Kamis, 23 Februari 2017

Ayo Kita Sambut Dan Sukseskan
Gerakan Tagar "2019 GANTI PRESIDEN"
Mari Selamatkan NKRI Tercinta Ini
Dari Makar Jahat Kaum Sepilis Atheis
Serta Intervensi Asing Dan Aseng

Langit Tak Memberi Jawaban - 23 - Lanjutan Novel Layla Majnun

Tags

23. Langit Tak Memberi Jawaban - Lanjutan Novel Layla Majnun


Majnun berdiri menatap ke langit, 
matanya bergerak dari satu planet menuju planet lainnya, 
dari satu bintang ke bintang lainnya. 
Yang manakah yang akan mendengar permohonannya?
Yang manakah akan datang untuk membantunya?

Rembulan menunjukkan sinarnya yang keperakan, sementara di kaki langit Venus terbakar bagaikan sulfur. Meteor berjatuhan ke bumi bagaikan tombak-tombak api yang dilemparkan oleh tangan-tangan dari surga, sementara bintang-bintang bersinar bagaikan ribuan perhiasan berkelap-kelip yang dijahitkan ke jubah langit yang berwarna nila.

Majnun berdiri menatap ke langit, matanya bergerak dari satu planet menuju planet lainnya, dari satu bintang ke bintang lainnya. Yang manakah yang akan mendengar permohonannya? Yang manakah akan datang untuk membantunya?

Saat matanya menjelajahi langit, untuk pertama kalinya ia mem- perhatikan Venus, lalu menjerit, “O, Venus! Kau adalah lentera yang me- mandu semua orang yang mencari kebahagiaan di dunia ini. Kekasih sang penyair dan penyanyi, kunci kesuksesan ada di tanganmu. Kau adalah stem- pel yang tertera pada cincin sang Raja, kau adalah ratu di istana kemak- muran dunia, kau adalah bintang yang berkuasa atas para pecinta. Kau adalah hadiah berupa kata-kata indah yang terlontar dari bibir semerah mirah delima; bibir-bibir milik kaummu, dan minumlah anggurmu yang beraroma ambergris. Masukkan ke dalam lingkaranmu dan limpahkanlah kebaikanmu kepadaku! Bukalah gerbang harapan: jangan biarkan aku mati karena menunggu! Jiwaku sakit dan hanya kaulah yang tahu obatnya. Biarkan angin malam membawa aroma wangi kekasihku kepadaku selagi masih ada waktu!”

Setelah mengajukan permohonan kepada Venus, Majnun ber- alih kepada Jupiter. Apakah ia juga bisa membantunya? Majnun berkata, “O Jupiter, bintang kebahagiaan! Kau adalah jiwa yang setia, karena kau selalu menepati janjimu. Kau mempertahankan kejujuran serta keadilan; pada setiap alam kau meninggalkan tanda keberadaanmu, karena kau adalah bintang bagi para penguasa serta hakim yang adil. Kaulah yang menentukan siapa yang akan menang. Pena takdir berada di tanganmu! Masa depan seluruh kosmos bergantung kepadamu! Percayalah kepa- daku karena hatiku mendapatkan seluruh kekuatannya darimu. Jangan pejamkan matamu saat aku membutuhkanmu!”

Majnun memohon kepada semua planet yang dilihatnya, satu demi satu, lalu bintang demi bintang, namun ia tak mendapatkan jawaban. Langit masih tetap diam dan jiwa Majnun beku di tengah dinginnya ke- cantikan malam itu. Para penghias malam itu terus bergerak dan tak meng- hiraukan rasa sakit hatinya yang menyedihkan. Apa peduli mereka? Untuk apa mereka repot-repot membantunya?

Lalu Majnun menyadarinya, untuk pertama kali segalanya menjadi jelas. Bintang-bintang tidak mempedulikannya karena sama saja dengan butiran-butiran pasir yang berada di bawah kakinya, mereka buta, tuli dan bisu! Gemerlap yang mereka tunjukkan semata-mata hanyalah sebuah pertunjukan. Di bawah tampilan luar mereka yang begitu luar biasa, me- reka hanyalah benda mati yang tak memiliki suara ataupun mata. Apalah artinya penderitaan jiwa seorang manusia bagi mereka?
Dan Majnun mengangkat wajahnya sekali lagi ke angkasa, tapi kali ini ia tak membuat permohonan. Mereka hanyalah subjek, pikirnya.

Dan di mana ada subjek, maka pasti ada sang penguasa. Jika ciptaan-Nya tak mau menjawabku, pikirnya, mungkin sang Pencipta bersedia men- jawabku.
Akhirnya Majnun berdoa kepada Yang Mahakuasa yang telah menciptakan bumi beserta isinya dan Ia yang tak pernah memiliki keperluan apapun. Ia berkata, “Ya Allah! Kepada siapa aku harus menghadap, jika bukan kepada-Mu? Venus dan Jupiter hanyalah ciptaan-Mu yang me- lakukan perintah-Mu, sementara Kau adalah sumber mata air bagi segala ciptaan-Mu. Pengetahuan-Mu mencakup segalanya dan luasnya karunia- Mu tak dapat diukur. Semua kekuasaan berada di tangan-Mu, dan tak ada rantai yang sebegitu kuatnya yang tak dapat Kau patahkan. Kau adalah Hakim Tertinggi, Perawat, serta Penjaga seluruh makhluk.

Apapun yang dimiliki oleh orang-orang hebat di dunia ini, mereka memilikinya karena- Mu. Kau adalah satu-satunya yang datang untuk membantu mereka-me- reka yang membutuhkan bantuan. Kami semua adalah tawanan yang terikat oleh rantai dan takkan ada yang dapat membantu kami jika Kau tak berkehendak demikian.
“Ketujuh surga dan segala yang berada di dalamnya adalah milik- Mu. Seluruh makhluk – seberapa pun hebatnya atau seberapa pun kecil- nya – menunduk patuh kepada perintah-Mu.
“Ya, Allah! Kau menciptakanku dari tanah liat, bergaung, berwarna hitam dan berat, lalu Kau hembuskan napas dari ruh-Mu kepadaku. Kehidupan berasal dari-Mu dan Kau memiliki kuasa untuk mempercepat datangnya kematian. Malam ini aku berdiri di hadapan-Mu sebagai makh- luk-Mu yang hidup dan bernapas, namun juga sebagai makhluk yang jiwa- nya telah mati. Hanya belas kasih-Mu-lah yang dapat menyelamatkan- ku; hanya pengampunan-Mu-lah yang dapat menyelamatkan aku dari ku- tukan abadi. Hanya rasa sayang-Mu-lah yang dapat mengubah kegelapan- ku menjadi sinar benderang, malam-malamku menjadi siang.”

Saat Majnun selesai mengucapkan doanya, ia merasa diliputi oleh ketenangan yang luar biasa. Ia tak lagi merasa perlu untuk memandang atau mengintai langit malam. Hatinya telah menemukan tempat peristira- hatan dan tatkala kantuk melandanya, ia tak memperhatikannya. Karena tak lama kemudian, ia pun mulai bermimpi dan dalam mimpinya ia meli- hat banyak hal aneh:

Di hadapannya ada sebuah pohon yang muncul secara tiba-tiba dan mulai tumbuh dengan begitu cepatnya hingga tanpa disadari pohon itu sudah jauh melebihi tinggi tubuhnya. Pohon itu terus tumbuh hingga menembus langit, Majnun memperhatikan ada seekor burung yang duduk di atas dahan tertinggi pohon itu. Ada sesuatu yang bersinar di paruh burung itu. Burung itu meninggalkan pohon itu dan terbang di atas Majnun selama beberapa saat. Lalu ia membuka paruhnya dan membiarkan benda bersinar itu terjatuh. Benda bersinar itu adalah sebuah permata dan ia terjatuh tepat di atas kepala Majnun. Dan permata itu tetap berada di sana, bagaikan penghias mahkota raja yang berkilauan.

Majnun terbangun saat matahari mulai naik. Mimpi indahnyatelah hilang, namun dirinya dipenuhi oleh rasa senang dan bahagia. Ia tak pernah merasa begitu lepas dari permasalahan dan tenang untuk waktu yang sangat lama.

Tubuhnya terasa ringan seolah ia memiliki kemampuan untuk terbang. Apakah jiwanya akan segera terbang? Apakah kebahagiaan yang muncul secara tiba-tiba ini karena mimpi yang begitu sederhana itu?

Kisah Novel Layla MajnunKisah Novel Layla MajnunKisah Novel Layla Majnun


EmoticonEmoticon