Senin, 26 Desember 2016

Ayo Kita Sambut Dan Sukseskan
Gerakan Tagar "2019 GANTI PRESIDEN"
Mari Selamatkan NKRI Tercinta Ini
Dari Makar Jahat Kaum Sepilis Atheis
Serta Intervensi Asing Dan Aseng

Anak Bungsu Yang Sabar

anak bungsu yang sabar
Dahulu kala, ada tiga orang bersaudara yang tinggal di sebuah desa kecil, tidak jauh dari kota Herat.Yang paling tua bernama Masud, yang tengah bernama Hamid dan yang terakhir bernama Wali. Orang tua mereka telah meninggal dunia, karena kelaparan. Meskipun ada tetangga yang menawarkan mereka untuk dijadikan sebagai saudara, mereka memutuskan untuk pergi dan mencari keberuntungan sendiri.

Setelah menempuh perjalanan yang jauh, mereka bermalam di kaki gunung. Dalam tidurnya, Masud bermimpi aneh. Ia mendengar bel berbunyi dan suara yang mengatakan, "Masud, galilah tanah di bawahmu, kau akan mendapatkan emas".

Ketika bangun, Masud lalu mengambil sekop untuk menggali tanah itu, ternyata benar, ia menemukan emas. "Hai, Saudaraku, aku telah menemukan emas. Kurasa emas ini cukup untuk mendirikan rumah dan kawin. Jadi, selamat tinggal, saudaraku, kuharap perjalanan kalian akan membawa nasib baik sepertiku."

Hamid dan Wali melanjutkan perjalanan. Setelah berjalan sepanjang hari, akhirnya mereka tiba di tepi hutan. Mereka tidur di atas pohon besar. Dalam tidurnya, Hamid pun bermimpi aneh. Ia mendengar suara terompet dan suara,"Hamid, galilah tanah yang ada di bawahmu, kau akan mendapatkan permata."

Ketika pagi tiba, Hamid pun mengambil sekop kecilnya dan menggali tanah yang ada di bawahnya. Setelah dalam menggali, akhirnya ia mendapatkan sebuah guci yang berisi permata.

"Saudaraku," teriak Hamid. "Lihatlah aku dapat permata. Aku akan membuat rumah dan kawin seperti Masud. Selamat tinggal, saudaraku."

Setelah saudaranya pulang, Wali tinggal sendirian, tetapi ia tidak putus asa. Ia meneruskan perjalanannya ke dalam hutan. Tampaknya hutan itu tak berujung. Jika tak dapat menembus hutan itu, maka ia akan mati. Karena itulah, ia memanjat puncak pohon yang tinggi untuk melihat ke seluruh arah, tetapi ia tidak melihat sesuatu pun, kecuali pepohonan.

Ketika turun dari pohon, ia terkejut melihat ada sebuah tas di tanah. Ia lihat ke sekelilingnya, tak ada orang di sana, Ia pikir, tas itu berisi sesuatu, tetapi ternyata kosong.

"Aku sangat tidak beruntung." katanya dalam hati. "Yang kudapat hanya sebuah tas kosong. Coba, tas ini berisi makanan yang lezat-lezat, jadi bisa kumakan."

Segera, setelah kata-kata itu keluar dari mulutnya, tas yang kosong itu menjadi berisi. Maka, dibukalah tas itu, ternyata ada ayam bakar, anggur, kue dan minuman di dalamnya. Karena laparnya, dilahapnya makanan itu."Ini pasti tas ajaib."katanya dalam hati.

Wali mencoba meminta sesuatu pada tas itu. Kali ini ia meminta pakaian. Dalam sekejap, di dalam tas  itu ada celana dan baju jubah berbulu. Ia coba lagi meminta sepatu bot, dalam sekejap sepatu itupun ada. Ia sangat senang memiliki tas itu. Setelah lama berjalan, sampailah ia pada sebuah rumah yang ada di pinggir ladang. Ketika diketuk, keluarlah seorang wanita gemuk.

"Bu," sapanya. "Bolehkah aku menginap di sini satu malam saja."

"O, masuklah," jawab ibu itu, "aku juga punya anak seumurmu. Mungkin bisa kau jadikan sebagai teman, karena kami tinggal di daerah yang terpencil."

Ketika anaknya pulang dari ladang, wanita itu menyediakan makan untuk mereka. "Maaf, kami tak bisa menyediakan apa-apa, kecuali nasi." kata wanita tua itu.

"O, jangan takut, Bu. Aku akan memberimu lauk," kata Wali, lalu ia memasukkan tangannya ke dalam tas itu, dan meminta lauk pauk yang cukup untuk tiga orang.

Ketika Wali memberikan lauk pauk, wanita itu bertanya, "Apakah kau ini jin?."

"O, bukan, aku hanya manusia biasa. Tas inilah yang ajaib," jawab Wali.

Mendengar kata-kata Wali, anak ibu itu mulai ingin tahu. Ia berniat melihat tas itu pada saat tamunya tidur. Ketika malam tiba, anak itu mulai mengendap-ngendap mendekati Wali. Ia ingin melihat, apakah ada sesuatu di dalamnya. Ternyata, tas itu kosong. Wali melihat tingkah laku anak itu, karena itu ia memutuskan untuk pergi. Kalau tidak, mereka pasti akan mencurinya.

Ketika pagi tiba, Wali meninggalkan rumah itu. Ia tiba di sebuah gubuk nelayan di pinggir sungai. "Selamat datang, anak muda." kata nelayan itu ketika membukakan pintu.
"Darimanakah gerangan engkau, dan akan menuju kemana?"

"Aku datang dari sebuah desa dekat Herat," jawab Wali.
"Bolehkah aku tinggal di sini semalam saja, agar aku dapat beristirahat, menghilangkan rasa capek."

"O, tentu," jawab nelayan itu,"tinggallah di sini sesukamu." Lalu nelayan itu memberi Wali sebuah kamar dan makanan yang terbuat dari ikan. Setelah berbincang-bincang sebentar, lalu nelayan itu mulai menceritakan kisah hidupnya yang sangat menyedihkan. Istrinya telah dibawa oleh para perampok.

"Mungkin aku bisa membantumu, Pak," kata Wali kepada nelayan itu. "Lihatlah ke arah lain sebentar saja, istrimu akan kembali kepadamu."

Nelayan itu melakukan apa yang dikatakan oleh Wali, lalu Wali membuka tas itu, dan muncullah istri nelayan itu.
"Terima kasih," kata nelayan itu. "Apakah kau jin?"

"O, bukan," jawab Wali. "Aku hanya manusia biasa, tas inilah yang ajaib.


Keesokan harinya, ketika Wali sedang mencari udara segar di luar, ia mendengar suara istri nelayan itu berkata, "Suamiku usahakanlah agar kau dapat mengambil tas itu, karena tas itu sangat berguna bagi kita. Semua yang kita inginkan, bisa kita peroleh dari tas itu."

Mendengar obrolan itu, Wali memutuskan untuk segera pergi, karena istri nelayan itu tidak akan puas sebelum suaminya mendapatkan tas. Ia berjalan menyeberangi sungai itu. Setelah lama berjalan di pinggir sungai, akhirnya Wali berhenti, karena sepatunya rusak. Tapi, tiba-tiba ia mendengar teriakan minta tolong dari belakang pepohonan. Wali mencari-cari sumber suara itu. Ternyata, berasal dari seorang gadis. Wali mengambil pisau dari pinggangnya dan memotong tali yang mengikat tangan dan kaki gadis itu.

"Siapa yang mengikatmu?" tanya Wali.
"Bagaimana kau bisa seperti ini?"

"Namaku Zulaikha," jawabnya dengan pelan. "Ayahku kawin lagi sebulan yang lalu, tetapi ibu tiriku tidak suka kepadaku. "Akhirnya, aku kabur dari rumah. Tetapi, di perjalanan, aku ditangkap oleh seorang perampok. Ia mengambil perhiasanku dan meninggalkanku di sini."

"Untung kau lewat di sini. Terima kasih kau telah menyelamatkanku. Tapi, maukah kau mengantarkanku ke rumahku. Rumahku tidak jauh dari sini?" kata gadis itu.

"O, tentu," kata Wali." Tapi, supaya ayahmu percaya, kita harus ganti baju dulu. "Lalu Wali meminta baju sutera, kerudung ungu, jubah beludru dan sandal emas, untuk gadis itu, lalu meminta makanan yang lezat-lezat untuk mereka makan berdua, air kembang ros untuk mencuci tangan mereka, dan sepasang sepatu boot untuknya sendiri. Setelah permintaan dikabulkan, Wali dan Zulaikha pergi menuju ke rumah ayahnya yang terletak di tepi bukit.

Wali mengetuk pintu rumah itu, sementara Zulaikha menutup wajahnya dengan kerudung, takut kelihatan ibu tirinya.

"Apa yang kau inginkan, Hai, Anak Muda !" Kata orang yang membukakan pintu.

"Katakan bahwa kau membawa kabar tentang anak wanitanya, Zulaikha. "Bisik gadis itu, dan Wali melakukannya.

"Pak, "ucap Wali."anak Bapak, Zulaikha dalam keadaan aman dan baik, Bapak akan segera melihatnya."

"O, syukurlah." kata bapak itu. "Aku takut anak kesayanganku mati. Katakanlah sekarang, di mana dia? Apakah kau menemukannya."

Zulaikha tak dapat menahan air mata ketika mendengar ayahnya berbicara, lalu ia bersujud dan menciumi tangan ayahnya. Ia menceritakan tentang apa yang dilakukan oleh ibu tirinya. Ketika mendengar cerita itu, ayahnya menceraikan istrinya dan mengembalikan pada keluarganya.

Wali dan Zulaikha pun menikah. Mereka hidup dengan bahagia. Segala sesuatu yang ia butuhkan, ia minta pada tas itu. Tas itu selalu mengabulkan apa yang diminta oleh Wali, karena Wali hanya meminta yang ia butuhkan, tidak lebih. Kalau mereka tamak, meminta apa saja yang berlebihan pasti tas itu tidak akan mengabulkannya.


Sumber: Buku Kisah Anak-anak dari Asia Tengah "Orang Bijak dan Muridnya"
Penulis: Males Sutiasumarga 
Penerbit: Zikrul Hakim  - Jakarta


EmoticonEmoticon