Dalam perang Khandaq, ketika serdadu Kufar Quraisy beserta kabilah-kabilah yang lain berhasil mengepung kaum Muslim, sekitar sepuluh ribu pasukan Muslimin benar-benar telah tidak berdaya menghadapi kekuatan yang begitu dahsyat. Mental pasukan yang telah diboikot dan dikepung itu sudah sangat lemah, ditambah dengan persediaan makanan dan minuman yang setiap hari semakin menipis. Kekalahan sepertinya tidak dapat lagi dielakkan. Hanya parit yang jauh hari sudah mereka gali, yang bisa sedikit menahan gerak langkah musuh yang jumlahnya jauh lebih besar dari mereka.
Panglima perang Laskar Kafir yang bernama Amr bin Abdi Wud bersama beberapa orang pilihannya, dengan teliti mengitari parit yang digali oleh pasukan Muslimin hingga akhirnya menemukan satu titik yang bisa dijangkau oleh lompatan kuda-kuda perang mereka.
Mereka terus maju dan maju hingga benar-benar berhadapan langsung dengan pasukan Muslimin. Amr bin Abdi Wud, berkali-kali berteriak dengan suara lantang mencari orang yang mau berduel atau bertarung hidup mati dengan dirinya dari kalangan Muslimin, sambil mengucap kalimat “Hal min mubariz..?” (Adakah petarung yang berani melawanku..?). Pasukan Muslimin benar-benar dicekam rasa takut yang luar biasa, hingga tidak terdengar lagi ada yang berani bercakap-cakap di antara mereka. Suasana seketika menjadi sunyi dan senyap, sehingga suara sang penantang semakin keras menerpa telinga dan menggetarkan jantung mereka. Mereka sangat mengenal siapa Amr bin Abdi Wud. Dia adalah petarung satu lawan satu yang sudah masyhur dan pedangnya telah banyak mengantar orang ke liang kubur. Maju berhadapan dengannya sama halnya dengan orang yang didatangi oleh Izrail, sang pencabut nyawa.
Dalam pada itu Ali bin Abu Thalib yang usianya belum genap duapuluh tahun, bangkit dari tempat duduknya dan langsung meminta restu kepada Rasulullah SAW untuk menghadapi tantangan Amr bin Abdi Wud. Ali berkata, “Ya.. Rasulullah, izin aku untuk menghadapinya.”
Rasulullah SAW menjawab, “Duduklah engkau wahai Ali..!” Rasulullah menanti siapa dari sahabat-sahabat lain yang siap mempertaruhkan jiwanya dalam keadaan genting seperti itu.
Amr bin Abdi Wud, lagi lagi mengajak kudanya berputar-putar sambik berteriak-teriak mencari penantang. Rasulullah SAW berkata, “Adakah laki-laki yang berani menghadapinya..?” Tak seorang pun dari sahabat beliau yang menyambut seruannya. Hingga untuk kedua kalinya, Ali bin Abu Thalib meminta izin kepada Rasulullah untuk melawannya. Rasulullah SAW masih belum mengizinkan Ali.
Amr bin Abdi Wud, tiba-tiba melantunkan sebuah syair yang sangat menghina dan membakar hati kaum Muslim hingga menembus ke tulang-belulang mereka. Terakhir dia berkata, “Sedemikian lama aku berteriak-teriak mencari penantang, namun di antara kalian tidak ada seorang laki-laki.”
Dengan penuh kesombongan dia melanjutkan ejekannya, “Hai orang-orang Islam, bukankah kalian sering mendakwahkan bahwa jika kalian gugur di jalan Allah, maka kalian akan masuk surga, dan jika kami yang mati, maka kami akan digiring ke neraka..? Lalu mengapa tak seorang pun dari kalian berani maju berhadapan denganku, untuk membunuhku agar aku masuk neraka atau terbunuh agar dia masuk ke dalam surga..?”
Ali bin Abu Thalib, tidak dapat lagi menahan ocehan si kafir yang semakin kurang ajar di hadapan Rasulullah SAW. Setelah mendapat restu dari Rasulullah, dia pun segera bangkit menjemput tantangan seraya berkata, “Tak usah keburu nafsu, karena saat ini telah datang pembeli tantanganmu yang mempunyai kekuatan untuk merobohkanmu.”
Umar bin Khatab tiba-tiba mendatangi Rasulullah SAW dan berkata, “Ya.. Rasulullah..! Aku harap engkau dapat memaklumi mengapa tak satupun dari kami berani melawannya. Sungguh dia (Amr bin Abdi Wud) seorang diri, setara dengan seribu orang. Semua yang bertarung dengannya pasti mampus.”
Pertarungan sengit antara Ali bin Abu Thalib dan Amr bin Abdi Wud disifati Rasulullah SAW sebagai; Pertarungan antara keseluruhan Islam dan keseluruhan kaum Kafir.
Tidak lama kemudian terdengar gema takbir kemenangan membahana menandakan robohnya tonggak kekufuran yang disambut oleh senyum Rasulullah SAW dan kegembiraan pasukan Islam. Ali bin Abu Thalib telah mampu mengalahkan Amr bin Abdi Wud dalam waktu yang relatif singkat.
Oleh sebab itu, jika kemudian dikatakan bahwa pedang Ali bin Abu Thalib sangat berjasa untuk Islam, artinya bukan Ali memaksa orang untuk memeluk agama Islam dengan pedangnya. Namun, pedang Ali bin Abu Thalib selalu siap untuk menjaga agama Islam dari berbagai macam ancaman musuh-musuhnya.
EmoticonEmoticon