4. Cinta yang Terpupus (Lanjutan Kisah Layla Majnun)
Namun, siapa yang dapat memutar balik waktu dan mengubah jalannya takdir?
Tak lama kemudian, kunjungan rahasia Majnun ke tenda Layla di- ketahui khalayak umum. Suku Layla menjadi marah, siang dan malam mereka berjaga-jaga di sekitar tendanya untuk mengantisipasi kembalinya sang penyelinap. Meskipun bukan salahnya, namun secara perlahan Layla menjadi tawanan dari kaumnya sendiri……..dan juga tawanan cinta Majnun. Majnun terus menjelajahi pegunungan serta gurun tempat berkelana suku Najd, dan ia semakin jauh dari sukunya sendiri. Berselimutkan kain compang-camping, ia berjalan tanpa tujuan di tengah gurun, mencip- takan ode dan soneta yang dinyanyikannya dalam nada sedih untuk diri- nya sendiri. Yang dapat dipikirkannya hanyalah cintanya untuk Layla: makanan, tidur, keluarga, teman-teman – tak pernah ada bagi hatinya yang hancur. Dua atau tiga orang temannya yang biasanya menemaninya dalam perjalanan malamnya menuju tenda Layla telah lama meninggal- kannya. Karena tak sanggup menghadapi perubahan emosi Majnun, me- reka akhirnya turut menganggapnya gila karena cinta.
Siapapun yang melihatnya dari kejauhan pasti akan menunjuk-nunjuk dan berteriak, “Itu dia! Itu si Majnun, si gila yang dulu dikenal sebagai Qays! Itu dia si bodoh yang menimbun terlalu banyak rasa malu dan cela pada dirinya dan juga sukunya!”
Hal itu memang benar: tak ada seorang pun anggota sukunya yang tidak merasa malu akan tingkah laku Majnun. Mereka telah mela- kukan segala cara untuk menyadarkannya, membantunya dan juga mencegah terjadinya hal-hal buruk. Namun bagaimana caranya agar dapat menasihati seseorang yang telah terbakar oleh api? Bagaimana caranya menghentikan airmata yang begitu derasnya hanya dengan kata-kata? Meskipun mereka telah mencoba segala cara, namun masyarakat di suku itu tahu betul bahwa situasi itu tak dapat dibiarkan begitu saja. Kondisi kejiwaan Majnun, reputasi keluarganya, kehormatan seluruh suku – semuanya kini dipertaruhkan. Tidak dapatkah ayah Majnun, Sayyid, melakukan sesuatu? Bagaimanapun juga ia adalah pemimpin suku Banu Amir, dan jika ada seseorang yang harus melakukan sesuatu yang positif, maka ialah orang itu.
Namun demikian, Sayyid, seperti halnya semua orang di sekitarnya, tak dapat berbuat apa-apa. Siapa yang dapat memutar balik waktu dan mengubah jalannya takdir? Lagipula, kini ia hanyalah seorang pria tua, bebannya selama bertahun-tahun semakin besar dengan kegilaan putranya. Satu-satunya hal yang dapat dilakukannya hanyalah berdoa bahwa Majnun akan sadar dan kembali menjadi Qays.
Namun kondisi putranya tak jua membaik, dan Majnun tetap menjadi Majnun. Keadaannya berubah dari buruk menjadi semakin buruk, begitu buruknya keadaannya hingga ayahnya tergerak untuk mengadakan pertemuan dengan para tetua suku untuk membicarakan serta mencari pemecahan masalah tersebut. Para penasihat suku berkumpul di tendanya, Sayyid meminta mereka semua untuk mengatakan apa saja yang mereka ketahui. Satu persatu mereka maju ke depan dengan cerita- cerita mereka tentang Qays (Majnun) dan kegilaannya, setiap cerita terde- ngar lebih mengerikan dari sebelumnya. Hati Sayyid terasa semakin berat dengan setiap saat yang berlalu. Akhirnya, setelah mendengar cerita demi cerita itu, ia berkata,
“Tampak jelas bahwa putraku telah kehilangan akal sehatnya dan menyerahkan hati, jiwa, serta pikirannya untuk gadis ini. Ia bisa kembali seperti sediakala hanya jika ia bisa mendapatkan hati gadis itu. Hanya jika ia bisa memenangkan hasrat hatinya, maka Majnun dapat kembali menjadi Qays. Situasi ini sangat menyakitkan, namun tidak- lah terlalu sulit untuk dipahami. Akal sehat bocah itu sedang kacau. Baginya, Layla adalah cahaya yang menyinari dunianya; karena cahaya itu disem- bunyikan dari pandangannya, maka ia merasa hidup dalam kegelapan, ibarat seseorang yang buta. Menurutku, kita harus menemukan caha- ya ini, permata yang bersinar terang ini dan menyerahkannya kepada putraku. Mawar itu baru akan mekar hanya jika kita membersihkan debu dari kelopaknya.”
Kemudian pria tua itu meminta pendapat para tetua suku. Aneh- nya, mereka semua sepakat: seorang utusan akan segera dikirim menuju suku Layla dengan tujuan untuk memenangkan hati Layla untuk Majnun, dan dengan demikian akan mengakhiri penderitaan bocah itu. Tak lama kemudian, sejumlah tetua suku yang dipimpin oleh Sayyid melakukan perjalanan.
Tak pernah ada sejarah perseteruan di antara kedua suku ini, karena itulah Sayyid merasa yakin bahwa hasil dari perundingan ini akan menguntungkan putranya. Dan begitulah, ia beserta para tetua sukunya diterima dengan ramah tamah oleh masyarakat suku Layla, yang mem- perlakukan para tamu mereka dengan baik. Sang tuan rumah kemudian bertanya kepada Sayyid tentang maksud kedatangannya. Apakah ia membutuhkan suatu pertolongan? Apakah ia membutuhkan bantuan suku mereka dalam suatu peperangan? Sayyid menelan ludah dan menatap mata ayah Layla.
Read more »
EmoticonEmoticon