Tampilkan postingan dengan label cerita abu nawas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerita abu nawas. Tampilkan semua postingan

Kamis, 19 Januari 2017

Ayo Kita Sambut Dan Sukseskan
Gerakan Tagar "2019 GANTI PRESIDEN"
Mari Selamatkan NKRI Tercinta Ini
Dari Makar Jahat Kaum Sepilis Atheis
Serta Intervensi Asing Dan Aseng

Abu Nawas, Di Surga Tak Pantas Di Neraka Tak Kuat

abu nawas
Abu Nawas sebenarnya adalah seorang ulama yang alim. Tak begitu mengherankan jika Abuy Nawas mempunyai murid yang tidak sedikit.

Diantara sekian banyak muridnya, ada satu orang yang hampir selalu menanyakan mengapa Abu Nawas mengatakan begini dan begitu. Suatu ketika ada tiga orang tamu bertanya kepada Abu Nawas dengan pertanyaan yang sama. Orang pertama mulai bertanya.

"Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?"

"Orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil." jawab Abu Nawas.

"Mengapa?" Kata orang pertama.

"Sebab lebih mudah diampuni Tuhan." kata Abu Nawas.

Orang pertama puas karena ia memang yakin begitu.

Orang kedua bertanya dengan pertanyaan yang sama,
"Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?"

"Orang yang tidak mengerjakan keduanya." jawab Abu Nawas.

"Mengapa?" kata orang kedua.

"Dengan tidak mengerjakan keduanya, tentu tidak memerlukan pengampunan dari Tuhan." kata Abu Nawas.

Orang kedua langsung bisa langsung bisa mencerna jawaban Abu Nawas.

Orang ketiga juga bertanya dengan pertanyaan yang sama.
"Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?"

"Orang yang mengerjakan dosa-dosa besar." jawab Abu Nawas.

"Mengapa." kata orang ketiga.

"Sebab pengampunan Allah kepada HambaNya sebanding dengan besarnya dosa hamba itu." jawab Abu Nawas.

Orang ketiga menerima alasan Abu Nawas. Kemudian ketiga orang itu pulang dengan perasaan puas.

Karena belum mengerti, seorang murid Abu Nawas bertanya. "Mengapa dengan pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda?"

"Manusia dibagi tiga tingkatan. Tingkatan mata, tingkatan otak dan tingkatan hati."

"Apakah tingkatan mata itu?" tanya murid Abu Nawas.

"Anak kecil yang melihat bintang di langit. Ia mengatakan bintang itu kecil karena ia hanya menggunakan mata," jawab Abu Nawas mengandaikan.

"Apakah tingkatan otak itu?" tanya murid Abu Nawas.

"Orang pandai yang melihat bintang di langit. Ia mengatakan bintang itu besar karena ia berpengetahuan." jawab Abu Nawas.

"Lalu, apakah tingkatan hati itu?" tanya murid Abu Nawas.

"Orang pandai dan mengerti yang melihat bintang di langit. Ia tetap mengatakan bintang itu kecil walaupun ia tahu bintang itu besar. Karena bagi orang yang mengerti tidak ada sesuatu apapun yang besar jika dibandingkan dengan KeMaha-Besaran Allah."

Kini murid Abu Nawas mulai mengerti mengapa pertanyaan yang sama bisa menghasilkan jawaban yang berbeda. Ia bertanya lagi.
"Wahai guru, mungkinkah manusia bisa menipu Tuhan?"

"Mungkin." jawab Abu Nawas.

"Bagaimana caranya?" tanya murid Abu Nawas ingin tahu.

"Dengan merayu-NYA melalui pujian dan doa." kata Abu Nawas.

"Ajarkanlah doa itu padaku wahai guru." pinta murid Abu Nawas.

"Doa itu adalah: LLahi Lastu lil firdausi ahla, wala aqwa'alan naril jahimi, fahabli taubatan waghfir dzunubi, fa innaka ghafiruz dzanbil 'adhimi.

Sedangkann arti doa itu adalah: "Wahai Tuhanku, aku ini tidak pantas menjadi penghuni surga, tetapi aku tidak akan kuat terhadap panasnya api neraka. Oleh sebab itu, terimalah tobatku serta ampunilah dosa-dosaku. Karena sesungguhnya Engkaulah Dzat yang mengampuni dosa-dosa besar."


Sumber: Buku Dongeng Putri Salju 
Diceritakan kembali oleh: Yustitia Angelia
Ilustrasi: Ir. Anam
Penerbit: Bintang Indonesia, Jakarta

Selasa, 17 Januari 2017

Ayo Kita Sambut Dan Sukseskan
Gerakan Tagar "2019 GANTI PRESIDEN"
Mari Selamatkan NKRI Tercinta Ini
Dari Makar Jahat Kaum Sepilis Atheis
Serta Intervensi Asing Dan Aseng

Abu Nawas, Diusir Gara-Gara Mimpi Raja

abu nawas
Mimpi buruk yang dialami Baginda Raja Harun Al Rasyid tadi malam menyebabkan Abu Nawas diusir dari negeri Baghdad. Abu Nawas tidak berdaya. Bagaimanapun ia harus segera menyingkir meninggalkan negeri Baghdad hanya karena mimpi. Masih jelas terngiang-ngiang kata-kata Baginda Raja di telinga Abu Nawas.

"Tadi malam aku bermimpi bertemu dengan seorang laki-laki tua. Ia mengenakan jubah putih. Ia berkata bahwa negerinya akan ditimpa bencana bila orang yang bernama Abu Nawas masih tetap tinggal di negeri ini. Ia harus diusir dari negeri ini, sebab, orang itu membawa kesialan. Ia boleh kembali kenegerinya dengan syarat tidak boleh dengan berjalan kaki, berlari, merangkak, melompat-lompat dan menunggangi keledai atau binatang tunggangan yang lain."


Sudah dua hari penuh Abu Nawas mengendarai keledainya. Bekal yang dibawanya mulai menipis. Abu Nawas tidak terlalu meresapi pengusiran dirinya dengan kesedihan yang terlalu mendalam. Sebaliknya Abu Nawas merasa bertambah yakin bahwa Tuhan Yang Maha Perkasa akan segera menolong keluar dari kesulitan yang sedang melilit pikirannya. Bukankah tiada seorang teman pun yang lebih baik daripada Allah SWT dalam saat-saat seperti itu?

Setelah beberapa hari Abu Nawas berada di negeri orang. Ia mulai diserang rasa rindu yang menyayat-nyayat hatinya yang paling dalam. Rasa rindu itu makin lama makin menderu-deru seperti dinginnya es. Sulit untuk dibendung. Memang, tak ada jalan keluar yang lebih baik daripada berpikir. Tetapi dengan akal apakah ia harus melepaskan diri? Begitu tanya Abu Nawas dalam hati. Apakah aku akan meminta bantuan orang lain dengan cara menggendongku dari negeri ini sampai ke istana Baginda? Tidak! Tidak akan ada seorang pun yang sanggup melakukannya. Aku harus bisa menolong diriku sendiri tanpa melibatkan orang lain.

Pada hari kesembilan belas, Abu Nawas menemukan cara lain yang tidak termasuk larangan Baginda Raja Harun Al Rasyid. Setelah segala sesuatunya dipersiapkan, Abu Nawas berangkat menuju ke negerinya sendiri. Perasaan rindu dan senang menggumpal menjadi satu. Kerinduan yang selama ini melecut-lecut semakin menggila karena Abu Nawas tahu sudah semakin dekat dengan kampung halaman.

Mengetahui Abu Nawas bisa pulang kembali, penduduk negeri gembira. Desas-desus tentang kembalinya Abu Nawas segera menyebar secepat bau semerbak bunga yang menyerbu hidung.

Kabar kepulangan Abu Nawas juga sampai ke telinga Baginda Harun Al Rasyid. Baginda juga merasa gembira mendengar berita itu, tetapi dengan alasan yang sama sekali berbeda. Rakyat gembira melihat Abu Nawas pulang kembali karena mereka mencintainya. Sedangkan Baginda Raja gembira mendengar Abu Nawas pulang kembali karena beliau merasa yakin kali ini pasti Abu Nawas tidak akan bisa mengelak dari hukuman.

Mula-mula Baginda kecewa dan merasa terpukul melihat cara Abu Nawas pulang ke negerinya. Baginda sama sekali tidak pernah membayangkan kalau Abu Nawas ternyata masih punya seribu akal untuk mengatasi masalah.

Abu Nawas memang pulang dengan keledai. Tapi ia tidak menaiki keledai itu. Ia malah bergelayut di bawah perut keledai. Sehingga Abu Nawas terlepas dari sanksi hukuman yang akan dijatuhkan. Dengan cara ini ia tidak melanggar larangan Baginda Raja. Karena Abu Nawas tidak mengendarai keledai.

Baginda yang tadinya marah dan kecewa, kini berubah menjadi tertawa terpingkal-pingkal.


Sumber: Buku Dongeng Putri Salju 
Diceritakan kembali oleh: Yustitia Angelia
Ilustrasi: Ir. Anam
Penerbit: Bintang Indonesia, Jakarta

Minggu, 15 Januari 2017

Ayo Kita Sambut Dan Sukseskan
Gerakan Tagar "2019 GANTI PRESIDEN"
Mari Selamatkan NKRI Tercinta Ini
Dari Makar Jahat Kaum Sepilis Atheis
Serta Intervensi Asing Dan Aseng

Abu Nawas, Dilecehkan Malah Tertawa

abu nawas
Pada suatu sore ketika Abu Nawas ke warung teh, kawan-kawannya sudah berada di situ. Mereka memang sengaja sedang menunggu Abu Nawas.

"Nah ini Abu Nawas datang." kata salah seorang dari mereka.

"Ada apa?" Kata Abu Nawas sambil memesan secangkir teh hangat.

"Kami tahu engkau selalu bisa melepaskan diri dari perangkap-perangkap yang dirancang Baginda Raja Harun Al Rasyid. Tetapi kami yakin kali ini engkau pasti dihukum Baginda Raja bila engkau berani melakukannya." kawan-kawan Abu Nawas membuka percakapan.

"Apa yang harus kutakutkan. Tidak ada sesuatu apapun yang perlu ditakuti kecuali Allah SWT." kata Abu Nawas menentang.

"Selama ini belum pernah ada seorang pun di negeri ini yang berani memantati Baginda Raja Harun Al Rasyid. Bukankah begitu hai Abu Nawas?" tanya kawan Abu Nawas.

" Tentu saja tidak ada yang berani melakukan hal itu karena itu adalah pelecehan yang amat berat, hukumannya pasti dipancung." kata Abu Nawas memberitahu.

Itulah yang ingin kami ketahui darimu. Beranikah engkau melakukannya?"

"Sudah kukatakan bahwa aku hanya takut kepada Allah Swt saja. Sekarang apa taruhannya bila aku bersedia melakukannya?" Abu Nawas ganti bertanya.

"Seratus keping uang emas. Disamping itu Baginda harus tertawa tatkala engkau pantati." kata mereka.

Abu Nawas pulang setelah menyanggupi tawaran yang amat berbahaya itu.

Kawan-kawan Abu Nawas tidak yakin Abu Nawas sanggup membuat Baginda Raja tertawa apalagi ketika dipantati. Kayaknya kali ini Abu Nawas harus berhadapan dengan algojo pemenggal kepala.

Minggu depan Baginda Raja Harun Al Rasyid akan mengadakan jamuan kenegaraan. Para menteri, pegawai istana dan orang-orang dekat Baginda diundang, termasuk Abu Nawas. Abu Nawas merasa hari-hari berlalu dengan cepat karena ia harus menciptakan jalan keluar yang paling aman bagi keselamatan lehernya dari pedang algojo.  Tetapi, bagi kawan-kawan Abu Nawas, hari-hari amat panjang karena mereka tak sabar menunggu pertaruhan yang amat mendebarkan itu.

Persiapan-persiapan di halaman istana sudah dimulai. Baginda Raja menginginkan perjamuan nanti meriah karena Baginda juga mengundang raja-raja dari negeri sahabat.

Ketika hari yang dijanjikan tiba, semua tamu sudah datang kecuali Abu Nawas. Kawan-kawan Abu Nawas yang menyaksikan dari jauh merasa kecewa karena Abu Nawas tidak hadir. Namun ternyata mereka keliru. Abu Nawas bukannya tidak datang, tetapi terlambat sehingga Abu Nawas duduk di tempat yang paling belakang.

Ceramah-ceramah yang mengesankan mulai disampaikan oleh para ahli pidato. Dan tibalah giliran Baginda Raja Harun Al Rasyid menyampaikan pidatonya. Seusai menyampaikan pidato, Baginda melihat Abu Nawas duduk sendirian di tempat yang tidak ada karpetnya. Karena merasa heran. Baginda bertanya," Mengapa engkau tidak duduk di atas karpet?"

"Paduka yang mulia, hamba haturkan terima kasih atas perhatian Baginda. Hamba sudah merasa cukup bahagia duduk di sini." kata Abu Nawas.

"Wahai Abu Nawas, majulah dan duduklah di atas karpet nanti pakaianmu kotor karena duduk diatas tanah." Baginda Raja menyarankan.

"Ampun Tuanku yang mulia, sebenarnya hamba ini sudah duduk di atas karpet."

Baginda bingung mendengar pengakuan Abu Nawas, karena Baginda melihat sendiri Abu Nawas duduk diatas tanah.
"Karpet yang mana yang engkau maksudkan wahai Abu Nawas?" tanya Baginda masih bingung.

"Karpet hamba sendiri Tuanku yang mulia. Sekarang hamba selalu membawa karpet ke manapun hamba pergi." Kata Abu Nawas seolah-olah menyimpan misteri.

"Tetapi sejak tadi aku belum melihat karpet yang engkau bawa." kata Baginda Raja bertambah bingung.

"Baiklah Baginda yang mulia, kalau memang ingin tahu, maka dengan senang hati hamba akan menunjukkan kepada Paduka yang mulia." kata Abu Nawas sambil beringsut-ingsut ke depan. Setelah cukup dekat dengan Baginda, Abu Nawas berdiri kemudian menungging menunjukkan potongan karpet yang ditempelkan di bagian pantatnya. Abu Nawas kini seolah-olah memantati Baginda Raja Harun Al Rasyid.

Melihat ada sepotong karpet menempel di pantat Abu Nawas, Baginda Raja tak bisa membendung tawa sehingga beliau terpingkal-pingkal diikuti oleh para undangan.

Menyaksikan kejadian yang menggelikan itu, kawan-kawan Abu Nawas merasa kagum. Mereka harus rela melepas seratus keping uang emas untuk Abu Nawas.


Sumber: Buku Dongeng Putri Salju 
Diceritakan kembali oleh: Yustitia Angelia
Ilustrasi: Ir. Anam
Penerbit: Bintang Indonesia, Jakarta

Sabtu, 14 Januari 2017

Ayo Kita Sambut Dan Sukseskan
Gerakan Tagar "2019 GANTI PRESIDEN"
Mari Selamatkan NKRI Tercinta Ini
Dari Makar Jahat Kaum Sepilis Atheis
Serta Intervensi Asing Dan Aseng

Abu Nawas, Mengecoh Raja

abu nawas
Sejak peristiwa penghancuran barang-barang di istana oleh Abu Nawas yang dilegalisir oleh Baginda (Baca pada: Abu Nawas, Izin Tertulis Untuk Mengamuk), sejak saat itu pula Baginda ingin menangkap Abu Nawas untuk dijebloskan ke penjara.

Sudah menjadi hukum bagi siapa saja yang tidak sanggup melaksanakan titah Baginda, maka tak disangsikan lagi ia akan mendapat hukuman. Baginda tahu Abu Nawas amat takut kepada Beruang. Suatu hari Baginda memerintahkan prajuritnya menjemput Abu Nawas agar bergabung dengan rombongan Baginda Raja Harun Al Rasyid berburu beruang. Abu Nawas merasa takut dan gemetar, tetapi ia tidak berani menolak perintah Baginda.

Dalam perjalanan menuju ke hutan, tiba-tiba cuaca yang cerah berubah menjadi mendung. Baginda memanggil Abu Nawas. Dengan penuh rasa hormat Abu Nawas mendekati Baginda.

"Tahukah mengapa engkau aku panggil?" tanya Baginda tanpa sedikitpun senyum di wajahnya.

"Ampun Tuanku, hamba belum tahu." kata Abu Nawas.

"Kau pasti tahu bahwa sebentar lagi akan turun hujan. Hutan masih jauh dari sini. Kau kuberi kuda yang lamban. Sedangkan aku dan pengawal-pengawalku akan menunggang kuda yang cepat. Nanti pada waktu santap siang kita berkumpul di tempat peristirahatanku. Bila hujan turun kita harus menghindarinya dengan cara kita masing-masing agar pakaian kita tetap kering. Sekarang kita berpencar." Baginda menjelaskan.

Kemudian Baginda dan rombongan mulai bergerak. Abu Nawas kini tahu Baginda akan menjebaknya. Ia harus mencari akal. Dan ketika Abu Nawas sedang berpikir, tiba-tiba hujan turun.

Begitu hujan turun, Baginda dan rombongan segera memacu kuda untuk mencapai tempat perlindungan yang terdekat. Tetapi, karena derasnya hujan, Baginda dan para pengawalnya basah kuyup. Ketika santap siang tiba, Baginda segera menuju tempat peristirahatan. Belum sempat Baju Baginda dan para pengawalnya kering. Abu Nawas datang  dengan menunggang kuda yang lamban. Baginda dan para pengawal terperangah karena baju Abu Nawas tidak basah. Padahal dengan kuda yang paling cepat pun tidak bisa mencapai tempat berlindung yang paling dekat.

Pada hari kedua, Abu Nawas diberi kuda yang cepat, yang kemarin ditunggangi Baginda raja. Kini Baginda dan para pengawal-pengawalnya mengendarai kuda yang lamban. Setelah Abu Nawas dan rombongan kerajaan berpencar, hujan pun turun seperti kemarin. Malah hujan hari ini lebih deras daripada kemarin. Baginda dan para pengawalnya langsung basah kuyup karena kuda yang ditunggangi tidak bisa berlari dengan kencang.

Ketika saat bersantap siang tiba, Abu Nawas tiba di tempat peristirahatan lebih dahulu dari Baginda dan pengawalnya. Abu Nawas menunggu Baginda Raja. Selang beberapa saat Baginda dan para pengawalnya tiba dengan pakaian basah kuyup. Melihat Abu Nawas dengan pakaian yang tetap kering. Baginda jadi penasaran. Beliau tidak sanggup lagi menahan keingintahuan yang selama ini disembunyikan.

"Terus terang, bagaimana caranya menghindari hujan, wahai Abu Nawas," tanya Baginda.

"Mudah Tuanku yang mulia." Kata Abu Nawas sambil tersenyum.

"Sedangkan aku dengan kuda yang cepat tidak sanggup mencapai tempat berteduh terdekat, apalagi dengan kudamu yang lamban ini." tanya Baginda.

"Hamba sebenarnya tidak melarikan diri dari hujan. Tetapi, begitu hujan turun. Hamba secepat mungkin melepas pakaian hamba dan segera melipatnya, lalu mendudukinya. Ini hamba lakukan sampai hujan berhenti." Diam-diam Baginda Raja mengakui kecerdikan Abu Nawas.


Sumber: Buku Dongeng Putri Salju 
Diceritakan kembali oleh: Yustitia Angelia
Ilustrasi: Ir. Anam
Penerbit: Bintang Indonesia, Jakarta

Jumat, 13 Januari 2017

Ayo Kita Sambut Dan Sukseskan
Gerakan Tagar "2019 GANTI PRESIDEN"
Mari Selamatkan NKRI Tercinta Ini
Dari Makar Jahat Kaum Sepilis Atheis
Serta Intervensi Asing Dan Aseng

Abu Nawas, Izin Tertulis Untuk Mengamuk

Abu Nawas
Abu Nawas hanya tertunduk sedih mendengarkan penuturan istrinya. Tadi pagi beberapa pekerja kerajaan atas titah langsung Baginda Raja membongkar rumah dan terus menggali tanpa bisa dicegah. Kata mereka tadi malam Baginda bermimpi bahwa di bawah rumah Abu Nawas terpendam emas dan permata yang tak ternilai harganya. Tetapi setelah mereka terus menggali, ternyata emas dan permata itu tidak ditemukan. Dan, Baginda juga tidak meminta maaf kepada Abu Nawas. Raja telah berbuat semena-mena. Inilah yang membuat Abu Nawas memendam sakit hati.

Lama Abu Nawas memeras otak, namun belum juga ia menemukan muslihat untuk membalas Baginda. Makanan yang dihidangkan oleh istrinya tidak dimakan karena  nafsu makannya lenyap. Malam pun tiba, namun Abu Nawas tetap tidak beranjak. Keesokan harinya Abu Nawas melihat lalat-lalat mulai menyerbu makanan Abu Nawas yang sudah basi. Ia tiba-tiba tertawa riang.

"Tolong ambilkan kain penutup untuk makananku dan sebatang besi." Abu Nawas berkata kepada istrinya.

"Untuk apa?" tanya istrinya heran.

"Membalas Baginda Raja." Kata Abu Nawas singkat. Dengan muka berseri-seri Abu Nawas berangkat menuju istana. Setiba di istana Abu Nawas membungkuk hormat dan berkata," Ampun Tuanku, hamba menghadap Tuanku Baginda hanya untuk mengadukan perlakuan tamu-tamu yang tidak diundang. Mereka memasuki rumah hamba tanpa ijin dari hamba, dan berani memakan makanan hamba."

"Siapakah tamu-tamu yang tidak diundang itu wahai Abu Nawas?" sergap Baginda kasar.

"Lalat-lalat ini Tuanku," kata Abu Nawas sambil membuka penutup piringnya. "Kepada siapa lagi kalau bukan kepada Baginda junjungan hamba, hamba mengadukan perlakuan yang tidak adil ini."

"Lalu keadilan yang bagaimana yang engkau inginkan dariku?"

"Hamba hanya menginginkan ijin tertulis dari Baginda sendiri agar hamba bisa dengan leluasa menghukum lalat-lalat itu."

Baginda Raja tidak bisa mengelakkan diri menolak permintaan Abu Nawas karena pada saat itu para menteri sedang berkumpul di istana. Maka dengan terpaksa Baginda membuat surat ijin yang isinya memperkenankan Abu Nawas memukul lalat-lalat itu dimanapun mereka hinggap.

Tanpa menunggu perintah, Abu Nawas mulai mengusir lalat-lalat di piringnya hingga mereka terbang dan hinggap di sana-sini. Dengan tongkat besi yang sudah sejak tadi dibawanya dari rumah. Abu Nawas mulai mengejar dan memukuli lalat-lalat itu. Ada yang hinggap di kaca. Abu Nawas dengan leluasa memukul kaca itu hingga hancur, kemudian vas bunga yang indah, kemudian giliran patung hias, sehingga sebagian dari istana dan perabotannya remuk diterjang tongkat besi Abu Nawas. Bahkan Abu Nawas tidak merasa malu memukul lalat yang kebetulan hinggap di tempayan Baginda Raja.

Baginda Raja tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali menyadari kekeliruan yang telah dilakukan terhadap Abu Nawas dan keluarganya. Dan setelah merasa puas, Abu Nawas mohon diri.

Barang-barang kesayangan Baginda Raja banyak yang hancur. Bukan hanya itu saja, Baginda juga menanggung rasa malu. Kini ia sadar, betapa kelirunya berbuat semena-mena kepada Abu Nawas. Abu Nawas yang nampak lucu dan sering menyenangkan orang itu ternyata bisa berubah menjadi garang dan ganas serta mampu membalas dendam terhadap orang yang mengusiknya.

Abu Nawas pulang dengan perasaan lega. Istrinya pasti sedang menunggu di rumah untuk mendengarkan cerita apa yang dibawa dari istana.


Sumber: Buku Dongeng Putri Salju 
Diceritakan kembali oleh: Yustitia Angelia
Ilustrasi: Ir. Anam
Penerbit: Bintang Indonesia, Jakarta

Kamis, 12 Januari 2017

Ayo Kita Sambut Dan Sukseskan
Gerakan Tagar "2019 GANTI PRESIDEN"
Mari Selamatkan NKRI Tercinta Ini
Dari Makar Jahat Kaum Sepilis Atheis
Serta Intervensi Asing Dan Aseng

Abu Nawas, Licik Dibalas Licik

cerita abu nawas, licik dibalas licik
Pada suatu sore, ketika Abu Nawas sedang mengajar murid-muridnya. Ada dua orang tamu datang ke rumahnya. Yang satu adalah seorang wanita tua penjual kahwa, sedang satunya lagi adalah seorang pemuda berkebangsaan Mesir.

Wanita tua itu berkata beberapa patah kata, kemudian diteruskan dengan si pemuda Mesir. Setelah mendengar pengaduan mereka, Abu Nawas menyuruh murid-muridnya menutup kitab mereka.

"Sekarang pulanglah kalian. Ajak teman-teman kalian datang kepadaku pada malam hari ini sambil membawa cangkul, penggali, kapak dan martil serta batu."

Murid-murid Abu Nawas merasa heran namun mereka begitu patuh kepada Abu Nawas. Dan mereka merasa yakin gurunya selalu berusah membuat kejutan dan berada di pihak yang benar.

Pada malam harinya mereka datang ke rumah Abu Nawas dengan membawa peralatan yang diminta oleh Abu Nawas.

Berkata Abu Nawas,"Hai kalian semua! Pergilah malam hari ini untuk merusak Rumahnya Tuan Kadi yang baru."

"Hah? Merusak rumah Tuan Kadi?" guman semua muridnya keheranan.

"Apa? Kalian Jangan Ragu. Laksanakan saja perintah gurumu ini!" kata Abu Nawas menghapus keraguan murid-muridnya. Barang siapa yang mencegahmu, jangan kau pedulikan, terus pecahkan saja rumah Tuan Kadi yang baru. Siapa yang bertanya, katakan saja aku yang menyuruh merusak. Barangsiapa yang hendak melempar kalian, maka pukullah mereka dan lemparilah dengan batu."

Habis berkata demikian, murid-murid Abu Nawas bergerak kearah rumah Tuan Kadi. Laksana demonstran, mereka berteriak-teriak menghancurkan rumah Tuan Kadi.

Orang-orang kampung merasa heran melihat kelakuan mereka. Lebih-lebih, ketika tanpa basa basi mereka langsung merusak rumah Tuan Kadi. Orang-orang kampung itu berusaha mencegah perbuatan mereka, namun karena jumlah murid-murid Abu Nawas terlalu banyak, maka orang-orang kampung tak berani mencegah.

Melihat banyak orang merusak rumahnya Tuan Kadi segera keluar dan bertanya," Siapa yang menyuruh kalian merusak rumahku?"

Murid-murid itu menjawab," Guru kami, Tuan Abu Nawas yang menyuruh kami!"

Habis menjawab begitu, mereka bukannya berhenti, malah terus menghancurkan rumah Tuan Kadi hingga rumah itu roboh dan rata dengan tanah.

Tuan Kadi hanya bisa marah-marah karena tidak ada orang yang berani membelanya. "Dasar provokator, orang gila! Besok pagi aku akan melaporkannya kepada Baginda."

Benar, esok harinya Tuan Kadi mengadukan kejadian semalam, sehingga Abu Nawas dipanggil menghadap Baginda.

Setelah Abu Nawas menghadap Baginda, ia ditanya.
"Hai, Abu Nawas, apa sebabnya kau merusak rumah Kadi itu."

Abu Nawas menjawab,"Wahai Tuanku, sebabnya ialah, pada suatu malam hamba bermimpi, bahwasanya Tuan Kadi menyuruh hamba merusak rumahnya. Sebab rumah itu tidak cocok baginya. Ia menginginkan rumah yang lebih bagus lagi. Ya, karena mimpi itu maka hamba merusak rumah Tuan Kadi."

Baginda berkata,"Hai Abu Nawas, bolehkah hanya karena mimpi sebuah perintah dilakukan? Hukum dari negeri mana yang kau pakai itu?"

Dengan tenang Abu Nawas menjawab," Hamba juga memakai hukum Tuan Kadi yang baru ini Tuanku."

Mendengar perkataan Abu Nawas seketika wajah Tuan Kadi menjadi pucat. Ia terdiam seribu bahasa.

"Hai Kadi benarkah kau mempunyai hukum seperti itu?" tanya Baginda.

Tapi Tuan Kadi tiada menjawab, wajahnya nampak pucat, tubuhnya gemetaran karena takut.

Abu Nawas! Jangan membuatku pusing! Jelaskan kenapa ada peristiwa seperti ini!" perintah Baginda.

"Baiklah...." Abu Nawas tetap tenang.
"Baginda.... Beberapa hari yang lalu ada seorang pemuda Mesir datang ke negeri Baghdad ini untuk berdagang sambil membawa harta yang banyak sekali. Pada suatu malam, ia bermimpi kawin dengan anak Tuan Kadi dengan mahar (mas kawin) sekian banyak. Ini hanya mimpi Baginda. Tetapi Tuan Kadi yang mendengar kabar ini langsung mendatangi si pemuda Mesir dan meminta mahar anaknya. Tentu saja pemuda Mesir itu tak mau membayar mahar hanya karena mimpi. Nah, disinilah terlihat arogansi Tuan Kadi, ia ternyata merampas semua harta benda milik pemuda Mesir itu, sehingga pemuda itu menjadi seorang pengemis gelandangan dan akhirnya ditolong oleh wanita tua penjual kahwa."

Baginda terkejut mendengar penuturan Abu Nawas, tapi masih belum percaya seratus persen. Maka, ia memerintahkan Abu Nawas agar memanggil si pemuda Mesir. Pemuda Mesir itu memang sengaja disuruh Abu Nawas menunggu di depan istana, jadi mudah saja bagi Abu Nawas memanggil pemuda itu kehadapan Baginda.

Berkata Baginda Raja,"Hai anak Mesir, ceritakanlah hal ihwal dirimu sejak engkau datang ke negeri ini."

Ternyata cerita pemuda Mesir itu sama dengan cerita Abu Nawas. Bahkan pemuda itu juga membawa saksi yaitu pak tua pemilik tempat kost dia menginap.

" Kurang ajar! Ternyata aku telah mengangkat seorang Kadi yang bejad moralnya."

Baginda sangat murka. Kadi yang baru itu dipecat dan seluruh harta bendanya dirampas dan diberikan  kepada si pemuda Mesir.

Setelah perkara selesai, kembalilah si pemuda Mesir itu dengan Abu Nawas pulang ke rumahnya. Pemuda Mesir itu hendak membalas kebaikan Abu Nawas.

Berkata Abu Nawas," Janganlah engkau memberiku barang sesuatupun kepadaku. Aku tidak akan menerimanya sedikitpun jua."

Pemuda mesir itu betul-betul mengagumi Abu Nawas. Ketika ia kembali ke negeri Mesir, ia menceritakan tentang kehebatan Abu Nawas itu kepada penduduk Mesir. Sehingga nama Abu Nawas menjadi sangat terkenal.


Sumber: Buku Dongeng Putri Salju 
Diceritakan kembali oleh: Yustitia Angelia
Ilustrasi: Ir. Anam
Penerbit: Bintang Indonesia, Jakarta




Rabu, 11 Januari 2017

Ayo Kita Sambut Dan Sukseskan
Gerakan Tagar "2019 GANTI PRESIDEN"
Mari Selamatkan NKRI Tercinta Ini
Dari Makar Jahat Kaum Sepilis Atheis
Serta Intervensi Asing Dan Aseng

Abu Nawas, Silakan Saja

abu nawas, silakan saja
Suatu hari Abu Nawas kedatangan tiga orang tamu utusan Baginda Raja Harun Al Rasyid.

"Kami diutus oleh Baginda Raja untuk buang air besar di tempat tidurmu. Karena itu perintah raja, kamu tidak boleh menolak," kata salah seorang mereka.

"Saya sama sekali tidak keberatan. Silakan saja kalau kalian mampu melaksanakan perintah Raja?" Jawab Abu Nawas enteng.

"Betul?" tanya utusan Raja.

"Iya, silakan saja!" sahut Abu Nawas.

Abu Nawas mengawasi orang-orang itu beranjak ke tempat tidurnya dengan geram. Buang air besar di tempat tidur? Betul-betul kurang ajar, kelewat batas!

Pada saat mereka hendak bersiap-siap buang air besar, mendadak Abu Nawas berkata.

"Hai, maaf. Ada yang lupa saya sampaikan kepada kalian."

"Apa itu?"

"Saya ingatkan supaya kalian jangan melebihi perintah baginda Raja. Jika kalian melanggar, saya pukul tengkuk kalian dengan pentungan, setelah itu baru saya laporkan kepada Baginda bahwa kalian melanggar perintahnya." jawab Abu Nawas dengan serius. Bahkan kini Abu Nawas sudah mengambil pentungan kayu besar.

"He, apa maksudmu Abu Nawas?"

"Ingat!" kata Abu Nawas tegas. "Perintah Baginda hanya buang air besar di tempat tidur saja."

"Itu betul!"

"Hanya buang air besar tok! Jadi kalian tidak boleh kencing! Tidak boleh lepas celana! Tidak boleh cebok! Hanya buang besar saja!" kata Abu Nawas lagi.

"Wah! Itu tidak mungkin! Kami pasti kencing juga!"

  "Aku pukul tengkuk kalian sekeras-kerasnya!"

"Lho?"

"Iya sebab kalian melanggar perintah Baginda!"

Mereka saling pandang dengan cengar-cengir.

"Kalau begitu kami tak sanggup mengerjakan perintah Baginda."

"Itu bukan urusan saya." kataAbu Nawas.

Abu Nawas!" Tiba-tiba terdengar suara Jakfar dari luar pintu rumah.

Abu Nawas segera keluar rumah untuk menemui orang kepercayaan Baginda Harun Al Rasyid. Diikuti tiga utusan Baginda yang hendak buang air besar.

"Aku sudah mendengar perdebatan kalian. Baginda memang memerintahkan buang air besar di tempat tidurmu. Jika tiga orang ini sanggup, mereka masing-masing akan dapat hadiah seribu dirham. Jika gagal, maka, mereka boleh kau pukul sesuka hatimu." kata Jakfar.

"Oh begitu ! lalu hadiah dari Baginda untukku berupa apa?"

"Sekarang juga kau boleh menghadap Baginda untuk menerima tiga ribu dirham."


Sumber: Buku Dongeng Putri Salju 
Diceritakan kembali oleh: Yustitia Angelia
Ilustrasi: Ir. Anam
Penerbit: Bintang Indonesia, Jakarta