Senin, 04 Februari 2019

Ayo Kita Sambut Dan Sukseskan
Gerakan Tagar "2019 GANTI PRESIDEN"
Mari Selamatkan NKRI Tercinta Ini
Dari Makar Jahat Kaum Sepilis Atheis
Serta Intervensi Asing Dan Aseng

Putri Pinang Masak

Tags

Salah satu kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia adalah keanekaragaman sukunya. Di antara sekian banyak suku tersebut terdapat suku asli yang tinggal di daerah-daerah tertentu di Indonesia. Di Riau, terdapat sebuah suku yang dikenal dengan Suku Talang Mamak. Menurut sebagian ahli, suku ini termasuk ke dalam golongan Melayu Tua atau Proto Melayu yang merupakan suku asli Indragiri dengan sebutan “Suku Tuha”, yang berarti suku pertama datang. Mereka tersebar di empat kecamatan yaitu Batang Gansal, Cenaku, Kelayang dan Rengat Barat, Kabupaten Indragiri Hulu. Melayu Tuo atau Proto Melayu merupakan kelompok manusia yang datang dari benua Asia, yaitu dari daerah Yunan yang termasuk wilayah Cina Selatan. Diperkirakan mereka datang ke pulau Sumatera sekitar 400 tahun sebelum Masehi.



Selain di Riau, di Provinsi Jambi juga terdapat sekelompok Suku Talang Mamak yang berada di Dusun Semarantihan, Desa Suo-Suo, Kecamatan Sumai, Kabupaten Tebo, Jambi. Namun, yang disebut-sebut sebagai suku asli Jambi adalah Suku Kubu atau lebih dikenal dengan Suku Anak Dalam atau Komunitas Orang Rimba. Menurut sebagian ahli, suku ini juga merupakan termasuk golongan Melayu Tua atau Proto Melayu. Secara garis besar, mereka bermukim di tiga wilayah yang berbeda, yaitu di sekitaran Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (wilayah utara Provinsi Jambi), Taman Nasional Bukit Dua Belas, dan di sepanjang jalan lintas Sumatera (wilayah selatan Provinsi Jambi). Mereka masih hidup secara sangat tradisional, tinggal berpindah-pindah secara berkelompok, dari satu hutan ke hutan lainnya di wilayah Provinsi Jambi dan mendasarkan hidupnya pada berburu dan meramu.
Selain itu, asal-usul Suku Talang Mamak di Riau dan Suku Kubu di Jambi juga dapat diketahui melalui mitos atau cerita-cerita yang berkembang di dalam masyarakat. Cerita mengenai asal-usul Suku Kubu dan Suku Talang Mamak ini memiliki beberapa versi yang berbeda. Salah satu versi yang sangat terkenal diceritakan dalam cerita rakyat tentang Putri Pinang Masak. Konon, di Indragiri hidup tujuh pasang putra-putri yang dilahirkan secara kembar. Ketujuh putra tersebut menjadi pemuda yang gagah berani, sedangkan ketujuh putri tumbuh menjadi gadis cantik jelita. Dari ketujuh putri tersebut, salah seorang di antaranya yang termolek, Putri Pisang Masak namanya. Suatu hari, Putri Pisang Masak tiba-tiba hilang. Ketujuh saudara laki-lakinya sibuk mencari ke sana ke mari, namun tidak juga ditemukan. Hilang ke manakah Putri Pisang Masak? Siapa yang telah menculiknya? Berhasilkah ketujuh saudara laki-lakinya tersebut menemukannya? Ingin tahu jawabannya? Ikuti kisah selengkapnya dalam cerita Putri Pisang Masak berikut ini!
* * *
Alkisah, pada zaman dahulu, tersebutlah sebuah kisah di Negeri Simbul, Siberida, Indragiri, Riau. Di negeri itu hidup tujuh pasang putra-putri yang dilahirkan secara kembar syam. Marudum Sakti lahir kembar dengan Putri Pinang Masak (sulung), Buyung Selamat dengan Putri Mayang Mengurai, Sampurago dengan Subang Bagelan, Tonggak de Tonang dengan Putri Pandan Bajelo, Sapu Jagat dengan Putri Loyang Bunga Emas, Roger dan Putri Setanggi, dan yang bungsu Tuntun dengan Putri Bungsu.
Ketujuh putra tersebut tumbuh menjadi pemuda yang gagah berani, sedangkan ketujuh kembarannya tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita. Dari ketujuh putra tersebut, Roger adalah yang paling gagah dan pemberani. Sementara, dari ketujuh putri, Putri Pinang Masak adalah yang termolek.
Pada suatu hari, seluruh warga heboh, karena tiba-tiba Putri Pinang Masak hilang. Ketujuh saudara laki-lakinya sibuk mencarinya ke sana kemari, namun tak juga mereka temukan. Roger yang gagah dan pemberani kemudian pergi menyusuri berbagai tempat hingga bertemu dengan Datuk Motah. Dari Datuk itulah ia memperoleh kabar bahwa kakaknya, Putri Pinang Masak, dibawa lari dan dikawinkan dengan Raja Dewa Sikaraba Daik oleh Paduka Raja Telni Telanai dari Jambi.
Setelah mendengar kabar keberadaan kakaknya, Roger segera melaporkan kabar itu kepada saudara-saudaranya. Mereka kemudian berkumpul untuk mengadakan musyawarah. “Wahai, Adikku Roger! Kita semua sudah tahu, bahwa di antara kita bersaudara engkaulah yang paling gagah dan pemberani. Maka sepantasnyalah engkau yang harus menjemput Putri Pisang  Masak ke Jambi,” kata Marudum Sakti kepada adiknya. “Benar, Abang! Kami setuju dengan pendapat Abang Marudum Sakti,” tambah Tuntun, adik Bungsunya. “Ya, kami juga sepakat,” sahut saudara-saudaranya yang lain serentak. Akhirnya, diputuskan Roger diutus ke Jambi untuk membawa pulang Putri Pinang Masak dengan damai.
Keesokan harinya, Roger berangkat ke Jambi seorang diri. Negeri Jambi dijaga ketat,  karena terjadi pertentangan antara Raja Telni Telanai dengan Belanda. Setelah melakukan perundingan dengan para pengawal istana, Roger pun diizinkan untuk menemui Raja Telni Telanai.
“Hai, Orang Muda! Kamu siapa dan dari mana asalmu?” tanya Raja Telni.
“Ampun, Baginda! Hamba Roger. Hamba berasal dari Indragiri,” jawab Roger, tanpa memberitahukan sang Raja kalau dirinya adalah adik kandung Putri Pinang Masak.
“Apa gerangan yang membawamu kemari, Roger?” Raja Telni kembali bertanya.
“Ampun, Baginda! Jika Baginda berkenan, izinkahlah hamba ikut membantu mengusir Belanda dari negeri ini,” Roger memohon kepada Raja Telni.
Raja Telni menyambutnya dengan gembira, seraya berkata, “Baiklah, Roger! Kamu boleh tinggal di istana ini.”
Sejak itulah, Roger tinggal di istana Kerajaan Jambi. Putri Pinang Masak telah mengetahui keberadaan adiknya itu, namun ia tidak pernah bercerita kepada siapa pun tentang hubungan mereka.
Untuk menguji keperkasaan Roger, berkali-kali Raja Telni mengutusnya untuk menumpas para perampok yang berkeliaran di perairan Jambi. Oleh karena kesaktiannya, Roger selalu berhasil, sehingga ia diangkat menjadi dubalang negeri. Tak lama kemudian, Roger pun diperkenankan untuk ikut berperang melawan Belanda.
Pada malam sebelum berangkat ke medan perang, diam-diam Putri Pinang Masak menemui adiknya dan memberinya selendang cindai sebagai pusaka. Berbekal cindai[1] dan kesaktiannya, Roger pun berhasil memukul mundur pasukan Belanda. Segenap raja Jambi menyambutnya sebagai pahlawan. Oleh karena jasa-jasanya terhadap kerajaan, Raja Telni Telanai menganugerahkan gelar “Datuk” dan mengukuhkan Roger sebagai “Dubalang Utama”. Maka lengkaplah gelar Roger sebagai ”Datuk Dubalang Utama Roger”.
Waktu terus berjalan. Raja Telni Telanai mulai sakit-sakitan. Akhirnya, ia pun menyerahkan tampuk kekuasaannya kepada putranya, Raja Dewa Sikaraba Daik. Namun sejak pemerintahan dipegang oleh Raja Dewa Sikaraba Daik, kerajaan menjadi lemah. Banyak pengkhianat muncul di lingkungan istana. Kesempantan itu kemudian dimanfaatkan oleh Belanda untuk menekan raja muda itu.
Setelah terus dibujuk dan didesak oleh para hulubalang yang menjadi mata-mata Belanda, akhirnya Raja Dewa Sikaraba Daik yang lemah itu mau menandatangani perjanjian perdamaian dengan Belanda. Datuk Roger pun ditangkap. Dengan tangan diikat, Datuk Roger dibawa ke kapal untuk ditenggelamkan di tengah-tengah samudera.
Namun, sewaktu akan menaiki kapal, tiba-tiba terjadi peristiwa gaib. Dengan izin Allah, Roger tiba-tiba menghilang tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Lama Roger tidak muncul, sehingga orang-orang Belanda menganggapnya telah mati.
Sepeninggal Datuk Roger, Belanda kemudian menyerang Kerajaan Jambi. Banyak pasukan Raja Dewa Sikaraba Daik yang gugur. Mereka pun semakin terdesak oleh Belanda. Pada saat yang kritis itu, tiba-tiba Datuk Roger muncul. Kemudian ia memohon izin kepada Raja Sikaraba Daik untuk melawan Belanda. Dengan keperkasaannya, Roger dan pasukannya berhasil memukul mundur pasukan Belanda. Para pengkhianat kerajaan kemudian ditangkap dan dihukum mati. Kerajaan Jambi kembali aman dan damai. Raja Dewa Sikaraba Daik pun memimpin rakyat Jambi dengan arif dan bijaksana.
Melihat kondisi sudah kembali aman, Datuk Roger pun bermaksud kembali ke Indragiri. Ia pun segera menghadap Raja Dewa Sikaraba Daik, “Ampun, Baginda! Kini saatnya hamba harus pulang. Jika Baginda memerlukan Hamba, panggillah hamba di Desa Siambul, di Hulu Batang Gangsal, Siberida, Indragiri,” kata Datuk Roger.
Mengetahui adiknya akan kembali ke Indragiri, Putri Pinang Masak segera bersimpuh di hadapan suaminya, Raja Dewa Sikaraba Daik, ”Maafkan Dinda, Kanda! Sebenarnya Dinda adalah kakak kandung Datuk Roger. Izinkanlah Dinda pulang ke Indragiri bersamanya. Dinda akan segera kembali ke istana ini untuk melahirkan putra kita.” Raja Dewa Sikaraba Daik terkejut mendengar perkataan Putri Pinang Masak. “Benarkah itu, Datuk Roger?” tanya sang Raja penasaran. “Benar, Baginda Raja!” jawab Roger singkat.
Akhirnya, Raja Dewa Sikaraba Daik mengetahui hubungan persaudaran mereka yang selama ini dirahasiakan. Namun, mengingat Datuk Roger telah berjasa kepada kerajaan Jambi, sang Raja pun memakluminya. Dengan berat hati, Raja Dewa Sikaraba Daik mengizinkan Putri Pinang Masak pulang ke Indragiri bersama adiknya. 
Keesokan harinya, sebelum kakak beradik itu berangkat, Raja Dewa Sikaraba Daik menyerahkan Plakat Kerajaan yang berisi maklumat bahwa hutan di daerah Jambi diserahkan kepada anak cucunya melalui keturunan dari Putri Pinang Masak.
Setelah menempuh perjalanan jauh, sampailah Roger dan Putri Pinang Masak di Indragiri. Mereka disambut oleh masyarakat Siambul dengan suka-cita dan haru. Untuk meluapkan perasaan gembira tersebut, masyarakat desa mengadakan upacara gawai atau selamatan. Dalam suasana gembira tersebut, Datuk Marudum Sakti berkata, “Keluarga kita sudah utuh kembali. Peristiwa ini hendaknya kita jadikan pelajaran berharga agar selalu membela dan melindungi saudara-saudara kita.”
Sesuai dengan Plakat Kerajaan yang diberikan oleh Raja Dewa Sikaraba Daik, selanjutnya anak keturunan Putri Pinang Masak berkembang menjadi Suku Kubu dan Talang Mamak yang menguasai hutan Jambi. Hingga kini, kedua suku tersebut masih dapat ditemukan di daerah-daerah pedalaman di Pulau Jambi.    
* * *
Cerita rakyat di atas termasuk cerita teladan yang mengandung nilai-nilai moral. Ada dua nilai moral yang dapat dipetik dari cari di atas yaitu sifat gemar menolong dan pandai membalas budi. Pertama, sifat gemar menolong tercermin pada perilaku Roger yang telah membantu kerajaan Jambi untuk melawan Belanda. Sifat ini patut untuk dijadikan sebagai suri teladan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi orang Melayu, sifat gemar menolong sangat dianjurkan. Sifat gemar menolong dapat meningkatkan rasa kesetikawanan sosial dan dapat membuahkan persaudaraan sejati antara sesama manusia.
Kedua, sifat pandai membalas budi tercermin pada perilaku Raja Dewa Sikaraba Daik yang telah mengangkat Roger sebagai ”Datuk Dubalang Utama Roger” di Kerajaan Jambi. Sifat ini sangat diutamakan dalam kehidupan orang-orang Melayu, karena ia merupakan perbuatan mulia dan terpuji. Oleh karena itu, dalam kehidupan orang Melayu, sebutan “orang berbudi” melambangkan perilaku terpuji, mulia, dan dihormati oleh masyarakatnya. Keutamaan membalas budi dalam kehidupan orang Melayu banyak disebutkan dalam tunjuk ajar Melayu, baik berupa bentuk ungkapan maupun dalam untaian syair dan pantun. Dalam ungkapan Melayu dikatakan:
apa tanda Melayu jati,
membalas budi sampailah mati
Dalam untaian syair dikatakan:
wahai ananda ibu bermadah,
membalas budi janganlah lengah
budi termakan hutang tak sudah
balas olehmu karena lillah
Dalam untaian pantun juga dikatakan:
malam hari pasang pelita
apinya marak menerangi halaman
orang berbudi membalas jasa
seumur hidup jadi kenangan


EmoticonEmoticon