seorang pemburu binatang di hutan, Wonte Ulu seorang nelayan, Wonte Hall pembuat perahu, dan Wonte tembaga seorang tukang besi. Sedangkan Ratu Wulanwanna adalah putra seorang juragan kapal. Selain Adioa, keempat orang bersahabat tersebut memiliki sifat sombong dan suka berlaku kasar terhadap orang-orang di sekitarnya, termasuk kepada kedua orang mereka.
Pada suatu hari, Ratu Wulanwanna ingin menantang keberanian keempat sahabatnya untuk membunuh kedua orang tua mereka masing-masing. Ia pun mengajak keempat sahabatnya untuk berkumpul di suatu tempat yang sepi agar rencananya tidak diketahui oleh orang tua mereka.
“Wahai, sahabat-sahabatku! Tahukah kalian mengapa aku mengajak kalian berkumpul di tempat ini?” tanya Ratu Wulanwanna memulai pembicaraan.
“Belum?” jawab keempat sahabatnya serentak.
“Begini sahabatku, aku ingin menantang keberanian kalian untuk membunuh kedua orang kita masing-masing. Apakah kalian bersedia menerima tantangan ini?” tanya Ratu Wulanwanna.
“Mengapa kedua orang kita yang harus kita bunuh?” tanya Wonte Ulu bingung.
Mendengar pertanyaan itu, Ratu Wulanwanna tersenyum seraya menjelaskan maksud rencananya tersebut.
“Ketahuilah, wahai sahabatku! Dengan membunuh kedua tua kita, maka kita akan mewarisi semua harta kekayaan mereka dan tidak ada lagi yang akan menghalangi segala keinginan kita,” jawab Ratu Wulanwanna seraya tersenyum.
Rupanya, jawaban Ratu Wulanwanna tersebut menggugah pikiran Wonte Ulu, Wonte Hall, dan Wonte Tembaga. Mereka bersedia menerima tantangan tersebut. Sementara Adioa hanya diam tertegun dan belum menyatakan kesediaannya.
“Hai, Adioa! Mengapa kamu diam saja? Apakah kamu tidak berani menerima tantangan ini?” tanya Ratu Wulanwanna dengan nada membentak.
Ratu Adioa tetap saja diam dan kebingungan. Dalam hatinya, ia tidak mau menerima tantangan itu, karena ia sangat menyayangi kedua orang tuanya. Namun, jika tidak menerima tantangan tersebut, ia akan dibenci dan bahkan dibunuh oleh keempat sahabatnya. Setelah berpikir keras, ia pun menemukan sebuah cara agar keempat sahabatnya tidak membencinya dan kedua orang tuanya pun selamat. Ia akan berpura-pura menerima tantangan tersebut, kemudian secara diam-diam, ia akan menyembunyikan kedua orang tuanya di dalam sebuah gua di tengah hutan. Gua itu sangat aman, karena di antara keempat sahabatnya hanya dialah yang mengetahui keberadaannya. Gua itu sering ia gunakan sebagai tempat beristirahat ketika sedang berburu binatang di hutan.
“Baiklah, sahabat! Aku bersedia menerima tantangan ini,” jawab Ratu Adioa dengan suara lantang.
Pada malam harinya, Ratu Wulanwanna, Wonte Ulu, Wonte Hall, dan Wonte Tembaga segera menghabisi nyawa kedua orang tua mereka yang sedang tertidur lelap. Setelah itu, mereka menguburnya di pinggir hutan. Sementara Adioa, secara diam-diam menyembunyikan kedua orang tuanya di dalam gua, lalu membuat dua tumpukan tanah dan memberinya batu nisan di atasnya, sehingga mirip dua buah kuburan yang bersandingan. Setelah itu, ia mengolesi darah ayam pada kedua batu nisan tersebut untuk meyakinkan keempat sahabatnya bahwa ia benar-benar telah membunuh kedua orang tuanya.
Sejak itu, keempat sahabat Adioa tersebut mewarisi semua harta kedua orang tua mereka. Namun, mereka senantiasa hidup boros dan bekerja sekehendak hati, sehingga lama-kelamaan hidup mereka semakin melarat. Sementara Adioa tetap rajin berburu binatang ke hutan untuk memenuhi kebutuhan kedua orang tuanya yang berada di dalam gua.
Pada suatu hari, ada tiga buah kapal mewah sedang berlabuh di dermaga. Mengetahui kedatangan ketiga kapal tersebut, Ratu Wulanwanna segera memerintahkan Ratu Adioa ke dermaga untuk menanyakan kepada awak kapal tentang maksud kedatangan mereka.
“Adioa! Pergilah ke dermaga dan tanyakan maksud kedatangan mereka!” seru Ratu Wulanwanna.
Mendengar perintah sahabatnya itu, Adioa pun berangkat ke dermaga. Setibanya di dermaga, ia pun menemui salah seorang awak kapal.
“Maaf, Tuan! Kalian siapa dan apa maksud kedatangan kalian ke kampung kami?” tanya Adioa.
“Kami adalah utusan raja dari Kerajaan Timur. Kami kemari membawa teka-teki untuk penduduk kampung ini. Jika kalian berhasil menjawab teka-teki kami, maka seluruh isi kapal ini akan menjadi milik kalian. Tetapi jika kalian tidak berhasil menjawabnya, maka kampung ini dan seluruh isinya akan menjadi milik kami,” jawab awak kapal itu.
“Apakah teka-teki yang hendak Tuan sampaikan kepada kami?” tanya Adioa.
“Kamu tunggu di sini sebentar, hai Anak Muda!” seru awak kapal itu seraya masuk ke dalam kapalnya.
Tak berapa lama kemudian, awak kapal itu kembali bersama dua temannya. Mereka membawa dua buah tengkorak manusia, dua ekor anak ayam, dan dua buah gayung yang berisi air.
“Begini, Anak Muda! Kami mempunyai tiga buah teka-teki untuk kalian. Pertama, kami meminta kalian memilih dari kedua tongkorak manusia ini, mana yang perempuan dan mana yang laki-laki. Kedua, pilih dari kedua ekor ayam ini, mana yang betina dan mana yang jantan. Ketiga, tebaklah air dalam dua gayung ini, mana yang berisi air tawar dan mana yang air laut. Bagaimana, apakah kalian berani menerima tantangan ini?” tanya awak kapal itu.
“Maaf, Tuan! Saya tidak bisa memutuskan sekarang. Saya harus merundingkan hal ini bersama keempat sahabat saya,” jawab Adioa.
Setelah berpamitan, Ratu Adioa segera menyampaikan tantangan tersebut kepada keempat sahabatnya. Mereka pun berunding dan bersepakat menerima tantangan tersebut dengan senang hati dan penuh harapan.
“Wah, jika kita berhasil menjawab teka-teki tersebut, maka kita akan menjadi kaya lagi,” celetuk Wonte Hall.
“Benar, sahabat! Hidup kita bisa kembali seperti dulu lagi,” tambah Wonte Tembaga.
“Sudahlah, sahabat! Janganlah terlalu berlebihan! Sebaiknya kita berunding untuk memecahkan teka-teki tersebut,” ujar Ratu Adioa.
Kelima pemuda bersahabat itu pun segera membahas teka-teki tersebut. Sudah sehari-semalam mereka berunding, namun belum juga menemukan jawabannya. Akhirnya, mereka pun bersepakat untuk membuat taruhan di antara mereka. Barangsiapa yang berhasil menjawab teka-teki tersebut, maka dialah yang akan diangkat menjadi raja.
Setelah itu, Adioa kembali ke dermaga untuk meminta waktu kepada awak kapal itu.
“Maaf, Tuan! Berilah kami waktu seminggu lagi untuk mencari jawaban teka-teki Tuan!” pinta Adioa.
“Baiklah, kalau itu yang kalian inginkan. Kami akan menanti jawaban kalian seminggu lagi. Tapi, jika kalian tidak menemukan jawaban teka-teka kami, maka kampung ini menjadi milik kami,” ujar awak kapal itu.
“Setuju, Tuan!” jawab Adioa singkat seraya berpamitan.
Setelah itu, Adioa dan keempat sahabatnya segera mencari jawaban teka-teki itu. Secara diam-diam, Adioa pergi menemui kedua orang tuanya dalam gua dan menceritakan kepada mereka tentang teka-teki tersebut.
“Ayah, Ibu! Apakah kalian mengetahui jawaban teka-teki itu?” tanya Adioa dengan penuh harap.
Ayah Adioa hanya tersenyum, lalu berkata, “Kakekmu dulu pernah memberikan teka-teki itu kepada Ayah kekita Ayah masih kecil. Tapi, waktu itu Ayah tidak bisa menjawabnya.”
“Tapi, jangan khawatir Anakku! Kakekmu telah memberitahu jawaban teka-teki itu,” sambung Ayah Adioa.
“Kalau begitu, apa jawabannya, Ayah?” desak Adioa.
“Dengarlah baik-baik, Anakku! Untuk menjawab teka-teki yang pertama, ambillah sebatang lidi, lalu kamu tusukkan ke dalam lubang tengkorak itu. Jika lidi itu lurus berarti tengkorak laki-laki, jika bengkok berarti tengkorak perempuan. Untuk jawaban teka-teki yang kedua, ambillah segenggang beras dan berilah makan kedua anak ayam itu. Ayam yang makan sambil menengadah berarti ayam jantan, sedangkan ayam yang makan sambil menunduk berarti ayam betina. Jawaban yang ketiga, jika air dalam gayung itu beriak tandanya air laut, sedangkan jika tidak beriak berarti air tawar,” jawab Ayah Adioa.
Betapa senang hati Adioa mendengar jawaban ayahnya. Hatinya gembira sekali, karena telah menemukan jawaban teka-teki tersebut.
“Terima kasih, Ayah!” ucap Adioa.
“Sama-sama, Anakku! Pergilah temui awak kapal tersebut dan jawablah teka-teki mereka! Kamu pasti dapat memenangkannya dan membawa pulang semua isi kapal mereka,” ujar ayah Adioa.
“Jangan lupa membawa segenggam beras dan sebatang lidi, Anakku!” seru ibu Adioa.
“O... iya! Terima kasih Bu telah mengingatkan Adioa,” ucap Adioa.
Setelah menyiapkan segenggam beras dan sebatang lidi, Ratu Adioa pun berpamitan kepada kedua orang tuanya, lalu bergegas menemui keempat sahabatnya. Setiba di tempat sahabat-sahabatnya berkumpul, ia mendapati mereka masih dalam kebingungan, karena belum menemukan jawaban teka-teki tersebut. Mereka tampak cemas dan takut para awak kapal tersebut akan membawa mereka ke negeri seberang untuk dipersembahkan kepada raja.
“Hai, kenapa kalian tampak kebingungan?” tanya Adioa.
“Waduh, Adioa! Kami sudah berusaha mencari jawaban teka-teki itu, tapi belum juga menemukannya,” keluh Ratu Wulanwanna.
“Kami sudah pasrah, Adioa! Hanya kamulah harapan kami satu-satunya yang dapat menyelamatkan kampung ini,” sahut Wonte Tembaga.
“Iya, Adioa! Apakah kamu sudah menemukan jawabannya?” tanya Wonte Hall.
Dengan tenang, Adioa menjawab, “Jangan khawatir, wahai sahabat-sahabatku! Aku sudah menyiapkan jawabannya. Ayo kita menuju ke dermaga menemui awak kapal itu!” ajak Adioa.
Kelima pemuda bersahabat tersebut bersama para penduduk kampung beramai-ramai menuju ke dermaga untuk mendengarkan jawaban teka-teki yang akan disampaikan oleh Adioa. Setibanya di dermaga, para awak kapal itu pun turun dari kapal menyambut kedatangan Adioa dan rombongannya.
“Bagaimana, Anak Muda? Apakah kamu sudah menemukan jawabannya?” tanya seorang awak kapal.
“Sudah, Tuan!” jawab Adioa sambil bersiap-siap.
Para penduduk yang hadir di tempat itu tampak tegang. Hati mereka diselimuti perasaan cemas dan khawatir. Jika Adioa tidak mampu menjawab teka-teki tersebut, maka kampung mereka akan dikuasai oleh raja dari negeri seberang itu. Demikian pula para awak ketiga kapal tersebut, mereka khawatir jika Adioa berhasil menjawab teka-teki tersebut, maka seluruh isi kapal mereka akan menjadi milik Adioa dan penduduk kampung itu.
Sesaat kemudian, awak kapal pun mempersilahkan Adioa untuk menjawab teka-teka tersebut.
“Silahkan, Anak Muda! Jawablah teka-teki itu!” seru awak kapal itu.
Dengan tenang, Ratu Adioa menjawab ketiga teka-teki tersebut sesuai dengan petunjuk ayahnya. Ketika ia berhasil menjawab teka-teki yang pertama, terdengarlah suara tepuk tangan yang ramai dari keempat sahabatnya dan para penduduk setempat. Begitu pula ketika ia berhasil menjawab teka-teki yang kedua. Begitu ia berhasil menjawab teka-teki yang ketiga, seluruh penduduk bersorak gembira dengan penuh kegirangan. Sementara para awak kapal hanya tercengang bercampur rasa kagum kepada Adioa, karena tak satu pun jawabannya yang meleset.
“Hai, Anak Muda! Kami sangat kagum kepadamu. Kamu memang pemuda yang hebat. Sesuai dengan janji kami, maka seluruh isi kapal itu menjadi milikmu dan penduduk di sini,” kata awak kapal itu seru
“Terima kasih, Tuan!” ucap Adioa sambil menyalami awak kapal itu.
Setelah seluruh isi ketiga kapal tersebut diturunkan, para awak kapal itu pun berpamitan untuk kembali ke negeri mereka. Begitu mereka pergi, para penduduk berpesta menyambut kemenangan mereka dan kemudian mengangkat Ratu Adioa menjadi raja.
Keesokan harinya, Raja Ratu Adioa pun menjemput kedua orang tuanya yang sedang bersembunyi di dalam gua. Setelah itu, ia menceritakan kepada keempat sahabat dan seluruh rakyatnya bahwa keberhasilannya menjawab teka-teki tersebut adalah berkat bantuan kedua orang tuanya. Mendengar cerita itu, keempat sahabatnya pun merasa sangat menyesal karena telah membunuh orang tua mereka. Kini, mereka tidak dapat menikmati kebahagiaan hidup bersama kedua orang tuanya, seperti yang dialami oleh Ratu Adioa.
* * *
Demikian dongeng Ratu Adioa dari daerah Sulawesi Utara, Indonesia. Dongeng di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa salah satu cara atau jalan untuk mencapai keberhasilan adalah menghormati orang tua. Mereka merupakan salah satu tempat kita untuk meminta nasehat dan petunjuk dikala kita sedang mengalami kesulitan, karena mereka memiliki banyak pengalaman hidup. Oleh karena itu, jika ingin mendapatkan kebahagiaan dan kesuksesan serta terhindar dari kesulitan, seperti Ratu Adioa dalam cerita di atas, maka sebaiknya kedua orang tua senantiasa harus dihormati. Sebagaimana dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu (Tenas Effendy, 2006):
kalu hendap beroleh berkah,
ibu bapa jangan diumpat
kalau angin bertiup di darat
ambillah jala turunkan sampan
kalau hidup hendak selamat
ayah dan bunda kita muliakan
ibu bapa jangan diumpat
kalau angin bertiup di darat
ambillah jala turunkan sampan
kalau hidup hendak selamat
ayah dan bunda kita muliakan
EmoticonEmoticon