Sabtu, 11 Februari 2017

Ayo Kita Sambut Dan Sukseskan
Gerakan Tagar "2019 GANTI PRESIDEN"
Mari Selamatkan NKRI Tercinta Ini
Dari Makar Jahat Kaum Sepilis Atheis
Serta Intervensi Asing Dan Aseng

Reog Ponorogo, Cerita Rakyat Jawa Timur

Reog Ponorogo, Cerita Rakyat Jawa Timur
Dewi Sanggalangit, putri Raja Kediri tampak berduka. Ia bingung memilih siapa yang tepat menjadi suaminya. Sementara, puluhan raja menantikan kepastian dari sang Dewi.

Sore itu datang dua pelamar lagi. Mereka adalah Patih Iderkala dan Patih Bujang Ganong. Patih Iderkala melamarkan Raja Singabarong dari kerajaan Ladoya, Blitar. Patih Bujang Ganong mewakili Raja Kelana Suwandana dari Kerajaan Wengker, Ponorogo.

"Kali ini kau harus bisa menentukan pilihanmu. Kedua raja itu amat sakti. Mereka akan menyerang kita kalau mereka kau buat malu," nasehat ayah Dewi Sanggalangit. 

"Beri hamba waktu sepuluh hari Ayahanda, agar hamba bisa menimbang dengan bijaksana," sahut Dewi Sanggalangit. 

"Baik. Janjimu itu akan Ayah teruskan kepada raja pelamarmu," ujar ayah Dewi Sanggalangit lega. 

Dewi Sanggalangit masuk ke kamarnya. Ia bersemedi dengan khidmat. Ketika genap sepuluh hari, Dewi Sanggalangit memperoleh bimbingan dari Dewata. Ia lalu menghadap ayahnya. 

"Bagaimana, anakku? Siapakah pilihanmu? Tanya ayah Dewi Sanggalangit dengan sedikit tegang. 

"Hamba belum bisa menentukan sekarang, Ayah, sebab Hamba punya beberapa syarat untuk calon suami hamba itu," Jawab Dewi Sanggalangit. 

"Cepat sebutkan syaratmu itu!' seru ayah Dewi Sanggalangit penasaran. 

"Pertama calon suamiku harus bisa menyediakan 144 kuda kembar yang ditunggangi oleh pemuda-pemuda rupawan. 
Kedua; Ia harus membawa seekor binatang berkepala dua.   
Ketiga; Ia harus bisa menyajikan sebuah tontonan menarik yang belum pernah disaksikan orang," jelas Dewi Sanggalangit.

"Hm, aneh sekali permintaanmu itu, Sanggalangit. Akan tetapi, aku akan menyampaikannya kepada mereka." kata Ayah Dewi Sanggalangit. 

"Terima kasih, Ayah." 

Raja Kediri mengumpulkan para pelamar Dewi Sanggalangit di balairung istana. Ia menyampaikan keinginan putrinya. Para raja nampak putus asa, karena merasa tak sanggup memenuhi syarat yang diajukan Dewi Sanggalangit. Namun, tidak demikian dengan Patih Iderkala dan Patih Bujang Ganong. 

Patih Iderkala cepat kembali ke Blitar. Lalu, ia segera menghadap Raja Singabarong. Raja Singabarong amat sakti. Wajahnya amat menyeramkan. Ia adalah manusia yang berwajah harimau. 

Di bahu Raja Singabarong bertengger seekor burung merak. Burung cantik ini tadinya milik patih Iderkala. Kemudian, oleh Iderkala burung sakti itu dihadiahkan kepada Raja Singabarong, karena Raja Singabarong telah berbaik hati mengangkatnya menjadi patih Kerajaan Lodaya.

Sebaliknya, Raja Singabarong merasa beruntung mendapat burung merak itu. Selain sakti, burung itu pintar mencari kutu di rambut raja yang berkepala harimau itu.

Ya, banyak kutu! Ini memang merupakan penyakit yang meresahkan Raja Singabarong. Namun berkat burung merak mematuki kutu-kutu di rambutnya, penderitaan Singabarong menjadi agak ringan. Kepalanya serasa dipijit-pijit kalau burung itu sedang mematuki kutu-kutu di rambutnya.

"Apakah lamaranku diterima, Iderkala?" tanya Raja Singabarong.

"Pelamar Dewi Sanggalangit banyak sekali, Gusti. Ia mengajukan tiga syarat untuk calon suaminya," lapor Patih Iderkala. Lalu Patih Iderkala menyebutkan ketiga syarat itu.

"Dari semua pelamar Dewi Sanggalangit , siapa yang merupakan saingan terberatku?" tanya Raja Singabarong pongah.

"Raja Kelana Suwandana dari Kerajaan Wengker, Gusti. Ia terkenal sakti mandraguna!" jawab Patih Iderkala.

"Hm, Kelana Suwandana memang sakti. Apakah kau sudah mengatur siasat untuk mengalahkannya?" tanya Raja Singabarong ingin tahu.

"Hamba akan menyebar mata-mata ke Kerajaan Wengker. Bila Raja Kelana Suwandana berhasil memenuhi ketiga syarat itu. Hamba akan merampasnya di tengah jalan," jelas Patih Iderkala licik.

"Bagus! Lakukan siasatmu itu, Iderkala!" ujar Raja Singabarong senang.

Patih Iderkala berpamitan. Ia segera bertindak. Ia dan beberapa orang prajurit menyamar menjadi pedagang keliling. Kemudian, mereka berangkat menuju Kerajaan Wengker.

Sementara itu, Raja Kelana Suwandana sedang mempersiapkan diri. Ia dibantu oleh Patih Bujang Ganong yang setia. Berkat kesaktiannya, seratus empat puluh empat kuda kembar siap dipersembahkan untuk sang Dewi.

Hal itu akhirnya diketahui Patih Iderkala. ""Raja Kelana Suwandana memang benar-benar sakti!" gumam Patih Iderkala kagum.

Sialnya, dua anak buah Patih Iderkala tertangkap. Lodra dan Ardawalika dibawa menghadap Raja Kelana Suwandana. Berkali-kali Raja bertanya kepada kedua utusan Kerajaan Lodaya itu. Namum, mereka tetap membungkam.

"Cambuk mereka! Jangan berhenti sebelum mereka mau mengaku siapa dirinya!" perintah Raja Kelana Suwandana pada algojo.

Lodra dan Ardawalika sangat menderita. Akan tetapi mereka tetap tak mau mengaku. Lama-lama Ardawalika berteriak,"Hentikan! Aku akan mengaku!"

"Cepat katakan siapa kamu!" bentak algojo.

"Jangan,Ardawalika! Bukankah kau seorang prajurit sejati?" bujuk Lodra mengingatkan.

"Aku sudah tidak tahan Lodra, maafkan aku!" sahut Ardawalika. Lalu, ia berkata pada Raja Kelana Suwandana," Hamba berasal dari Kerajaan Lodaya, Gusti!"

"Kenapa kau memata-matai aku?" tanya Raja Kelana Suwandana.

"Kami ditugaskan untuk mengetahui persiapan Gusti dalam rangka peminangan Dewi Sangalangit," tutur Ardawalika.

"Cuma itu?" bentak Raja Kelana Suwandana.

Ardawalika mengangguk. Raja Kelana Suwandana pun berteriak lantang,"Algojo! cambuk dia sampai mau mengaku lagi.

"Tunggu...! Kami juga disuruh merampas kuda-kuda kembar dan binatang berkepala dua milik Paduka. Oh, saya telah mengatakan semuanya. Tolong bebaskan saya, Gusti ...!" rengek Ardawalika.

"Sayang sekali aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu, Ardawalika. Aku benci pada kelakuanmu. Kau adalah seorang pengecut hina. Cis! Aku jijik melihatmu!" Raja Kelana Suwandana kemudian berkata pada Algojo," penjarakan dia seumur hidup.!"

Raja Kelana Suwandana lalu menghampiri Lodra. "Aku kagum pada keteguhan hatimu. Kubebaskan kau meskipun sebenarnya kau adalah musuhku!'

"Terima kasih, Gusti!" jawab Lodra girang. Lalu, ia bergegas pulang ke Blitar.

Ternyata, Patih Iderkala pun bernasib sial. Ia dihadang Patih Bujang Ganong di perbatasan Kerajaan Wengker. Kedua patih itu saling berhadapan. Mereka lau mengadu kesaktian. Dalam pertarungan itu, Patih Iderkala terbunuh oleh keris Patih Bujang Ganong.

Sementara itu, Raja Singabarong tak sabar menunggu kedatangan Patih Iderkala. Lalu ia menyusul ke Kerajaan Wengker. Ia amat marah sewaktu menemukan mayat Patih Iderkala. Lalu, ia menantang Patih Bujang Ganong, "Keparat! kau telah membunuh Patihku ! Ayo sekarang lawan aku, Bujang Ganong!"

Pertarungan antara Raja Singabarong dan Patih Bujang Ganong berlangsung tidak seimbang. Raja Singabarong jauh lebih sakti dibading Patih Bujang Ganong. Ketika Patih Bujang Ganong nyaris kalah, tiba-tiba Raja Kelana Suwandana muncul di situ.

"Mundur, Bujang Ganong! dia bukan tandinganmu!" seru Raja Kelana Suwandana. Lalu Raja Kelana Suwandana berkata marah,"kau sungguh tak tahu malu, Singabarong! kau utus orang-orangmu untuk merampas milikku, Cis! Langkahi dulu mayatku sebelum kaujalankan niatmu!"

"Bedebah ....! teriak Raja Singabarong dengan muka merah padam."Ayo kita bertarung !"

Kedua raja itu saling mengadu kesaktian. Beberapa jurus kemudian, Raja Singabarong kelihatan semakin lamban gerakannya. Hal itu disebabkan oleh kutu-kutu di kepalanya yang mulai beraksi, sehingga ia tak bisa memusatkan pikiran.

"Kutu sialan! Lebih baik aku lari daripada dikalahkan Kelana Suwandana!' umpat Raja Singabarong. Lalu, secepat kilat ia memacu kudanya pulang ke Blitar.

"Dasar pengecut! Kuhabisi nyawamu kalau sempat bertarung lagi!" teriak Raja Kelana Suwandana bersumpah. Lalu ia memacu dan diam-diam mengikuti Raja Singabarong ke Blitar.

Setibanya di istana, Raja Singabarong segera memerintahkan burung merak untuk mencari kutu di rambutnya.

"Ayo terus! Ayo terus!' teriak Raja Singabarong keenakan. Tiba-tiba sesosok bayangan muncul di belakang Raja Singabarong. Ternyata ia adalah Raja Kelana Suwandana.

"Hm, mungkin inilah binatang berkepala dua yang diinginkan Dewi Sanggalangit," gumam Raja Kelana Suwandana ketika melihat burung merak itu sedang mematuki kutu-kutu di rambut Raja Singabarong.

Raja Kelana Suwandana mengheningkan cipta. Ia memohon kekuatan dari dewata.
"Jadilah kau binatang berkepala dua, Singabarong!" kutuk Raja Kelana Suwandana.

Tiba-tiba, tubuh burung merak itu menyatu di bahu Raja Singabarong, sehingga manusia berkepala harimau itu seolah-olah berkepala dua. Kepalanya yang satu adalah kepala burung merak itu!

"Kurang ajar! Kubunuh kau ....!" pekik Raja Singabarong marah. Ia menyerang Raja Kelana Suwandana. Dengan gesit Raja Kelana Suwandana menangkisnya. Lalu ia mengeluarkan cemeti saktinya. "Daar....darr....!" Cemeti itu menghajar tubuh Raja Singabarong hingga ia berguling-guling di tanah.

Ajaib! Sekujur tubuh Raja Singabarong seketika berubah menjadi binatang. Binatang berkepala dua!

Beberapa hari kemudian, Raja Kelana Suwandana pergi ke Kerajaan Kediri. Ia hendak melamar Dewi Sanggalangit. Iring-iringan panjang terlihat di belakang kudanya. Seratus empat puluh empat kuda ekor kuda kembar yang ditunggangi pemuda-pemuda rupawan. Nampak pula sekelompok penari dan seekor binatang berkepala dua, yang tak lain adalah jelmaan Raja Singabarong.

Raja Kelana Suwandana disambut dengan meriah oleh seluruh rakyat Kediri. Kemudian ia dinikahkan dengan Dewi Sanggalangit. Untuk meramaikan upacara pernikahan itu, di alun-alun Kediri diadakan tari-tarian yang diiringi dengan berbagai tetabuhan. Tontonan itu kemudian dinamai reog. Karena asal reog dari Ponorogo maka reog itu disebut Reog Ponorogo.

Kesimpulan
Cerita ini disebut legenda, karena Reog Ponorogo masih bisa kita tonton sampai sekarang. Biasanya atraksi ini ditampilkan pada suatu upacara atau keramaian. Dari legenda ini kita bisa mengambil pelajaran: "Kelicikan bisa menimbulkan petaka buat kuta."

Sumber: Buku Ceri Rakyat Dari Jawa Timur 
Oleh: Dwianto Setyawan 
Penerbit PT. Gramedia Widisarana Indonesia, Jakarta 1997


EmoticonEmoticon