Selaku nabi yang dipercaya Tuhan untuk membimbing manusia kepada tauhid, Sulaiman diberi mukjizat yang berbeda dari nabi yang lainnya, yaitu kekuasaan untuk memerintahkan alam, termasuk jin, udara, dan satwa-satwa bumi. Ia pun bisa memahami bahasa mereka.
Kemakmuran negeri dan kesejahteraan rakyatnya dapat dilihat dari istananya yang megah, terbuat dari kaca permata. Kekayaannya melimpah, tentaranya banyak dan perkasa.
Dalam pada itu, di Jazirah Arab bagian selatan, diapit oleh Laut Qalzum dan Samudera Hindia, terdapat sebuah kerajaan besar benmam Saba’ yang diperintahkan oleh seorang ratu cantik, Balqis binti Hidhad bin Tuba’.
Mendengar kabar di bagian utara erdapat kerajaan sangat megah di bawah pemerintahan Raja Sulaiman, Balqis yang gandrung kepada kemewahan mengerahkan jin-jin jahat untuk mencuri dari mana saja permata dan benda-benda berharga lainnya itu. Termasuk sebuah mutiara besar yang berada di istana Sulaiman. Alangkah gembira hatinya ketika jin tersebut berhasil melaksanakan tugasnya dengan sempurna.
Sebagai penganut agama Majusi yang menyembah matahari, segera diselenggarakan pemujaan kepada Sang Surya untuk mengungkapkan terima kasih dan syukur mereka. Upacara itu dilakukan dalam sebuah kuil yang sangat indah, dibangun di puncak bukit yang pemandangannya menakjubkan.
Raja Sulaiman telah berkali-kali menerima pengaduan dari negeri-negeri kecil di sekitarnya tentang merajalelanya jin-jin jahat merampoki kekayaan mereka. Ini pasti perbuatan Ratu Balqis.
Maka pada suatu hari yang telah diperhitungkan raja Sulaiman mengerahkan tentaranya dari berbagai makhluk, manusia, jin, dan binatang-binatang, untuk meluruk kea rah selatan dengan tujuan menaklukan kerajaan yang rakus itu.
Sesudah mengarungi lautan pasir berhari-hari, mereka melewati lembah semut. Salah seekor semut merah berkata kepada gerombolannya, “Wahai, seluruh semut. Masuklah buru-buru ke dalam liang masing-masing agar Sulaiman dan tentaranya tidak menginjak-injak kamu tanpa mereka sadari.” (Alquran, Surah An-Naml : 13).
Sulaiman tersenyum karena ia bisa memahami bahasa semut. Untuk itu ia amat bersyukur kepada Allah. Sampai akhirnya ujian Tuhan datang. Pada sebuah lembah yang jaraknya berhari-hari dari lembah semut itu, mereka terjebak di suatu kawasan yang kering kerontang. Tak setetes air pun mereka dapati. Sulaiman sudah memerintahkan jin untuk menggali sumur. Namun, apa daya. Memang tidak ada air di lahan gersang itu.
Harapannya kini tertumpu kepada burung hudhud. Tetapi, ternyata burung tersebut tidak berada di tempatnya. Entah ke mana perginya, tak satu pun yang tahu.
Tidak seperti yang diduga jelek, ternyata burung hudhud sangat cerdas dan setia. Menyadari Sulaiman dan anak buahnya kehabisan persediaan air, ia terbang mencari wadi yang subur. Di tengah perjalanan ia berjumpa dengan burung hudhud dari selatan. Mereka saling bertegur sapa. Setelah mengetahui maksud burung hudhud utara tangan kanan Raja Sulaiman itu sedang melacak mata air, hudhud selatan dengan sukarela menuntunnya terbang ke tempat yang airnya melimpah. Hudhud utara tercengang menyaksikan kesuburan wadi yang diperlihatkan hudhud selatan itu.
“Engkau akan lebih kagum lagi kalau melihat kerajaan Ratu Balqis yang akan kalian serang itu. Ayo, ikuti aku. Kebetulan Ratu Balqis dan rakyatnya sedang menjalankan penyembahan kepada matahari.”
Tiba si kuil indah itu, Hudhud utara keheranan memperhatikan Ratu Balqis yang ayu sedang memuja matahari, dan bukan memuja Allah. Upacara itu dilaksanakan bersama seluruh punggawa dan rakyatnya.
“Mumpung istana sedang kosong, ayo kita melihat-lihat di dalamnya,” ucap hudhud utara.
Betul sebagaimana dibualkan hudhud utara. Istana Ratu Bilqis amat megah.
“Tengoklah mutiara raksasa itu. Indah sekali, bukan?” ujar Hudhud selatan dengan bangga.
Hudhud utara terperanjat. Ia bertanya, “siapakah yang memberikan mutiara mahal ini?”
“Jin anak buah Ratu Balqis.”
“Kalau begitu mutiara ini pasti milik rajaku yang dicuri oleh jin itu dari tangan jin kami yang langsung mengambilnya dari dasar samudera.”
Sesudah itu, hudhud utara bergegas-gegas terbang balik ke selatan untuk mengahdap Raja Sulaiman. Tadinya Sulaiman akan murka kepadanya. Namun, setelah dikisahkan semua pengalaman hudhudnya, Sulaiman tersenyum penuh kasih sayang.
“Jika demikian, bawalah sepucuk surat kepada Ratu Balqis. Sehabis itu, menghindarlah kamu jauh-jauh. Perhatikan apa yang akan mereka perbuat,” ujar Sulaiman.
Surat yang berisi ancaman itu diterima Ratu Balqis di balariung tanpa menyadari siapa yang telah mengantarkannya. Ratu bingung dan takut. Ia sudah mendengar kehebatan Sulaiman dan tentaranya.
“Paman Menteri,” titahnya kepada wazir. “Tidak ada raja yang memasuki sebuah negeri lawan tanpa merusaj bahkan menghancurkan. Aku tak ingin rakyatku sengsara akibat kekeraskepalaan kita. Jelas kita tak kan mampu menandingi tentara Sulaiman. Karena itu, aku akan mengirimkan upeti bagi Sulaiman. Bila kedatangannya sekadar mencari kesenangan dan kekayaan, ia pasti akan menerimanya dengan suka cita. Kalau ia menolak, berarti Sulaiman seprang raja yang teguh pendiriannya dan berwibawa. Untuk raja semacam ini aku rela menyerah bersama negeriku kepadanya. Bagaimana pendapatmu, Paman?”
Wazir mengangguk-angguk setuju. Karena memang tindakan itulah yang paling bijaksana.
Sulaiman betul-betul raja yang agung. Upeti yang berpeti-peti itu, diantarkan oleh khalifah yang panjang, ditolak dengan sopan dan dikembalikan. “Maaf, kekayaan ini terlalu kecil dibandingkan dengan keimanan kepada Allah Yang Mahatunggal.”
Burung hudhud utara yang masih bersembunyi di dalam istana mendengar niat Ratu Balqis hendak menghadap dan menyerahkan diri kepada Sulaiman. Ia cepat terbang kembali dan menceritakan niat ratu cantik itu kepada junjungannya.
“Kalau begitu, wahai para jin sekalian, dirikan sebuah istana untuk menyambut kedatangan Ratu Balqis.”
Dalam tempo semalam istana itu pun telah siap. Lantainya pualam mengkilat sehingga dari pemandangan sepintas lalu bagaikan sebuah danau yang airnya amat bening berkilauan.
“Segera engkau berangkat ke istana Ratu Balqis, dan ambillah singgasananya sebelum ratu itu tiba disini,” perintah Sulaiman kepada jin yang paling pandai.
Tugas itu dalam beberapa saat telah berhasil dikerjakan. Sehingga pada waktu Ratu Balqis memasuki istana untuk bertatap mata dengan Sulaiman, ia ter[eranjat menyaksikan singgasananya sudah terletak di situ.
“Bukankah itu singgasanamu, wahai Ratu yang cantik?”
Balqis mengangguk.
“Engkau tahu apa artinya?”
“Saya datang untuk menyerah kepadamu bersama negeri dan seluruh rakyatku,” jawab Balqis merendah.
“Ternyata engakau seorang wanita yang baik. Maka dari itu, engkau bebas memerintahkan kembali negerimu. Hanya aku berpesan, jalankan hukum sesuai dengan agama yang benar, yaitu agama Allah.”
Ratu Balqis tidak keberatan. Bahkan dengan kesadaran yang matang ia memberikan kesaksian bahwa Allah itu satu, dsn Sulaiman adalah utusan Tuhan.
Demikianlah sejak saat itu, kedua kerajaan tersebut terikat oleh keimanan yang sma dan cinta yang menyatu, di bawah naungan agama Allah menuju kesejahteraan abadi, dunia dan akhirat. Sebab tidak ada perpaduan lebih tulus kecuali dalam kesamaan akidah dan ibadah.
EmoticonEmoticon