Jaka Linglung, Legenda Tambang Garam Bleduk Kuwu
Di Kabupaten Purwodadi, Jawa tengah, terdapat tambang garam yang unik, air garam yang ditambang diperoleh dari letupan lumpur panas yang terdapat di daerah itu. Air yang berasal dari letupan lumpur panas itu dialirkan ke dalam sumur-sumur yang dangkal, lalu ditimba, kemudian dimasukkan ke dalam plampang bambu dan selanjutnya dijemur di panas matahari. Garam yang dihasilkan dari Purwodadi ini rasanya lebih enak bila dibanding dengan garam yang berasal dari air laut.Bagaimana tambang garam ini bisa terjadi, menurut cerita yang berkembang dan dipercaya oleh penduduk di sana adalah sebagai berikut.
Pada waktu itu, Kerajaan Medangkamulan diperintah oleh seorang raja muda yang belum berpermaisuri. Raja muda itu mempunyai kegemaran beranjangsana ke desa-desa yang menjadi wilayahnya.
Suatu hari, ketika raja berjalan-jalan menemukan sebutir telur yang ukurannya sebesar telur angsa. Telur itu diberikan kepada seorang penumbuk padi. Oleh si penumbuk padi telur itu lalu disimpannya di bawah tumpukan padi. Tidak disangka beberapa waktu kemudian, telur itu menetas berupa seekor anak naga. Lama-kelamaan anak naga itu menjadi besar dan menjelma menjadi seekor naga yang gagah, yang besarnya sebesar batang pohon kelapa.
Naga itu diberi nama Jaka Linglung (Ngingklung). Ia tumbuh dewasa menjadi sakti dan dapat berbicara seperti manusia. Namun dengan kehadiran Jaka Linglung di desa tersebut sangat menganggu ketenangan penduduk, sebab ia memakan ternak apa saja yang dijumpainya untuk santapan tiap hari.
Kejadian itu sudah dilaporkan kepada raja, namun belum ada tanggapan. Sementara itu Jaka Linglung selalu menanyakan siapa ayahnya dan dari mana asalnya. Karena sulit untuk menjelaskan, maka penumbuk padi itu mengatakan bahwa ayah Jaka Linglung adalah raja Medangkamulan. Mendengar penjelasan penumbuk padi, segeralah Jaka Linglung menuju ke istana Medangkamulan.
Tiba di istana, ia langsung menghadap raja dan mengaku sebagai putra sang raja. Raja Medangkamulan bermaksud menguji kesaktian Jaka Linglung. Maka beliau bersabda, "Bila benar-benar engkau adalah anakku, pergilah ke laut selatan. Binasakanlah musuhku yang berujud buaya putih. Untuk menjaga ketentraman penduduk engkau tidak kuperkenankan jalan melalui darat. Berjalanlah menembus tanah dan jangan muncul ke permukaan sebelum tiba di tempat semula.
Jaka Linglung berangkat ke laut selatan dengan hati bersemangat. Dicarinya buaya putih di tengah laut selatan. Dicarinya buaya putih di tengah laut selatan, setelah bertemu diserangnya habis-habisan. Buaya putih itu kalah dan mati. Jaka Linglung kembali ke Medangkamulan. Ia berjalan melalui dalam tanah. Karena ia lupa di mana letak kerajaan Medangkamulan, maka ia berulang kali melakukan kesalahan. Ia muncul belum sampai pada tempat yang dituju.
Rupanya jalan yang dilalui Jaka Linglung pada waktu itu menjadi aliran sungai garam yang berasal dari laut selatan. Hingga sekarang tempat Jaka Linglung muncul ke darat itu mengandung garam. Terakhir Jaka Linglung muncul di Kuwu. Setelah itu perjalanan ke Medangkamulan diteruskan melalui jalan darat.
Tiba di Medangkamulan, Jaka Linglung disambut gembira oleh Baginda. Jaka Linglung diperkenankan tinggal di istana. Namun, kejadian seperti di desa penumbuk padi terulang kembali. Jaka Linglung sering memakan ternak yang dijumpainya, bahkan kadang-kadang mencuri ternak penduduk. Hal ini membuat sedih hati raja. Jaka Linglung diperintahkan untuk bertapa. Badannya melingkar di gunung kapur serta mulutnya menganga. Ia tidak diperkenankan makan apabila tidak ada benda yang jatuh ke dalam mulutnya.
Kesimpulan
Jaka Linglung adalah contoh seorang anak yang sangat patuh terhadap ayahnya. Apa pun perintah ayahnya selalu dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab betapapun beratnya.
Sumber: Buku Putri Limaran, Cerita Rakyat Dari Jawa Tengah
Penulis: Sri Sulistyowati
Penerbit: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1996
EmoticonEmoticon