Menurut cerita, di daerah yang kini disebut Tapanuli. Meletuslah sebuah gunung berapi. Karena letusannya sangat hebat, banyak penduduk mati akibat semburan api lahar, dan batu-batuan dari gunung berapi itu. Akan tetapi, banyak juga yang berhasil menyelamatkan diri. Meletusnya gunung berapi di Tapanuli itu, menurut cerita membentuk sebuah danau yang sekarang disebut Danau Toba.
Ada empat orang bersaudara di antaranya yang berhasil selamat dari letusan gunung berapi itu. Mereka menyelamatkan diri dan meninggalkan Tapanuli menuju arah tenggara. Mereka naik sebuah rakit menyusuri pantai bagian barat Pulau Swarnadwipa, sekarang bernama Pulau Sumatera.
Keempat bersaudara itu bernama Ompong Silitonga, Ompung Silamponga, Ompung Silaitoa, dan Ompung Sintalanga. Berhari-hari mereka berlayar dengan rakit untuk menghindari letusan gunung berapi di kampung. Siang malam mereka tidur di atas rakit, terus menyusuri pantai. Berbulan-bulan mereka terombang-ambing di laut karena perjalanan mereka tanpa tujuan. Persediaan makanan yang dibawa makin lama makin menipis. Beberapa kali empat bersaudara itu singgah dan mendarat di pantai untuk mencari bahan makanan. Entah karena apa, pada suatu hari ketiga saudara Ompung Silamponga tidak mau melanjutkan perjalanan, padahal Ompung Silamponga saat itu sedang sakit. Mereka turun ke darat dan menghanyutkan Ompung Silamponga dengan rakit yang mereka tumpangi sejak dari Tapanuli. Berhari-hari Ompung Silamponga tidak sadarkan diri di atas rakitnya.
Akirnya pada suatu hari, Ompung Silamponga terbangun karena ia merasakan rakitnya menghantam suatu benda keras. Setelah membuka mata, Ompung Silamponga kaget. Rakitnya sudah berada di sebuah pantai yang ombaknya tidak terlalu besar. Anehnya, Ompung Silamponga merasa badannya sangat segar. Segera ia turun ke pasir, melihat ke sekeliling pantai. Dengan perasaan senang, ia tinggal di pantai itu. Kebetulan di sana mengalir sebuah sungai berair jernih. Ompung berpikir, di situlah tempatnya yang terakhir, aman dari letusan gunung berapi. Ia tidak tahu sudah berapa jauh ia berlayar. Ia juga tidak tahu di mana dimana saudaranya-saudaranya tinggal.
Cukup lama, Ompung tinggal di daerah pantai, tempatnya terdampar. Menurut cerita, tempat terdampar Ompung Silamponga dulu itu, kini bernama Krui, terletak di Kabupaten Lampung Barat, tepatnya di pantai barat Lampung atau disebut dengan daerah pesisir. Setiap hari Ompung bertani, yang bisa menghasilkan bahan makanan. Tidak disebutkan apa jenis tanaman yang ditanam Ompung saat itu.
Karena sudah lama tinggal di daerah pantai, ingin rasanya Ompung berjalan-jalan mendaki pegunungan di sekitar tempat tinggalnya. Semakin jauh Ompung masuk ke hutan, semakin senang ia melakukan perjalanan seorang diri.
Pada suatu hari, sampailah Ompung di suatu bukit yang tinggi. Dengan perasaan senang, ia memandang ke arah laut, lalu ke arah timur dan selatan. Ia sangat kagum melihat keadaan alam di sekitar tempatnya berdiri, apalagi di kejauhan tampak dataran rendah yang sangat luas.
Karena hatinya begitu gembira, tidak disadarinya ia berteriak dari atas bukit itu, "Lappung....Lappung....Lappung!" Kata Lappung berarti luas dalam bahasa Tapanuli. Dalam hati, Ompung, pasti disekitar dataran rendah yang luas itu ada orang. Dengan tergesa-gesa, ia menuruni bukit dan menuju dataran rendah yang ia lihat dari atas bukit.
Ompung pun sampai di tempat yang ia tuju. Ia bertekad untuk tinggal didataran itu selamanya dan akan membangun kampung baru. Setelah sekian tahun menetap, barulah Ompung bertemu dengan penduduk daerah itu yang masih terbelakang cara hidupnya. Meskipun demikian, mereka tidak menganggu Ompung, bahkan sangat bersahabat.
Akhirnya, Ompung pun meninggal dunia di daerah yang ia sebut Lappung, kini bernama Sekala Berak atau Dataran Tinggi Belalau di Lampung Barat.
Menurut cerita rakyat di daerah itu, bahkan para ahli sejarah tentang Lampung, nama Lampung itu sendiri berasal dari nama Ompung Silamponga. Akan tetapi ada juga yang mengatakan bahwa nama Lampung berasal dari ucapan Ompung Silamponga ketika berada di atas bukit, setelah melihat adanya dataran yang luas. Perlu diketahui, Guru besar Fakultas Hukum Universitas Lampung, Prof Hilman Hadikusuma, SH, memasukkan legenda Ompung Silamponga sebagai teori ketiganya tentang asal-usul Lampung. Beliau menyebutkan bahwa Sekala Berak adalah perkampungan pertama orang Lampung. Penduduknya disebut orang Tumi atau Buay Tumi.
Kesimpulan
Menyimak kisah Ompung Silamponga di atas, jelaslah bahwa jenis cerita rakyat diatas adalah legenda rakyat Lampung yang masih dikenal banyak orang sampai kini. Terlepas benar atau tidaknya riwayat Ompung Silamponga itu, kita telah memperoleh pelajaran cukup penting tentang perjalanan seorang anak manusia yang tabah dan tidak kenal menyerah dalam usahanya mencari kehidupan yang baru. Di mana pun ia berada, ia dapat melangsungkan kehidupannya, yang penting berusaha dan bekerja.
Sumber : Buku Cerita Rakyat Dari Lampung
Penulis : Naim Emel Prahara
Penerbit : Grasindo Jakarta
Akirnya pada suatu hari, Ompung Silamponga terbangun karena ia merasakan rakitnya menghantam suatu benda keras. Setelah membuka mata, Ompung Silamponga kaget. Rakitnya sudah berada di sebuah pantai yang ombaknya tidak terlalu besar. Anehnya, Ompung Silamponga merasa badannya sangat segar. Segera ia turun ke pasir, melihat ke sekeliling pantai. Dengan perasaan senang, ia tinggal di pantai itu. Kebetulan di sana mengalir sebuah sungai berair jernih. Ompung berpikir, di situlah tempatnya yang terakhir, aman dari letusan gunung berapi. Ia tidak tahu sudah berapa jauh ia berlayar. Ia juga tidak tahu di mana dimana saudaranya-saudaranya tinggal.
Cukup lama, Ompung tinggal di daerah pantai, tempatnya terdampar. Menurut cerita, tempat terdampar Ompung Silamponga dulu itu, kini bernama Krui, terletak di Kabupaten Lampung Barat, tepatnya di pantai barat Lampung atau disebut dengan daerah pesisir. Setiap hari Ompung bertani, yang bisa menghasilkan bahan makanan. Tidak disebutkan apa jenis tanaman yang ditanam Ompung saat itu.
Karena sudah lama tinggal di daerah pantai, ingin rasanya Ompung berjalan-jalan mendaki pegunungan di sekitar tempat tinggalnya. Semakin jauh Ompung masuk ke hutan, semakin senang ia melakukan perjalanan seorang diri.
Pada suatu hari, sampailah Ompung di suatu bukit yang tinggi. Dengan perasaan senang, ia memandang ke arah laut, lalu ke arah timur dan selatan. Ia sangat kagum melihat keadaan alam di sekitar tempatnya berdiri, apalagi di kejauhan tampak dataran rendah yang sangat luas.
Karena hatinya begitu gembira, tidak disadarinya ia berteriak dari atas bukit itu, "Lappung....Lappung....Lappung!" Kata Lappung berarti luas dalam bahasa Tapanuli. Dalam hati, Ompung, pasti disekitar dataran rendah yang luas itu ada orang. Dengan tergesa-gesa, ia menuruni bukit dan menuju dataran rendah yang ia lihat dari atas bukit.
Ompung pun sampai di tempat yang ia tuju. Ia bertekad untuk tinggal didataran itu selamanya dan akan membangun kampung baru. Setelah sekian tahun menetap, barulah Ompung bertemu dengan penduduk daerah itu yang masih terbelakang cara hidupnya. Meskipun demikian, mereka tidak menganggu Ompung, bahkan sangat bersahabat.
Akhirnya, Ompung pun meninggal dunia di daerah yang ia sebut Lappung, kini bernama Sekala Berak atau Dataran Tinggi Belalau di Lampung Barat.
Menurut cerita rakyat di daerah itu, bahkan para ahli sejarah tentang Lampung, nama Lampung itu sendiri berasal dari nama Ompung Silamponga. Akan tetapi ada juga yang mengatakan bahwa nama Lampung berasal dari ucapan Ompung Silamponga ketika berada di atas bukit, setelah melihat adanya dataran yang luas. Perlu diketahui, Guru besar Fakultas Hukum Universitas Lampung, Prof Hilman Hadikusuma, SH, memasukkan legenda Ompung Silamponga sebagai teori ketiganya tentang asal-usul Lampung. Beliau menyebutkan bahwa Sekala Berak adalah perkampungan pertama orang Lampung. Penduduknya disebut orang Tumi atau Buay Tumi.
Kesimpulan
Menyimak kisah Ompung Silamponga di atas, jelaslah bahwa jenis cerita rakyat diatas adalah legenda rakyat Lampung yang masih dikenal banyak orang sampai kini. Terlepas benar atau tidaknya riwayat Ompung Silamponga itu, kita telah memperoleh pelajaran cukup penting tentang perjalanan seorang anak manusia yang tabah dan tidak kenal menyerah dalam usahanya mencari kehidupan yang baru. Di mana pun ia berada, ia dapat melangsungkan kehidupannya, yang penting berusaha dan bekerja.
Sumber : Buku Cerita Rakyat Dari Lampung
Penulis : Naim Emel Prahara
Penerbit : Grasindo Jakarta
EmoticonEmoticon