Jumat, 15 April 2016

Ayo Kita Sambut Dan Sukseskan
Gerakan Tagar "2019 GANTI PRESIDEN"
Mari Selamatkan NKRI Tercinta Ini
Dari Makar Jahat Kaum Sepilis Atheis
Serta Intervensi Asing Dan Aseng

Syekh Siti Jenar

Syekh Siti Jenar (juga dikenal dalam banyak nama lain, antara lain Sitibrit, Lemahbang, dan
Lemah Abang) adalah seorang tokoh yang dianggap Sufi dan juga salah satu penyebar agama
Islam di Pulau Jawa. Tidak ada yang mengetahui secara pasti asal-usulnya. Di masyarakat
terdapat banyak varian cerita mengenai asal-usul Syekh Siti Jenar.

Sebagian umat Islam menganggapnya sesat karena ajarannya yang terkenal, yaitu Manunggaling
Kawula Gusti. Akan tetapi sebagian yang lain menganggap bahwa Syekh Siti Jenar adalah
intelektual yang sudah mendapatkan esensi Islam itu sendiri. Ajaran – ajarannya tertuang dalam
pupuh, yaitu karya sastra yang dibuatnya. Meskipun demikian, ajaran yang sangat mulia dari
Syekh Siti Jenar adalah budi pekerti.
Syekh Siti Jenar mengembangkan ajaran cara hidup sufi yang dinilai bertentangan dengan
ajaran Walisongo. Pertentangan praktek sufi Syekh Siti Jenar denganWalis ongo terletak pada
penekanan aspek formal ketentuan syariah yang dilakukan olehWalis on go.
a. Konsep dan Ajaran

Ajaran Syekh Siti Jenar yang paling kontroversial terkait dengan konsepnya tentang hidup dan
mati, Tuhan dan kebebasan, serta tempat berlakunya syariat tersebut. Syekh Siti Jenar
memandang bahwa kehidupan manusia di dunia ini disebut sebagai kematian. Sebaliknya, yaitu
apa yang disebut umum sebagai kematian justru disebut sebagai awal dari kehidupan yang hakiki
dan abadi.

Konsekuensinya, ia tidak dapat dikenai hukum yang bersifat keduniawian (hukum negara dan
lainnnya), tidak termasuk didalamnya hukum syariat peribadatan sebagaimana ketentuan syariah.
Dan menurut ulama pada masa itu yang memahami inti ajaran Siti Jenar bahwa manusia di dunia
ini tidak harus memenuhi rukun Islam yang lima, yaitu: syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji.
Baginya, syariah itu baru berlaku sesudah manusia menjalani kehidupan paska kematian. Syekh
Siti Jenar juga berpendapat bahwa Allah itu ada dalam dirinya, yaitu di dalam budi. Pemahaman
inilah yang dipropagandakan oleh para ulama pada masa itu. Mirip dengan konsep Al-Hallaj
(tokoh sufi Islam yang dihukum mati pada awal sejarah perkembangan Islam sekitar abad ke-9
Masehi) tentang Hulul yang berkaitan dengan kesamaan sifat manusia dan Tuhan. Dimana
Pemahaman ketauhidan harus dilewati melalui 4 tahapan ; 1. Syariat (dengan menjalankan
hukum-hukum agama spt sholat, zakat dll); 2. Tarekat, dengan melakukan amalan-amalan spt
wirid, dzikir dalam waktu dan hitungan tertentu; 3. Hakekat, dimana hakekat dari manusia dan
kesejatian hidup akan ditemukan; dan 4. Ma’rifat, kecintaan kepada Allah dengan makna seluas-
luasnya. Bukan berarti bahwa setelah memasuki tahapan-tahapan tersebut maka tahapan
dibawahnya ditiadakan. Pemahaman inilah yang kurang bisa dimengerti oleh para ulama pada
masa itu tentang ilmu tasawuf yang disampaikan oleh Syekh Siti Jenar. Ilmu yang baru bisa
dipahami setelah melewati ratusan tahun pasca wafatnya sang Syekh. Para ulama
mengkhawatirkan adanya kesalahpahaman dalam menerima ajaran yang disampaikan oleh Syekh
Siti Jenar kepada masyarakat awam dimana pada masa itu ajaran Islam yang harus disampaikan
adalah pada tingkatan ’syariat’. Sedangkan ajaran Siti Jenar sudah memasuki tahap ‘hakekat’ dan
bahkan ‘ma’rifat’kepada Allah (kecintaan dan pengetahuan yang mendalam kepada ALLAH).

Oleh karenanya, ajaran yang disampaikan oleh Siti Jenar hanya dapat dibendung dengan kata
‘SESAT’.

Dalam pupuhnya, Syekh Siti Jenar merasa malu apabila harus berdebat masalah agama.
Alasannya sederhana, yaitu dalam agama apapun, setiap pemeluk sebenarnya menyembah zat
Yang Maha Kuasa. Hanya saja masing – masing menyembah dengan menyebut nama yang
berbeda – beda dan menjalankan ajaran dengan cara yang belum tentu sama. Oleh karena itu,
masing – masing pemeluk tidak perlu saling berdebat untuk mendapat pengakuan bahwa
agamanya yang paling benar.
Syekh Siti Jenar juga mengajarkan agar seseorang dapat lebih mengutamakan prinsip ikhlas
dalam menjalankan ibadah. Orang yang beribadah dengan mengharapkan surga atau pahala
berarti belum bisa disebut ikhlas.
b.Manunggaling Kawula Gusti

Dalam ajarannya ini, pendukungnya berpendapat bahwa Syekh Siti Jenar tidak pernah
menyebut dirinya sebagai Tuhan. Manunggaling Kawula Gusti dianggap bukan berarti
bercampurnya Tuhan dengan Makhluknya, melainkan bahwa Sang Pencipta adalah tempat
kembali semua makhluk. Dan dengan kembali kepada Tuhannya, manusia telah menjadi sangat
dekat dengan Tuhannya.

Dan dalam ajarannya, ‘Manunggaling Kawula Gusti’ adalah bahwa di dalam diri manusia
terdapat ruh yang berasal dari ruh Tuhan sesuai dengan ayat Al Qur’an yang menerangkan
tentang penciptaan manusia (“Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku
akan menciptakan manusia dari tanah. Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan
Kutiupkan kepadanya roh Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya
(Shaad; 71-72)”)>. Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan ruh Tuhan dikala
penyembahan terhadap Tuhan terjadi.

Perbedaan penafsiran ayat Al Qur’an dari para murid Syekh Siti inilah yang menimbulkan
polemik bahwa di dalam tubuh manusia bersemayam ruh Tuhan, yaitu polemik paham
‘Manunggaling Kawula Gusti’.
c. Pengertian Zadhab

Dalam kondisi manusia modern seperti saat ini sering temui manusia yang mengalami hal ini terutama dalam agama Islam yang sering disebut zadhab atau kegilaan berlebihan terhadap Illa yang maha Agung atau Allah.

Mereka belajar tentang bagaimana Allah bekerja, sehingga ketika keinginannya sudah lebur
terhadap kehendak Allah, maka yang ada dalam pikirannya hanya Allah, Allah, Allah dan
Allah…. disekelilingnya tidak tampak manusia lain tapi hanya Allah yang berkehendak, Setiap
Kejadian adalah maksud Allah terhadap Hamba ini…. dan inilah yang dibahayakan karena
apabila tidak ada GURU yang Mursyid yang berpedoman pada AlQuran dan Hadits maka hamba
ini akan keluar dari semua aturan yang telah ditetapkan Allah untuk manusia.Karena hamba ini akan gampang terpengaruh syaitan, semakin tinggi tingkat keimanannya maka semakin tinggi juga Syaitan menjerumuskannya.Seperti contohnya Lia Eden dll… mereka adalah hamba yang ingin dekat dengan Allah tanpa pembimbing yang telah melewati masa ini, karena apabila telah melewati masa ini maka hamba tersebut harus turun agar bisa mengajarkan yang HAK kepada manusia lain seperti juga Rasullah pun telah melewati masa ini dan apabila manusia tidak mau turun tingkatan maka hamba ini akan menjadi seprti nabi Isa AS.Maka Nabi ISA diangkat Allah beserta jasadnya. Seperti juga Syekh Siti Jenar yang kematiannya menjadi kontroversi.Dalam masyarakat jawa kematian ini disebut “MUKSO” ruh beserta jasadnya diangkat Allah.
d. Hamamayu Hayuning Bawana

Prinsip ini berarti memakmurkan bumi. Ini mirip dengan pesan utama Islam, yaitu rahmatan lil
alamin. Seorang dianggap muslim, salah satunya apabila dia bisa memberikan manfaat bagi
lingkungannya dan bukannya menciptakan kerusakan di bumi.
e. Kontroversi

Kontroversi yang lebih hebat terjadi di sekitar kematian Syekh Siti Jenar. Ajarannya yang amat
kontroversial itu telah membuat gelisah para pejabat kerajaan Demak Bintoro. Di sisi kekuasaan,
Kerajaan Demak khawatir ajaran ini akan berujung pada pemberontakan mengingat salah satu
murid Syekh Siti Jenar, Ki Ageng Pengging atau Ki Kebokenanga adalah keturunan elite
Majapahit (sama seperti Raden Patah) dan mengakibatkan konflik di antara keduanya.

Dari sisi agama Islam, Walisongo yang menopang kekuasaan Demak Bintoro, khawatir ajaran ini
akan terus berkembang sehingga menyebarkan kesesatan di kalangan umat. Kegelisahan ini
membuat mereka merencanakan satu tindakan bagi Syekh Siti Jenar yaitu harus segera
menghadap Demak Bintoro. Pengiriman utusan Syekh Dumbo dan Pangeran Bayat ternyata tak
cukup untuk dapat membuat Siti Jenar memenuhi panggilan Sri Narendra Raja Demak Bintoro
untuk menghadap ke Kerajaan Demak. Hingga konon akhirnya para Walisongo sendiri yang
akhirnya datang ke Desa Krendhasawa di mana perguruan Siti Jenar berada.[rujukan?]

Para Wali dan pihak kerajaan sepakat untuk menjatuhkan hukuman mati bagi Syekh Siti Jenar dengan tuduhan telah membangkang kepada raja. Maka berangkatlah lima wali yang diusulkan oleh Syekh Maulana Maghribi ke Desa Krendhasawa. Kelima wali itu adalah Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Pangeran Modang, Sunan Kudus, dan Sunan Geseng.
Sesampainya di sana, terjadi perdebatan dan adu ilmu antara kelima wali tersebut denganSiti
Jenar. Menurut Siti Jenar, kelima wali tersebut tidak usah repot-repot ingin membunuh Siti
Jenar. Karena beliau dapat meminum tirtamarta (air kehidupan) sendiri. Ia dapat menjelang
kehidupan yang hakiki jika memang ia dan budinya menghendaki.

Tak lama, terbujurlah jenazah Siti Jenar di hadapan kelima wali. Ketika hal ini diketahui oleh
murid-muridnya, serentak keempat muridnya yang benar-benar pandai yaitu Ki Bisono, Ki
Donoboyo, Ki Chantulo dan Ki Pringgoboyo pun mengakhiri “kematian”-nya dengan cara yang
misterius seperti yang dilakukan oleh gurunya di hadapan para wali.

f. Kisah pada saat pasca kematian

Terdapat kisah yang menyebutkan bahwa ketika jenazah Siti Jenar disemayamkan di Masjid
Demak, menjelang salat Isya, semerbak beribu bunga dan cahaya kilau kemilau memancar dari
jenazah Siti Jenar.
Jenazah Siti Jenar sendiri dikuburkan di bawah Masjid Demak oleh para wali. Pendapat lain
mengatakan, ia dimakamkan di Masjid Mantingan, Jepara, dengan nama lain.

Setelah tersiar kabar kematian Syekh Siti Jenar, banyak muridnya yang mengikuti jejak gurunya untuk menuju kehidupan yang hakiki. Di antaranya yang terceritakan adalah Kiai Lonthang dari Semarang Ki Kebokenanga dan Ki Ageng Tingkir.


EmoticonEmoticon