11. Sekuntum Bunga yang Rapuh (Lanjutan Novel Layla Majnun)
Ia bagaikan sekuntum bunga rapuh yang beku oleh es…
Di hari yang sama, saat Layla berjalan pulang dengan kedua matanya yang sembab karena terlalu banyak menangis. Ia berpapasan dengan Ibn Salam, seorang pria muda dari suku yang dikenal dengan Banu Asad. Ibn Salam adalah seorang pria yang sangat kaya dan terkenal. Ia dihormati oleh semua orang yang mengenalnya. Ia adalah pria yang kuat, baik, dan selalu beruntung, bahkan teman-temannya memberikan sebutan ‘Bakht’ (nasib baik) kepadanya. Apakah keberuntungannya juga berlaku untuk mendapatkan Layla?
Ya, begitu Ibn Salam melihatnya saat mereka berpapasan, ia tahu bahwa ia harus memiliki gadis itu. Baginya Layla adalah bulan purnama yang megah – sebuah ornamen yang sangat sesuai untuk menghiasi jiwanya yang sepi. Ia memutuskan untuk segera menghadap orangtua Layla untuk meminang gadis itu. Dan mengapa tidak? Bukankah ia pria yang sangat kaya raya? Bukankah ia terlahir dari keluarga terhormat? Semakin ia memikirkannya, semakin kuat keinginannya untuk memenangkan bulan purnama yang indah itu, untuk memiliki satu-satunya cahaya yang akan mengubah malam-malamnya menjadi siang dan membuat hidupnya lebih berwarna. Satu-satunya hal yang tak ia pikirkan adalah Layla, apakah ia bersedia menyerahkan dirinya kepadanya. Selain hal yang sangat penting itu, ia telah memikirkan hal-hal lainnya secara matang. Jawaban Layla akan menjadi jembatan yang akan dilaluinya menuju kehi- dupan yang lebih baik.
Dan begitulah, sesuai dengan tradisi Arab, Ibn Salam mengutus salah seorang kepercayaannya sebagai perantara untuk meminang Layla. Ia memerintahkan sang utusan untuk memohon kepada ayah Layla dengan segala kerendahan hati, namun pada saat bersamaan sang utusan harus dapat menjelaskan bahwa Ibn Salam bersedia untuk memberikan emas yang berlimpah kepada ayah Layla jika ia menerima permohonannya.
Ayah Layla menuruti kehendak Ibn Salam. Ia menyadari betapa bodoh dirinya jika tak menerima permohonan tersebut, meskipun ia merasa segalanya berjalan terlampau cepat. Namun ia mengungkapkan bahwa tak ada alasan mengapa ia harus segera menyetujui pinangan itu, jika ia bisa melakukannya esok hari. Ayah Layla tidak menerima maupun menolak tawaran itu, ia hanya berkata agar Ibn Salam bersedia menunggu. “Tentu saja kami akan mengabulkan permohonan Anda,” katanya, “jika Anda bersabar. Saat ini, putri kami sedang dalam keadaan sakit-sakitan dan lemah ia bagaikan sekuntum bunga rapuh yang beku oleh es. Oleh karena itu, ia membutuhkan waktu untuk dapat kembali kuat. Lihatlah bagaimana kurus dan pucat dirinya! Izinkan ia kembali kuat dan, atas izin Allah, maka kita dapat menerima pinangan ini dengan hati gembira. Apa salahnya jika Anda menunggu beberapa hari lagi?”
Itulah kesepakatan yang terjalin antara mereka berkaitan dengan Layla, dan Ibn Salam tak punya pilihan lain selain menerimanya dan menunggu.
EmoticonEmoticon