Pada zaman dahulu kala, di Lampung terdapat sebuah dusun yang cukup ramai di pinggir sebuah sungai yang mengalir ke Lau Jawa. Dusun atau kampung itu kini terletak di kota tua Sukadana, Lampung Tengah. Pada waktu itu belum ada jalan raya, apalagi mobil, sepeda motor, atau kendaraans lain. Rakyat hidup sederhana. Rumah-rumah masih jarang. Mata pencaharian rakyat di kampung hanya berladang dan berkebun.
Di kampung itu hidup seorang pemuda bernama Domas. Ibu dan ayahnya sudah meninggal dunia. Karena miskin dan tidak punya harta, Domas sering dihina penduduk kampung sehingga ia jarang keluar dari gubuk peninggalan orang tuanya. Tiap hari kerjanya memancing ikan di sungai yang tidak jauh dari gubuknya. Domas yang miskin dan yatim piatu itu tidak mau membenci penduduk kampung meski mereka suka menghina dirinya.
Pada suatu hari, ketika Domas pulang dari mencari kayu bakar di hutan, ia mendapatkan gubuknya sudah dibakar orang. Perasaan Domas yang hidup sebatang kara itu hancur lebur. Ia merenungi nasibnya yang malang dan ingin bunuh diri. Akan tetapi, pada suatu malam, Domas yang tidak punya rumah dan tinggal di bawah atap daun pisang yang ia buat, bermimpi didatangi kakek tua berjanggut putih panjang terurai itu berpesan kepada Domas agar ia pergi ke arah selatan.
"Apabila cucu bertemu sebuah sungai besar yan dikelilingi banyak pohon besar, menetaplah di sana. Jangan lupa membuka ladang untuk ditanami sayur-sayuran dan buah-buahan sebagai bekal sehari-hari," kata kakek dalam mimpi itu.
Setelah mendengar pesan itu, Domas terbangu. Ia mencari kakek tua itu, tetapi tidak ada. Karena sering dihina oleh orang sekampungnya, Domas pun mengikuti pesan dalam mimpi.
Pada suatu hari, menjelang fajar, dengan berat hati Domas meninggalkan kampug halamannya menuju tempat yang disebutkan kakek tua dalam mimpi itu. Masuk kampug keluar kampung, masuk hutan keluar hutan. Berhari-hari ia melakukan perjalanan dan sering menghadapi berbagai gangguan. Kadang-kadang ia bertemu dengan binatang buas seperti harimau, buaya dan ular. Ia pun menghadapi gangguan jin penunggu hutan. Akan tetapi, ia sudah bertekad pergi jauh meninggalkan kampungnya. Ia yakin, suatu saat hidupnya akan tenteram dan mempunyai ilmu tinggi.
Setelah berjalan berbulan-bulan, akhirnya sampailah Domas di sebuah hutan lebat. Di hutan itu ada sebuah sungai besar, airnya sangat jernih. Domas tercengang! Tiba-tiba ia ingat pesan kakek tua dalam mimpinya dulu.
Tanpa berpikir lama, Domas memutuskan untuk tinggal di tepi sungai yang sekarang bernama Sungai Way Sekampung. Berhari-hari ia mengumpulkan kayu untuk membuat pondok. Setelah itu, ia pun menebang pohon untuk dibuat ladang. Hati Domas semakin tenteram. Di sungai itu banyak terdapat ikan yang bisa didapat dengan mudah.
Karena tidak ada pekerjaan lain, Domas sering melakukan semadi atau bertapa. Waktu pun berlalu dengan cepat. Pada suatu hari, saat bertapa pada malam hari, ia mendapat pesan gaib. Ia diberi ilmu kesaktian serta sebilah pedang dan tongkat kayu berbentuk ular. Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Domas menerima semua pemberian itu dan akan menggunakannya dengan baik untuk membantu orang yang memerlukan pertolongan dan orang yang mengalami musibah.
Sejak menerima pemberian itu. Domas diberi tambahan nama dengan sebutan Sultan. Nama lengkapnya menjadi Sultan Domas. Karena perkembangan zaman, sekitar tempat Sultan Domas bertempat tinggal sering dikunjungi orang. Ada yang mencari ikan di sungai. Ada pula yang mencari rotan. Mereka pun bertemu dengan Sultan Domas yang sudah tua di tengah hutan.
Pada mulanya mereka merasa takut dengan Sultan Domas. Akan tetapi, lama-kelamaan mereka tahu bahwa orang yang berada sendirian di tengah hutan itu orang baik. Berkali-kali para pencari ikan ditolong oleh Sultan Domas ketika mereka diserang buaya-buaya penunggu sungai. Orang yang diganggu binatang buas di dalam hutan pun ditolong Sultan Domas tanpa imbalan jasa.
Meskipun demikian, tidak semua orang yang ditolong Sultan Domas mau menerima pertolongan itu dengan ikhlas. Diantara mereka ada yang berniat jahat, walaupun pernah dibantu Sultan Domas. Apalagi mereka tahu bahwa Sultan Domas mempunyai ilmu yang sakti serta memiliki sebilah pedang dan tongkat kayu yang bagus.
Menurut kisah penduduk kampung, pada suatu hari ketika Sultan Domas mencari ikan di hulu Sungai Way Sekampung, datanglah lima orang lelaki berwajah seram ke pondoknya. Ternyata, mereka sudah lama mengintip dan menunggu Sultan Domas pergi dari pondok. Mereka ingin mencuri pedang dan tongkat Sultan Domas. Konon, ketika Sultan Domas pergi agak jauh menyusuri aliran sungai, mereka segera menuju ke pondok. Semua barang milik Sultan Domas diambil, termasuk sebilah pedang dan tongkat kayu.
Setelah mendapatkan semua yang diinginkan, mereka bermaksud meninggalkan pondok Sultan Domas dan membakar pondok. Akan tetapi, setiap kali mereka akan membakar pondok, api tidak bisa hidup. Akhirnya, niat untuk membakar pondok dibatalkan. Mereka segera pergi, tetapi di depan pintu pondok mereka terhenti karena ada seekor ular besar yang mengeluarkan semburan berhawa panas. Mereka panik dan membuka dinding bagian belakang pondok. Akan tetapi, di sana juga ada seekor buaya besar yang siap menerkam. Dengan perasan takut, kelima orang jahat itu terkepung di dalam pondok sampai Sultan Domas pulang.
Sultan Domas tidak terkejut ketika melihat orang-orang jahat itu di dalam pondok. Bahkan, dengan ramah ia menyapa kelima orang yang sedang ketakutan itu. Mereka tidak bisa berbicara, mulut mereka serasa terkunci.
Sultan Domas memberi salam satu per satu kepada kelima orang itu. Aneh bin ajaib, kelima orang yang bermaksud jahat itu bisa membuka mulut. Sultan Domas hanya tersenyum dan mengajak mereka bermalam di pondoknya. Karena hari sudah menjelang malam dan karena takut, mereka menerima tawaran itu. Malam itu baru Sultan Domas tahu kalau disekitar hutan tempat tinggalnya ada perkampungan yang bisa dicapai dengan berjalan kaki selama satu hari.
Setelah kelima orang itu pulang, tersebarlah di seluruh daerah bahwa di pinggir sungai dalam hutan Way Sekampung ada orang sakti yang sangat baik sifatnya. Menurut cerita orang tua, banyak orang ingin membuka ladang di sekitar tempat tinggal Sultan Domas dulu. Lama-kelamaan, tempat itu menjadi perkampungan. Sultan Domas pun diangkat menjadi pemimpin.
Sampai sekarang legenda Sultan Domas masih dikenal masyarakat. Bahkan, makam Sultan Domas yang ada di pinggir Sungai Way Sekampung dianggap keramat. Banyak orang melakukan semadi meminta petunjuk lewat makam Sultan Domas yang terletak di desa Sidomukti, kecamatan Sekampung, Kabupaten Lampung Tengah.
Sungai di pinggir makan itu sering banjir. Anehnya, Jika sungai Way Sekampung banjir besar, makam itu tidak pernah tenggelam sementara tempat-tempat di sekitarnya digenangi air sungai.
Kesimpulan
Cerita rakyat ini berisi ajaran pendidikan, yaitu orang yang tabah dan mengalah bukan berarti kalah. Tuhan selalu memberikan petunjuk bagi orang yang sabar, tidak selalu mengejar harta benda, lupa diri, atau sombong. Demikianlah jalan hidup Sultan Domas, dari anak yatim piatu yang tidak mempunyai pangkat, harta benda, berkat ketabahan hatinya, akhirnya berhasil menjadi orang yang disegani dan memiliki kesaktian yang tinggi.
Sumber : Buku Cerita Rakyat Dari Lampung
Penulis : Naim Emel Prahara
Penerbit : Grasindo Jakarta
Penulis : Naim Emel Prahara
Penerbit : Grasindo Jakarta
EmoticonEmoticon